menggunakan larutan garam pada bahan yang akan direndam. Pada pembuatan asam sunti biasanya dilakukan penggaraman dengan cara kering dan konsentrasi
garam yang ditambahkan berkisar 10-20 dari berat buah belimbing wuluh.
2.5. Bubuk
Bubuk dan tepung biasanya dibedakan berdasarkan ukuran partikel. Bubuk merupakan produk yang mempunyai ukuran partikel lebih kasar dan dapat
melewati saringan berukuran 10-60 mesh. Sedangkan tepung mempunyai ukuran partikel yang lebih halus dan dapat disaring melalui saringan berukuran 100 mesh
Muchtadi, 1989 ; Winarno, 1993. Dalam proses pengolahan bahan pangan, pengayakan sering digunakan
untuk memisahkan campuran yang berbentuk butiran atau bubuk dalam suatu interval ukuran tertentu. Pada tepung hasil pengayakan dapat dicapai dengan 80
mesh, sedangkan pada bubuk adalah 60 mesh. Perbedaan mesh ini disebabkan karena bubuk masih dalam keadaan kasar, sedangkan tepung sudah dalam
keadaan halus sehingga mudah menembus pori-pori dari ayakan mesh yang memiliki lubang sesuai dengan jumlah mesh yang dihasilkan Mc Cabe et al.,
1994. Produk bubuk selain bentuknya yang menarik, saat ini juga sangat
diminati oleh masyarakat karena memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dalam penggunaan, umur simpannya panjang karena kadar air bahan rendah,
bubuk yang dihasilkan tidak menggumpal sehingga perlu digunakan kemasan yang kedap udara agar uap air dari lingkungan tidak masuk ke dalam kemasan,
dan tidak memakan banyak tempat untuk penyimpanannya. Penelitian untuk membuat produk bubuk dari komoditi hasil pertanian
telah banyak dilakukan antara lain yaitu pembuatan bubuk Spice Blend dari daging buah pala sebagai flavor, bubuk konsentrat kunyit, bubuk bawang putih,
bubuk cabe merah, bubuk pepaya terfermentasi, minuman bubuk jambu biji dan masih banyak lagi komoditi pertanian lainnya yang diproduksi dalam bentuk
bubuk.
2.6. Pengeringan
Pengeringan merupakan bagian penting dari proses penanganan pasca panen produk pertanian. Kadar air yang tinggi, membuat pertumbuhan
mikroorganisme sangat cepat yang akan mengakibatkan berbagai kerusakan baik secara fisik maupun kimia. Hal tersebut akan menyebabkan umur simpan produk
pertanian menjadi sangat pendek. Menurut Winarno 1993 pengeringan merupakan suatu cara untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandung melalui penggunaan energi panas.
Biasanya, kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Selama proses
pengeringan, air dalam bahan pangan akan dipindahkan ke permukaan bahan dan kemudian diuapkan jika RH kelembaban ruangan lebih rendah. Proses ini terjadi
hingga keseimbangan kadar air bahan dengan RH lingkungan tercapai Kuswanto, 2003.
Taib et al 1988 menyatakan bahwa parameter yang mempengaruhi kecepatan pengeringan antara lain adalah suhu, kelembaban, laju aliran udara,
kadar air bahan, jenis alat pengering dan bahan baku yang ditambahkan. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya proses pengeringan yang berlangsung.
Proses pengeringan akan berlangsung lebih lama dengan rendahnya suhu pengeringan. Namun, jika suhu terlalu tinggi maka bahan akan mengalami
kerusakan baik secara fisik maupun kimia. Kelembaban berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Jika kelembaban udara tinggi, proses pengeringan akan
berlangsung lama. Laju pengeringan akan konstan sampai kadar air bebas di permukaan telah hilang dan laju pengeluaran air makin lama makin berkurang.
Kadar air pada saat laju pengeringan berubah dari konstan ke pengeringan menurun disebut kadar air kritis Brooker et al., 1974.
Menurut Devahastin 2000, pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan pemberian panas ke bahan umpan basah. Panas yang diberikan
dapat disediakan melalui konveksi pengering langsung, medium pemanas yang dipakai biasanya udara panas atau gas-gas pembakaran ini kontak langsung
dengan bahan padat yang dikeringkan, kemudian terjadi difusi uap air dari dan di
dalam produk pangan. Konduksi tidak langsung, medium pemanas yang digunakan biasanya uap panas dan terpisah dari bahan padat yang akan
dikeringkan, radiasi atau secara volumetrik dengan menempatkan bahan basah tersebut dalam medan elektromagnetik gelombang mikro atau frekuensi radio.
