Penelitian Pendahuluan Tahap Kedua

pengeringan maupun kadar air akhir produk yang dihasilkan. Buah yang belum matang umumnya membutuhkan waktu pengeringan lebih lama dibandingkan dengan buah yang sudah matang. Hal ini disebabkan kandungan air pada buah yang belum matang lebih banyak dalam bentuk air terikat, sementara pada buah yang matang lebih banyak dalam bentuk air bebas. Air bebas lebih cepat untuk diuapkan dari jaringan buah dibandingkan air terikat. Hasil pengukuran kekerasan buah menunjukkan bahwa buah yang belum matang nilai kekerasannya lebih tinggi dibanding dengan buah setengah matang dan matang, sementara antara buah setengah matang dan matang perbedaan nilai kekerasannya kecil. Kandungan pektin di dalam buah mempengaruhi kekerasan tekstur buah tersebut. Selama proses pematangan buah, terjadi perubahan komponen pektin, dari bentuk pektin tidak larut menjadi larut sehingga tekstur buah menjadi lunak. Kekerasan buah belimbing wuluh diduga akan berpengaruh terhadap tekstur asam sunti yang dihasilkan. Asam sunti merupakan produk bumbu yang diharapkan rasa asamnya, sehingga kandungan awal total asam dalam buah belimbing wuluh akan berpengaruh terhadap kandungan atau rasa asam dari asam sunti yang dihasilkan. Berbeda dengan rasa asam yang diharapkan tinggi, maka kandungan asam oksalat diupayakan untuk serendah mungkin karena sifat asam oksalat yang mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan tubuh bila dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka panjang. Buah yang belum matang muda memiliki total asam dan asam oksalat yang lebih tinggi daripada buah yang telah matang. Hal ini disebabkan pada buah muda banyak mengandung asam-asam organik dimana selama proses pematangan buah, kandungan asam organik ini akan menurun. Data total asam dan asam oksalat diperlukan dalam pembuatan asam sunti karena merupakan salah satu parameter mutu dari asam sunti yang akan dihasilkan.

4.1.2. Penelitian Pendahuluan Tahap Kedua

Penelitian pendahuluan tahap kedua dilakukan untuk mengetahui dan menentukan lama waktu pengeringan buah belimbing wuluh dengan tiga tingkat kematangan dan suhu pengeringan yang berbeda. Parameter yang digunakan untuk menetapkan lama pengeringan adalah kadar air akhir buah belimbing wuluh nilainya mendekati dengan kadar air dari asam sunti kontrol produk asam sunti lokal dari Aceh. Pemilihan kadar air yang sesuai dengan kadar air kontrol dikarenakan produk asam sunti dari Aceh kontrol merupakan produk yang selama ini disukai dan digunakan oleh masyarakat Aceh. Data kadar air dan lama waktu pengeringan hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan data tersebut ditetapkan lama waktu pengeringan pada tiga tingkat kematangan buah belimbing wuluh dan tiga tingkat suhu pengeringan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar air dan waktu lama pengeringan belimbing wuluh untuk tiga tingkat kematangan buah Tingkat Kematangan Belimbing Wuluh Suhu Pengeringan °C Lama Pegeringan Jam Kadar Air Belum Matang Hijau 50 9 72.45 65 7 72.39 80 5 73.93 Setengah Matang Hijau:Kuning 50 8 73.37 65 6 72.28 80 4 73.08 Matang Penuh Kuning 50 7 73.73 65 5 72.66 80 3 72.79 Kontrol - - 71.99 Penetapan lama waktu pengeringan didasarkan pada kadar air yang mendekati kadar air kontrol, walaupun beberapa kadar air akhir relatif lebih tinggi dari kadar air kontrol. Penetapan tersebut dikarenakan bila diperpanjang lama pengeringan akan menyebabkan kadar air akhir buah belimbing wuluh lebih rendah dari kadar air kontrol. Lama waktu pengeringan yang dihasilkan pada tahap ini, akan digunakan dalam proses pembuatan asam sunti. Kombinasi tingkat kematangan buah dan suhu pengering dengan lama waktu pengeringan yang telah ditetapkan, menjadi perlakuan untuk menghasilkan asam sunti. Asam sunti dengan mutu terbaik, akan dipilih untuk diolah menjadi bubuk. Adapun parameter yang digunakan untuk membandingkan mutu asam sunti yang dihasilkan adalah rendemen, kadar air, pH, total asam, asam oksalat, warna dan uji terhadap preferensi konsumen menggunakan uji organoletik yang meliputi penilaian terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur dari asam sunti yang dihasilkan.

4.2. Penelitian Utama