Tinjauan Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

18 iii Penambahan tenaga kerja iv Pencarian investor 2 Tahap Industri Kecil Lanjut Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap industri kecil awal. Setelah kebutuhan dana mencukupi, dan seluruh kekurangan telah dapat diatasi, maka dimulailah industri kecil lanjut yang ditargetkan untuk memiliki perijinan dan pembentukan badan usaha. Industri ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pekerja kasar di bagian produksi hingga profesional di bidang pemasaran, research and development , dan administrasi. Tahap industri kecil lanjut ini merupakan jembatan menuju berdirinya industri menengah nasional yang produksinya diperkirakan mencapai sekitar 100.000 bag log produksi per musim. Tahap industri kecil lanjut itu sendiri diharapkan mampu memproduksi hingga sembilan ton jamur per bulan. 3 Tahap Industri Menengah Nasional industri skala besar Secara umum, tahap industri menengah adalah perluasan dari industri kecil, mulai dari sistem produksi, kapasitas produksi hingga ekspansi distribusinya. Tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan ekspor. Tahap ini diharapkan mampu menyerap sedikitnya 50 orang tenaga kerja. Pada tahap industri menengah nasional ini jumlah bag log jamur tiram yang digunakan lebih dari 100.000 buah.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pengkajian tehadap penelitian terdahulu penting dilakukan untuk mendalami pemahaman terhadap metode analisis yang akan digunakan dan komoditi yang akan diteliti. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan usaha jamur tiram. Berikut merupakan hasil dari pengkajian beberapa penelitian terdahulu tentang komoditi jamur tiram putih. Nugraha 2006, melakukan penelitian tentang Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Propinsi Jawa Barat. Saluran pemasaran jamur tiram putih di Bogor melibatkan enam lembaga pemasaran, yaitu produsen, 19 pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pedagang pengecer dan supplier. Terdapat delapan saluran pemasaran jamur tiram putih di Bogor. Saluran pemasaran terpendek adalah antara produsen dan konsumen merupakan saluran dengan tingkat efisiensi tertinggi dengan farmer’s share mencapai 100 persen dan nilai marjin pemasarannya sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran terpanjang terdiri dari produsen – pengumpul - pedagang besar - pedagang menengah - pedagang pengecer – konsumen, merupakan saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah dengan nilai farmer’s share sebesar 52,38 persen dan nilai marjin pemasarannya sebesar 65,87 persen dari harga beli konsumen. Ruillah 2006, melakukan penelitian tentang Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Ruillah membagi petani sampel ke dalam tiga skala usaha, yaitu Skala I adalah petani yang memiliki luas kumbung kurang dari 76,5 m 2 . Skala II adalah petani dengan luas kumbung antara 76,5-135,5 m 2 . Skala III adalah petani dengan luas kumbung lebih dari 135,5 m 2 . Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai petani skala I paling besar dibanding skala II dan skala III, maka usahatani yang paling menguntungkan adalah usahatani skala I. Namun, usahatani skala III ternyata memiliki nilai RC rasio paling besar yaitu sebesar 3,75 maka usahatani jamur tiram putih skala III adalah yang paling efisien. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi jamur tiram putih adalah tenaga kerja, bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul dan gips. Usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi berada pada kondisi increasing return to scale atau berada pada tahap kenaikan hasil yang meningkat. Sari 2008, melakukan penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih pada skala usaha rata-rata 2.000 log pada kelompok tani Kaliwung Kalimuncar. Diketahui bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih adalah serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik dan cincin paralon. Nilai RC rasio atas biaya tunai sebesar 1,70 dan nilai RC 20 rasio atas biaya total sebesar 1,06. Saluran pemasaran di lokasi penelitian melibatkan petani-bandartengkulak-pasar-konsumen. Noviana 2011, melakukan penelitian tentang Analisis Tataniaga Jamur Tiram Putih Kasus Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pola pemasaran jamur tiram putih terdiri dari dua buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga I terdiri dari Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang BesarGrosir – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir. Saluran tataniaga II hanya terdiri dari Petani – Konsumen Akhir. Volume penjualan jamur tiram putih sebanyak 430 kg per harinya. Pasar tujuan akhir pemasaran adalah Pasar Induk Tangerang. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh kedua saluran tataniaga ini di masing-masing pelaku tataniaga dilakukan dengan sistem tunai. Penentuan harga beli di tingkat petani oleh pedagang pengumpul desa ditentukan oleh pedagang besar. Penentuan harga antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul desa sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi atau berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar. Penentuan harga antara pedagang besar dengan pedagang pengecer mengikuti mekanisme harga pasar yang berlaku saat itu. Untuk penentuan harga di saluran II, yaitu antara petani langsung dengan konsumen akhir, dilakukan dengan cara tawar-menawar hingga tercapai kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Menurut Noviana, struktur pasar yang terjadi antara petani jamur tiram putih dan pedagang pengumpul desa cenderung mengarah pada pasar monopsoni karena jumlah petani lebih banyak daripada jumlah pedagang pengumpul desa dan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar cenderung bersifat pasar monopsoni. Namun menurut penulis, struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dari sisi pembeli adalah struktur pasar oligopsoni murni, karena pedagang pengumpul desa dan pedagang besar masing-masing berjumlah lebih dari satu lembaga, walaupun tidak banyak. