Kerangka Pemikiran Operasional KERANGKA PEMIKIRAN

34

3.1.7.3. Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi operasional dalam kegiatan tataniaga adalah dengan menghitung bagian yang diterima oleh petani farmer’s share. Farmer’s share merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. F armer’s share mempunyai nilai yang relatif rendah jika harga di tingkat konsumen akhir relatif lebih tinggi dibanding harga yang diterima oleh petani. Sebaliknya, farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh dibanding harga yang diterima oleh petani. Secara matematis, farmer’s share dihitung sebagai berikut Asmarantaka 2009: Keterangan: Fsi : Persentase yang Diterima Petani Pf : Harga di Tingkat Petani Pr : Harga di Tingkat Konsumen

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah satu sentra penghasil komoditi jamur tiram putih di Propinsi Jawa Barat. Tataniaga jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua, khususnya di Desa Kertawangi, melibatkan petani produsen jamur tiram putih dan lembaga-lembaga tataniaga dalam pendistribusian jamur tiram putih segar hingga mencapai tangan konsumen akhir. Salah satu permasalahan dalam tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi adalah adanya rendahnya harga di tingkat petani bila dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir dengan nilai marjin tataniaga sebesar Rp 5.000. Petani kecil tidak memiliki informasi pasar yang memadai dan aksesnya terhadap pasar pun terbatas. Sistem penjualan secara individual menjadikan petani tidak memiliki kekuatan tawar terhadap lembaga tataniaga. Hal tersebut Fsi = Pf X 100 Pr 35 menjadikan petani kecil hanya mampu menjadi penerima harga price taker bagi lembaga tataniaga jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Sifat produk jamur tiram putih segar yang mudah rusak dan tidak tahan lama, sedangkan konsumen menginginkan produk diterima dalam keadaan segar, maka petani harus dengan cepat memasarkan produknya. Satu-satunya cara pemasaran tercepat dan juga mudah adalah dengan menjual hasil produksi ke pedagang pengumpul, bandar atau lembaga tataniaga lainnya. Walaupun harga yang diberikan rendah, namun petani lebih memilihnya karena petani sangat bergantung pada lembaga tataniaga dalam memasarkan hasil produksi jamur tiram putihnya. Dengan demikian, peran lembaga tataniaga sangat dibutuhkan oleh petani. Hal ini menimbulkan pertanyaan, seperti apa kondisi sesungguhnya rantai tataniaga jamur tiram putih yang terjadi di Desa Kertawangi. Tiap lembaga tataniaga memiliki peranan masing-masing. Diperlukan analisis dan penelusuran seluruh lembaga tataniaga yang terlibat untuk melihat seberapa besar pengaruh keberadaan masing-masing lembaga tataniaga tersebut dalam menunjang proses tataniaga jamur tiram putih. Efisiensi tataniaga dapat dilihat melalui analisis struktur pasar, perilaku pasar, analisis saluran tataniaga, analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan atas biaya tataniaga. Dari hasil analisis marjin tataniaga yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga, dapat diketahui berapa besar biaya tataniaga yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga tataniaga jamur tiram putih yang terlibat. Untuk mengetahui berapa bagian perolehan petani dari hasil tataniaga, digunakan analisis farmer’s share dengan cara membandingkan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3. 36 Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Budidaya Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi 1. Keterbatasan informasi dan akses pasar menjadi kendala bagi petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi dalam memasarkan produknya, sehingga petani sangat bergantung pada lembaga tataniaga. 2. Rendahnya harga di tingkat petani bila dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir dengan nilai marjin tataniaga sebesar Rp 5.000. Diduga tataniaga jamur tiram putih belum efisien. Analisis Kualitatif : 1. Saluran dan Lembaga Tataniaga 2. Fungsi Tataniaga 3. Struktur dan Perilaku Pasar Analisis Kuantitatif : 1. Marjin Tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio Keuntungan Biaya Alternatif Saluran Tataniaga yang Efisien 37

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan bahwa Desa Kertawangi merupakan salah satu desa sentra budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Pengumpulan data di lokasi penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012.

4.2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan petani responden dan lembaga-lembaga tataniaga responden yang terlibat dalam proses tataniaga jamur tiram putih serta beberapa narasumber terkait. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, majalah, internet, penelitian terdahulu, jurnal, serta instansi terkait seperti Perpustakaan LSI IPB, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kantor Desa Kertawangi, dan sumber lainnya yang menunjang penelitian ini.

4.3. Metode Penentuan Responden

Pada penelitian ini digunakan dua kelompok responden, yaitu petani produsen dan pedagang lembaga tataniaga. Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja purposive dengan memanfaatkan informasi yang didapat dari beberapa narasumber yang merupakan pionir usaha pembudidayaan jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Penentuan lembaga tataniaga responden dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling, yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran dari produsen hingga mencapai tangan konsumen akhir berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani responden dan kemudian berlanjut menuju lembaga tataniaga responden yang dirujuk oleh petani