4.2.2.8. Perlakuan Terbaik Bubuk Asam Sunti
Berdasarkan dari hasil pengamatan pada penelitian utama tahap kedua, maka dilakukan pemilihan perlakuan terbaik yang didasarkanpada preferensi
konsumen terhadap produk bubuk yang dihasilkandengan mempertimbangkan parameter-parameter mutu lainnya. Hasil perlakuan terbaik yang diperoleh
mengacu pada banyaknya penerimaan keseluruhan panelis terhadap rasa, warna dan aroma produk bubuk yang diujikan dengan berbagai variasi perlakuan
dekstrin dan suhu pengeringan spray dryer. Dari penilaian keseluruhan baik panelis Aceh maupun panelis luar
Aceh terhadap produk bubuk dari asam sunti hasil penelitian, perlakuan dengan konsentrasi dekstrin 30 pada suhu pengeringan 180°C merupakan produk yang
mendapatkan respon lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Adapun nilai parameter dari perlakuan terbaik yang diperoleh yaitu rendemen
11.28, kadar air 5.14, pH 1.28, total asam 48.40, asam oksalat 6.10 dan kelarutan 96.47. Sedangkan pada uji hedonik, respon kesukaan panelis Aceh
terhadap produk bubuk dari asam sunti hasil penelitian yaitu nilai rasa 4.6, warna 4.6, aroma 5 dan penerimaan keseluruhan memperoleh nilai 4.9. Panelis luar Aceh
memberikan nilai kesukaan terhadap rasa, warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan pada produk bubuk dari asam sunti hasil penelitian yaitu berturut-
turut adalah 4.7, 4.6, 4.8 dan 4.7. Setelah dilakukan pengamatan pada nilai hasil analisis lainnya maka perlakuan terbaik dekstrin 30 dan suhu pengering 180°C
dari bubuk asam sunti hasil penelitian memiliki nilai yang tidak lebih rendah dari perlakuan lainnya dan masih dapat diterima oleh panelis Lampiran 77.
Pada produk bubuk asam sunti lokal, uji hedonik yang dilakukan oleh panelis Aceh dan panelis luar Aceh ternyata memberikan perbedaan terhadap nilai
kesukaan dari perlakuan proses pembuatan bubuk asam sunti lokal. Berdasarkan tingkat kesukaannya maka panelis Aceh memilih perlakuan dengan konsentrasi
dekstrin 30 pada suhu pengeringan 170°C D1S2 dan skor kesukaan dari parameter rasa, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan yaitu berturut-turut
adalah 4.8, 5.2, 5.1, 5.1. Sedangkan penerimaan panelis luar Aceh terhadap bubuk asam sunti lokal ada pada perlakuan dekstrin 50 pada suhu pengeringan 170°C
D3S2 dengan nilai kesukaan terhadap rasa, warna, aroma dan penerimaan keseluruhan yaitu bertutur-turut adalah 5.1, 5.3, 5.3, 5.3 Lampiran 78.
Adanya perbedaan preferensi konsumen terhadap perlakuan pada pembuatan bubuk asam sunti lokal, maka perlakuan terbaik yang dipilih adalah
dengan melihat parameter fisik dan kimia yang memiliki nilai sesuai dengan mutu yang nantinya diharapkan akan lebih baik. Dari pertimbangan yang ada, maka
perlakuan terbaik dipilih berdasarkan hasil uji hedonik panelis luar Aceh yaitu pada perlakuan dekstrin 30 dan suhu pengering 170°C D3S2. Hal ini sebabkan
parameter mutu lainnya seperti rendemen dan kelarutan yang lebih tinggi yaitu masing-masing 14.84 dan 82.80, kadar air, pH dan asam oksalat yang lebih
rendah yaitu masing-masing adalah 6.36, 1.27 dan 7.71. Sedangkan total asam yang diperoleh dari perlakuan D3S2 yaitu 61.16, walaupun lebih rendah
dari perlakuan D1S2 yaitu 61.92 tetapi tidak lebih rendah dari perlakuan lainnya, sehingga perlakuan D3S2 dapat dipilih menjadi perlakuan terbaik dari hasil
preferensi konsumen dan pertimbangan pada parameter mutu lainnya.
4.3. Nilai Tambah Produk Asam sunti Semi Basah dan Bubuk Asam Sunti
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan. Nilai tambah
dalam proses pengolahan buah belimbing wuluh menjadi produk asam sunti semi basah dan akhirnya menghasilkan bubuk asam sunti bertujuan untuk melihat
apakah produk ini memiliki nilai tambah, sehingga layak untuk diproduksi dalam skala yang lebih besar. Prosedur perhitungan nilai tambah yang dicari adalah
berdasarkan dari perlakuan terbaik asam sunti semi basah dan bubuk asam sunti yang dihasilkan, sehingga nantinya dapat diketahui apakah proses pengolahan dari
perlakuan yang terpilih memiliki nilai tambah baik terhadap bahan baku yang diolah atau faktor produksi lain yaitu tenaga kerja dan sumbangan input lain.
Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan asam sunti adalah buah belimbing wuluh yang dibeli dengan harga Rp 5000kg, sedangkan asam sunti
semi basah yang akan dijadikan dalam bentuk bubuk biasanya dijual dengan harga Rp 35000kg. Harga bahan baku merupakan salah satu faktor yang nantinya akan
mempengaruhi nilai tambah suatu aktifitas produksi. Tenaga kerja diukur berdasarkan standar Hari Orang Kerja HOK yaitu delapan jam perhari yang