Warna Produk Asam Sunti

10.50-14.00 mgg dalam buah-buahan hijau dan 8.45-9.00 mgg dalam buah- buahan matang. Asam-asam organik banyak terdapat pada buah-buahan yang merupakan hasil proses metabolisme terutama oleh siklus Kerbs Winarno dan Fardiaz, 1982. Kandungan asam organik yang dominan pada belimbing wuluh adalah asam sitrat dan asam oksalat. Kandungan asam organik dalam belimbing wuluh disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Asam Organik Buah Belimbing Wuluh Asam Organik Jumlah meq asam100 g total padatan Asam asetat 1.6 – 1.9 Asam sitrat 92.6 – 133.8 Asam format 0.4 – 0.9 Asam laktat 0.4 – 1.2 Asam oksalat 5.5 – 8.9 Sedikit asam malat Sumber: Subhadrabandhu 2001 Asam oksalat bersama dengan kalsium dan zat besi didalam tubuh manusia membentuk kristal yang tidak larut sehingga dapat menghambat penyerapan kalsium oleh tubuh. Hal ini menyebabkan konsumsi makanan tinggi asam oksalat dalam jangka panjang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Individu yang memiliki kerentanan khusus dengan oksalat harus membatasi asupan asam oksalat, sedangkan orang yang sehat mungkin tidak perlu, dengan tetap menjaga agar konsumsi bahan pangan tersebut tidak dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang Noonan dan Savage, 1999 ; Mariana, 2008. Asam oksalat dan garamnya tergolong senyawa yang berbahaya karena bersifat toksik. Senyawa oksalat dengan dosis 4-5 g dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi dosis yang dapat menyebabkan pengaruh fatal biasanya adalah 10-15 g Noonan dan Savage, 1999.