Seluruh cara pengeringan kecuali gelombang mikro atau frekuensi radio, menyediakan panas pada batas objek yang dikeringkan sehingga panas berdifusi
ke dalam padatan dengan cara konduksi. Cairan harus bergerak ke batas bahan sebelum diangkut keluar oleh gas pembawa atau dengan penerapan vakum pada
pengeringan non konveksi. Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu dijemur, pengeringan buatan menggunakan alat pengering, dan pengeringan beku freeze drying. Pemilihan alat pengering disesuaikan dengan
sifat dan karakteristik bahan yang dikeringkan, bentuk produk akhir yang diinginkan, dan cara kerja mesin pengering Loesecke dalam Ginting, 2004.
Bahan pangan yang berbentuk padat umumnya dikeringkan dengan cabinet dryer, tray dryer, tunnel dryer, dan lain-lain. Bahan pangan yang berbentuk cair
dikeringkan dengan menggunakan spray dryer dan drum dryer.
2.6.1. Pengering Kabinet
Pengering kabinet terdiri dari suatu ruangan dimana rak-rak untuk produk yang dikeringkan dapat diletakkan di dalamnya. Di dalam pengering yang
berukuran besar tersebut, rak-rak pengering disusun di atas kereta untuk memudahkan penanganannya, sedangkan dalam unit yang berukuran kecil, rak-
rak pengering dapat disusun di atas suatu penyangga yang tetap di dalam pengering tersebut. Udara dihembuskan dengan menggunakan kipas angin melalui
suatu pemanas dan kemudian menembus rak-rak yang berisi bahan pangan yang dikeringkan.
Pengering kabinet biasanya merupakan pengering yang paling murah pembuatannya, mudah pemeliharaannya, dan sangat luwes penggunaannya. Pada
umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian-penelitian dehidrasi sayuran dan buah-buahan di dalam laboratorium, dan di dalam skala kecil serta digunakan
secara komersial Desrosier, 1988.
2.6.2. Pengering Kabut Spray Dryer
Proses pengeringan dengan spray dryer adalah suatu proses mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi. Menurut Suharto 1991,
spray dryer digunakan untuk mengeringkan bahan yang berbentuk larutan kental viscous serta berbentuk pasta cream. Biasanya produk yang diperoleh dari
mesin ini yaitu dalam pengolahan susu menjadi tepung, susu telur menjadi tepung telur maupun berbagai bahan lainnya. Prinsip pengeringan kabut ini cukup
sederhana, yang mana larutan disemprotkan menuju ke dalam ruang pengering. Cairan yang diatomisasikan menggunakan nozzle dan butiran air kontak secara
mendadak dengan udara panas dalam ruang pengering. Hasil evaporasi yang cepat mengandung suhu butiran yang rendah sehingga suhu pengering yang tinggal
dapat digunakan tanpa mempengaruhi produk. Waktu pengeringan yang sangat singkat memungkinkan spray dryer digunakan untuk produk-produk yang peka
terhadap panas dan menghasilkan produk berkualitas tinggi Widodo dan Budiharti, 2006.
Suhu inlet dan suhu outlet yang digunakan pada spray dryer tergantung dari bahan yang akan dikeringkan. Pola aliran udara, kelembaban,
suhu, aliran cairan dan pembentukan butiran merupakan variabel-variabel proses utama dari spray dryer. Menurut Singh dan Heldman 2001, keuntungan dari
penggunaan alat spray dryer adalah siklus pengeringan yang cepat, retensi dalam ruang pengeringan residence time singkat dan produk akhir siap dikemas ketika
selesai proses dengan kadar air bahan yang dihasilkan berkisar 3 hingga 5 dengan tekanan-tekanan nozzle sekitar 125 hingga 350 kgcm
2
122.58 hingga 343.23 bar Suharto, 1991. Residence time pada alat pengering semprot yaitu
antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan mempunyai ukuran 10-500 µ m Canovas dan Mercado, 1996. Oleh karena tuntutan produk, maka udarauap
yang masuk pun dipergunakan penyaring untuk membersihkan udara panas ke dalam ruang pengering. Tempat pengumpul hasil pengeringan berada pada bagian
paling bawah dari ruang pengering dan dikumpulkan dengan bantuan pengerok ataupun klep yang berputar. Pada sebagian tipe mesin yang lain, bahan kering
keluar dari ruang pengeringan bersama-sama dengan udara panasuap panas yang keluar Suharto, 1991.
Menurut Masters didalam Lindawati 1992, ada tiga elemen terpenting pada alat spray dryer yaitu atomizer, ruang pengering dan pengumpul
partikel-partikel kering yang dihasilkan. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang sangat tergantung dari sifat bahan yang akan
dikeringkan. Untuk buah-buahan, suhu pengeringan yang umum digunakan berkisar antara 135-180ºC.