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer cenderung mengarah pada pasar persaingan murni. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir cenderung pada pasar persaingan murni. Rasio keuntungan tertinggi diraih oleh pedagang pengecer. 21 Saluran tataniaga yang lebih menguntungkan petani adalah saluran tataniaga II, yaitu petani langsung memasarkan produknya ke konsumen akhir. Risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha jamur tiram putih adalah akibat serangan hama sebesar 20,90 persen, akibat perubahan cuaca sebesar 17,90 persen, akibat teknologi sterilisasi sebesar 9,30 persen, akibat kurangnya keterampilan tenaga kerja sebesar 4,60 persen dan akibat teknologi inkubasi yang kurang tepat sebesar 7,10 persen. Serangan hama adalah faktor kegagalan terbesar pada usaha jamur tiram putih. Penelitian tentang risiko produksi tersebut dilakukan oleh Sumpena 2011 melalui penelitian berjudul Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di CV Mushroom Production House Kota Bogor, Jawa Barat. Dari hasil peninjauan terhadap penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa secara umum melalui perhitungan kuantitatif, pengusahaan jamur tiram di daerah Bogor, Cianjur dan Bandung sama-sama memberikan keuntungan terhadap petani pengusahanya. Peninjauan penelitian sebelumnya juga memberikan masukan dan informasi mengenai metode penelitian yang penulis gunakan. Pada dua penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu penelitian Nugraha 2006 dan Noviana 2011 dapat terlihat bahwa saluran tataniaga komoditas jamur tiram putih rata-rata melibatkan lebih dari dua lembaga tataniaga, artinya saluran tataniaga jamur tiram putih cukup panjang hingga akhirnya sampai ke tangan konsumen akhir. 22 Tabel 8. Hasil Penelitian Terdahulu No. Nama Tahun Judul Alat Analisis Hasil 1. Nugraha 2006 Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Propinsi Jawa Barat Analisis lembaga pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, RC rasio. Saluran pemasaran antara petani dan konsumen memiliki nilai efisiensi tertinggi 2. Ruillah 2006 Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Analisis pendapatan, analisis fungsi produksi Cobb- Douglas, RC rasio. Petani jamur tiram dengan skala usaha besar 135,5 m 2 adalah yang paling efisien bila dilihat dari Nilai RC rasio 3. Sari 2008 Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Analisis fungsi produksi Cobb- Douglas dan RC rasio. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih adalah serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik dan cincin paralon 4. Noviana 2011 Analisis Tataniaga Jamur Tiram Putih Kasus Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Analisis saluran tataniaga, fungsi- fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar, marjin tataniaga, farmer’s share, serta RC rasio Saluran pemasaran antara petani dan konsumen memiliki nilai efisiensi tertinggi 5. Sumpena 2011 Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di CV Mushroom Production House Bogor, Jawa Barat Analisis metode nilai standar Z- score dan Value at Risk VaR. Risiko produksi tertinggi pada usahatani jamur tiram putih disebabkan oleh serangan hama. 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah teori mengenai sistem tataniaga dan pendekatan-pendekatan analisis tataniaga seperti pendekatan komoditi, pendekatan lembaga dan saluran tataniaga, pendekatan fungsi tataniaga, pendekatan sistem dan struktur pasar, perilaku pasar, efisiensi tataniaga, marjin tataniaga, rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, dan farmer’s share.

3.1.1. Konsep Tataniaga Pertanian

Istilah tataniaga saat ini lebih dikenal dengan istilah pemasaran atau marketing. Definisi dari tataniaga pertanian adalah proses aliran pemasaran suatu komoditi pertanian dari tangan produsen ke pihak konsumen yang disertai dengan perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dengan melakukan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga, oleh karena itu tataniaga merupakan suatu kegiatan yang produktif Hanafiah dan Saefuddin 1983; Limbong dan Sitorus 1987; Sudiyono 2002. Hanafiah dan Saefuddin 1983 menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dari tataniaga, yaitu menyampaikan suatu produk dari produsen hingga ke tangan konsumen akhir, perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan konsentrasi, proses pengembangan equalisasi dan proses penyebaran dispersi. Proses konsentrasi merupakan tahap awal dari pergerakan arus tataniaga suatu barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar dapat disalurkan ke pasar- pasar eceran secara lebih efisien. Kemudian dilanjutkan dengan proses equalisasi, yaitu berupa tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran berdasarkan tempat, waktu, jumlah, dan kualitas. Tahap terakhir adalah proses dispersi dimana