Pada proses pengolahan asam sunti semi basah menjadi bubuk asam sunti dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu proses pengecilan ukuran
blender, pemerasan, pencampuran dan pengadukan, serta pengeringan dengan menggunakan spray dryer. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses tersebut
adalah 1 orang yang membutuhkan waktu 65 menit untuk melakukan kegiatan pengolahan ½ kg asam sunti menjadi bubuk yang setara dengan 0.14 HOK bila
diasumsikan 1 hari kerja adalah 8 jam. Upah tenaga kerja per HOK diasumsikan Rp 20000, maka untuk 1 kg bahan baku yang diolah tenaga kerja mendapatkan
upah sebesar 2800kg. Dalam proses pengolahan bubuk asam sunti tidak terlepas dari bahan penunjang lainnya seperti dekstrin, air dan biaya sewa alat sebagai
sumbangan input lain terhadap proses pengolahan sebesar Rp 12240 untuk 1 kg bahan baku. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 80. Hasil
perhitungan nilai tambah disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Bubuk Asam Sunti
Variabel Nilai
I. Output, Input dan Harga
1. Output Kg 0.1640
2. Input Kg 0.5000
3. Tenaga Kerja HOK 0.1400
4. Faktor Konversi 0.3280
5. Koefisien Tenaga Kerja 0.2800
6. Harga Output RpKg 126000
7. Upah Tenaga Kerja Langsung RpHOK 2800
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku RpKg 17500
9. Sumbangan Input Lain RpKg 12240
10. Nilai Output 41328
11. a. Nilai Tambah RpKg 11588
b. Rasio Nilai Tambah 28.0391
12. a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung RpKg 784
b. Pangsa Tenaga Kerja 6.7656
13. a. Keuntungan RpKg 10804
b. Tingkat Keuntungan 93.2344
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14. Marjin RpKg 23828
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung 3.2902
b. Sumbangan Input Lain 51.3681
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan 45.3416
Nilai tambah yang diperoleh pada pengolahan asam sunti semi basah menjadi bubuk asam sunti dapat dilihat pada tabel 7. Produksi bubuk untuk satu
kali proses sebesar 0.164 kg, yang dihasilkan dari 0.500 kg asam sunti semi basah. Sehingga faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0.33 karena disebabkan
adanya penambahan bahan penolong seperti dekstrin dan air. Persentase yang diperoleh dari sumbangan input lain terhadap marjin adalah sebesar 51.37,
sedangkan persentase keuntungan bagi pemilik usaha yaitu 45.34. Marjin yang didistribusikan untuk sumbangan input lain merupakan bagian terbesar bila
dibandingkan dengan pendapatan tenaga kerja langsung dan keuntungan pemilik usaha. Hal ini disebabkan penggunaan alat pengering merupakan komponen
utama pada sumbangan input lain yaitu sebesar 61 Rp 7500 dari Rp 12240. Persentase sumbangan input lain yang lebih besar mengindikasikan bahwa
penggunaan alat pengering berperan dalam proses produksi yang dilakukan. Rasio nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan bubuk yaitu 28.04, maka
dapat dikategorikan bahwa proses produksi bubuk asam sunti juga memiliki nilai tambah yang sedang Sari, 2011.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada kedua produk tersebut, terlihat bahwa rasio nilai tambah dari pengolahan belimbing wuluh menjadi asam
sunti semi basah lebih besar dibandingkan dengan rasio nilai tambah pengolahan asam sunti menjadi bubuk. Hal ini disebabkan rendemen yang dihasilkan untuk
produk asam sunti lebih tinggi dibandingkan dengan produk bubuk. Tetapi kedua proses produksi dapat dilakukan karena masih memiliki keuntungan bagi pelaku
usaha walaupun nilai tambah yang dihasilkan berkategori sedang rasio nilai tambah 15 - 40.
V. KESIMPULAN DAN SARAN