4.2.1.6. Warna Produk Asam Sunti

Warna merupakan parameter penting yang harus diperhatikan karena menentukan kesan awal penerimaan produk oleh konsumen. Pengukuran warna secara objektif dinyatakan dengan nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan lightness bernilai 100 untuk warna putih dan 0 untuk warna hitam. Semakin tinggi nilai L warna semakin cerah dan mengarah ke putih. Nilai a dan b adalah koordinat kromositas. Nilai a positif + menyatakan warna merah, warna abu-abu bila positif nol, dan warna hijau bila bernilai negatif -. Sedangkan nilai b positif + menunjukkan warna kuning, warna abu-abu bila bernilai nol, dan warna biru bila bernilai negatif -. Nilai L asam sunti hasil penelitian ada pada kisaran 44.42-51.33. Nilai L tertinggi terdapat pada produk asam sunti yang terbuat dari buah belimbing wuluh matang dengan suhu pengeringan 65°C selama 5 jam, sedangkan nilai terendah terdapat pada produk asam sunti dari buah belimbing wuluh yang belum matang dengan suhu pengeringan 50°C selama 9 jam Gambar 12. Gambar 12. Perbandingan tingkat kecerahan nilai L asam sunti berdasarkan tingkat kematangan buah dan suhu pengeringan Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin matang buah belimbing wuluh, tingkat kecerahannya semakin tinggi. Kecerahan nilai L asam sunti hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan asam sunti lokal kontrol yaitu 33.84. Rendahnya nilai kecerahan asam sunti kontrol ini kemungkinan karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis yaitu suatu proses pencoklatan yang disebabkan oleh enzim fenolase yang kontak dengan oksigen dan udara sehingga mengubah fenolik menjadi metanin yang berwarna coklat. Proses pembuatan asam sunti dengan cara dijemur dibawah sinar matahari menyebabkan produk kontak langsung dengan oksigen dan udara sehingga kecerahan dari produk asam sunti kontrol lebih rendah daripada asam sunti hasil penelitian. Asam sunti hasil penelitian mempunyai kisaran nilai a 0.04-0.96. Nilai a asam sunti terendah diperoleh dari buah belimbing wuluh setengah matang dengan suhu pengeringan 65°C selama 6 jam dan nilai a asam sunti tertinggi 10 20 30 40 50 60 50 C 65 C 80 C K e c e r ah an N il ai L Suhu Pengeringan C Belum Matang Setengah Matang Matang diperoleh dari buah belimbing wuluh matang penuh dengan suhu pengeringan 80°C selama 3 jam Gambar 13. Peningkatan nilai a menunjukkan berkurangnya warna hijau sehingga warnanya menjadi gelap atau kecoklatan. Gambar 13. Perbandingan nilai a asam sunti berdasarkan tingkat kematangan buah dan suhu pengeringan Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadinya variasi nilai a positif pengurangan warna hijau pada produk asam sunti yang dihasilkan. Hal ini mungkin disebabkan karena berbedanya waktu lama pengeringan pada tiga tingkat kematangan buah belimbing wuluh dan suhu pengeringan yang dilakukan. Nilai b produk asam sunti yang dihasilkan berkisar antara 25.74- 29.64. Nilai b tertinggi terdapat pada produk asam sunti yang dibuat dari belimbing wuluh matang pada suhu pengeringan 80°C selama 3 jam dan nilai b asam sunti terendah dari buah belimbing wuluh yang belum matang dengan suhu pengeringan 65°C selama 7 jam Gambar 14. Nilai b asam sunti tradisional yaitu 15.55 yang nilainya lebih rendah dibandingkan asam sunti hasil penelitian. Rendahnya nilai b asam sunti kontrol menunjukkan semakin berkurangnya warna kuning. Asam sunti kontrol yang di datangkan dari Aceh berwarna coklat tua, sedangkan asam sunti hasil penelitian berwarna coklat agak kekuningan. Gambar 14. Perbandingan nilai b asam sunti berdasarkan tingkat kematangan buah dan suhu pengeringan 0.2 0.4 0.6 0.8 1 50 C 65 C 80 C N il ai a Suhu Pengeringan C Belum Matang Setengah Matang Matang 10 20 30 50 C 65 C 80 C N il ai b Suhu Pengeringan C Belum Matang Setengah Matang Matang Dari grafik di atas terlihat bahwa semakin matang buah dan semakin tinggi suhu pengeringan maka nilai b produk asam sunti semakin tinggi karena waktu yang diperlukan untuk mengeringkan bahan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan suhu rendah sehingga warna kuningnya masih dapat dipertahankan. Dari hasil analisis sidik ragam nilai L, a, dan b Lampiran 10, 12 dan 13, terlihat bahwa perlakuan tingkat kematangan buah belimbing wuluh memberikan pengaruh yang nyata P0.05 terhadap nilai L atau kecerahan asam sunti yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Dari hasil uji Duncan untuk nilai L Lampiran 11, memperlihatkan bahwa buah belimbing wuluh setengah matang tidak berbeda nyata dengan buah belimbing wuluh yang belum matang dan buah belimbing wuluh matang akan tetapi buah belimbing wuluh yang belum matang terlihat berbeda nyata dengan buah belimbing wuluh yang sudah matang. Suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata P0.05 terhadap nilai kecerahan L produk asam sunti yang dihasilkan. Sedangkan perlakuan tingkat kematangan buah belimbing wuluh, suhu pengeringan serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata P0.05 terhadap nilai a dan nilai b produk asam sunti yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji kesukaan panelis terhadap warna produk asam sunti hasil penelitian maupun asam sunti lokal masih disukai. Warna asam sunti yang dihasilkan nantinya akan mempengaruhi warna dari suatu masakan. Karena asam sunti ini akan dijadikan ke dalam produk bubuk, maka akan sangat mempengaruhi warna dari bubuk yang akan dihasilkan. Dari hasil pengamatan kecerahan warna asam sunti, diperkirakan asam sunti hasil penelitian akan menghasilkan ekstrak yang lebih cerah warnanya daripada asam sunti lokal. Sehingga warna bubuk asam sunti hasil penelitian juga akan lebih cerah daripada warna bubuk dari asam sunti lokal. Berdasarkan hasil beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk produk bubuk, warna yang diinginkan adalah tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat bubuk. Pada penelitian yang dilakukan oleh kumalasari 2001, warna yang disukai untuk minuman madu bubuk adalah warna madu yang lebih kuat dan warna putih yang lebih lemah. Hal ini menandakan bahwa warna bubuk madu yang putih tidak disukai. Pada produk minuman instan sari kurma, warna coklat transparan lebih disukai daripada yang berwarna putih Bahctiar, 2011. Sedangkan pada produk bubuk konsentrat pala, warna yang disukai adalah warna putih Mulia, 1998. Warna suatu produk merupakan parameter awal yang akan dilihat oleh konsumen, oleh sebab itu warna yang diharapkan dari suatu produk tergantung dari preferensin konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Berdasarkan kebiasaan yang ada, masyarakat Aceh menyukai asam sunti yang berwarna coklat.

4.2.1.7. Uji Organoleptik Asam Sunti