Penelitian yang dilakukan Rahayu 1988, menghasilkan bubuk bawang putih terbaik yaitu produk cukup kering dengan aroma yang masih tajam
dengan menggunakan spray dryer pada kisaran suhu 160-170ºC dibandingkan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari, oven biasa Electric driyer
oven, cabinet dryer, dan oven vakum. Sedangkan pada penelitian Lindawati 1992, produk minuman bubuk jambu biji terbaik diperoleh pada penggunaan
suhu spray dryer180ºC dengan tekanan 4,8 kgcm
2
. Bila tekanan dinaikkan atau diturunkan akan diperoleh produk yang agak basah lengket.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Yulianto 2002, menyatakan bahwa suhu terbaik untuk mengeringkan gelatin tipe A dan tipe B dari kulit sapi
menggunakan spray dryer adalah suhu 170ºC dengan laju alir bahan 15 mlmenit. Karakteristik kedua jenis gelatin tersebut masuk dalam standar SNI yang berlaku.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sharief 2006, penggunaan spray dryer dengan suhu 180ºC, menghasilkan rendemen teh hijau instan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan suhu 120 dan 150ºC. Teh hijau instan yang dihasilkan bersifat mudah larut pada air panas.
2.7. Dekstrin
Young et al 1993 mengatakan bahwa untuk bahan-bahan yang akan menggunakan metode spray drying maka bahan penyalut yang digunakan harus
memperlihatkan kemampuan kelarutan yang tinggi dan memiliki kemampuan mengemulsi, dapat membentuk lapisan, kemampuan mengering dan menghasilkan
konsentrat larutan dengan viskositas yang rendah. Pada penggunaan spray dryer untuk mengenkapsulasikan bahan, maka bahan yang akan dilakukan atomisasi
sebelumnya harus dilarutkan terlebih dahulu bersama bahan pengenkapsulasinya, tetapi keduanya bersifat tidak saling melarutkan.
Senyawa yang paling sering digunakan untuk enkapsulasi adalah pati yang telah dimodifikasi oleh asam, basa dan enzim yang biasanya dipecah-pecah
sampai Dextrose Equivalent DE tertentu. Salah satu produk yang dihasilkan oleh degradasi pati yang memiliki viskositas rendah serta DE lebih kecil dari 20
yaitu dekstrin. Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati
secara tidak sempurna, sehingga dihasilkan zat dengan berat molekul yang lebih kecil dan larut dalam air. Acton 1976 menyatakan bahwa dekstrin mempunyai
rumus molekul C
6
H
10
O
5 n
dan struktur molekulnya lebih kecil dan bercabang dibandingkan pati. Menurut Shallenberger dan Birch 1975, struktur molekul
dekstrin berbentuk spiral sehingga molekul-molekul flavor akan terperangkap di dalam struktur “spiral helix”. Dengan demikian penambahan dekstrin dapat
menekan komponen volatil selama proses pengolahan. Dekstrin
merupakan campuran
dari banyak
jenis molekul
oligosakarida yang berbeda baik dalam ukuran maupun dalam derajat percabangannya. Perbedaan struktur molekul pati dengan dekstrin menyebabkan
terjadinya perbedaan sifat antara pati dan dekstrin tersebut. Dalam pembuatan dekstrin, rantai panjang pati mengalami pemutusan oleh suatu enzim atau
hidrolisa asam menjadi dekstrin dengan molekul yang lebih pendek, yaitu dengan 6-10 unit glukosa. Dengan berkurangnya panjang rantai, maka terjadi perubahan
sifat dimana pati yang tidak larut dalam air dingin menjadi dekstrin yang mudah larut Somaatmadja, 1970.
Fennema 1976 mengatakan bahwa dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah, karena itu pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih
diijinkan. Hal ini sangat menguntungkan apabila pemakaian dekstrin sebagai bahan pengisi filler karena dapat meningkatkan berat produk yang dihasilkan
dalam bentuk bubuk. Penambahan dekstrin tidak meningkatkan kekentalan secara berlebihan
sehingga dapat digunakan lebih banyak, tetapi konsentrasi dekstrin yang terlalu banyak dapat mengakibatkan warna produk menjadi pucat. Penambahan dekstrin
juga dapat meningkatkan rendemen serta mempermudah proses pengeringan. Penggunaan dekstrin sebagai bahan penyalut menghasilkan enkapsulasi vitamin,
flavor, lemak dan bahan-bahan lain, yang tidak mengkristal dan terbentuk penampakan yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitrotin et al 2008, menyatakan bahwa penambahan konsentrasi dekstrin 5 memberikan kualitas bubuk sari buah
tomat yang baik. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Murtala 1999, menyatakan bahwa penambahan dekstrin 10 menghasilkan kualitas bubuk sari
buah markisa yang baik secara fisik, kimia dan organoleptik. Adapun pada penelitian yang dilakukan oleh Lindawati 1992, menyatakan bahwa penambahan
konsentrasi dekstrin 9 memberikan hasil yang baik pada minuman bubuk jambu biji daripada penambahan konsentrasi dekstrin 17 yang menghasilkan
penampakan produk yang kurang baik.
2.8. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami