Fase-fase Perkembangan Anak Kondisi Psikologis Anak

berhubungan dengan teman sebaya atau peer group . “SP” yang harus menerima kenyataan bahwa orang tuanya telah berpisah, ternyata memiliki masalah dalam berhubungan dengan temannya. “SP” menjelaskan bahwa ia hanya akan bermain dengan teman yang sudah ia dan mamanya kenal saja, sehingga “SP” tidak terlalu memiliki banyak teman: “Gue suka susah gitu kalo kenal sama orang baru. Engga tau kenapa ya kayanya tuh emang engga gampang buat deket sama orang baru. Gue kalo udah nyaman sama orang yaudah males buat kenal sama orang baru, mau itu pacar, mau temen sekolah. Jadi tuh dari jaman sekolah dulu harus ada barengannya yang emang udah kenal deket. Kaya kuliah nih ya, harus ada temen sekolah dari Jambi yang kuliah disini juga. Karena enggak gampang buat gue untuk kenal dan percaya sama orang baru. Makanya temen gue engga terlalu banyak.” 11 Hal senada juga diungkapkan oleh sahabat “SP” yang menyatakan bahwa “SP” memang tidak terlalu suka berhubungan dengan orang yang baru dikenal: “Sebenernya dia orangnya rame kalo udah kenal deket, tapi kalo sama orang baru ya agak susah juga deketnya, dia enggak gampang percayaan sama orang, apalagi orang yang baru dikenal. Butuh waktu lama buat kenal lebih deket lagi.” 12 Dari pernyataan diatas terlihat bahwa perceraian orang tua mempengaruhi fase pada perkembangan “SP”. “SP” tumbuh menjadi anak yang memiliki kesulitan ketika harus berinteraksi dengan orang yang baru dikenalnya dan menyebabkan “SP” yang merasa cukup meskipun tidak memiliki banyak teman. 11 Wawancara pribadi dengan “SP”. 12 Wawancara pribadi dengan sahabat “SP”. Tangerang, 11 Mei 2015. 3 Fase Perkembangan “AP” Usia “AP” ketika kedua orang tuanya bercerai adalah 40 hari. Usia yang masih sangat kecil bagi anak yang harus kehilangan kehangatan dari kedua orang tuanya. Seharusnya pada usia ini seorang anak mendapatkan rasa hangat dan nyaman serta cinta dan rasa aman dari orang tuanya. Karena “AP” tidak mendapatkan rasa hanyat, nyaman dan sebagainya dari sang ayah, ternyata berdampak pada perkembangannya. Menurut penuturan dari ibu “N”, “AP” tumbuh menjadi anak yang pendiam dan pemalu. “AP” juga memiliki rasa ketakutan yang besar ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Seperti dalam kutipan wawancara berikut: “Dia itu pendiem, pemalu, takut sama orang baru. Dia juga kalo ketemu sama orang baru rada takut, maunya deket- deket sama saya mulu, kan kadang saya yang jadi malu kalo lagi ada tamu dirumah.” 13 Karena “AP” memiliki sifat pendiam, ternyata “AP” sering menjadi korban bully oleh teman-teman di sekolahnya terdahulu. Ia sering kali ditarik rambutnya, dicubit pipinya, namun “AP” tidak pernah membalasnya. Seperti apa yang dijelaskan oleh ibu “N”: “Dia itu engga punya temen. Dia suka jadi korban bully di sekolahnya. Kalo di isengin temennya enggak pernah mau bales, makanya temennya seneng ngeledekin dia. Kadang dia suka ditarik-tarik rambutnya, dicubitin pipinya tapi dia enggak ngebales.” 14 13 Waw ancara pribadi dengan ibu “N”. 14 Wawancara pribadi dengan ibu “N”. Dari informasi diatas, dapat terlihat bahwa perceraian o rang tua mempengaruhi fase perkembangan pada “AP”, yaitu “AP” tumbuh menjadi anak pendiam, pemalu serta menjadi korban bully oleh temannya. 4 Fase Perkembangan “RP” Ketika orang tuanya bercerai, “RP” tengah berada di usia 13 tahun. dimana di usia tersebut setiap individu akan merasakan identitas yang melekat pada dirinya dan siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti. Seperti penuturan dari “RP” yang merasakan peran sebagai teman hidup dari ibunya. Seperti halnya memberikan dukungan kepada ibunya di dalam pekerjaan layaknya seorang suami yang mendukung istrinya dalam bekerja. Seperti yang penuturan dari “RP”: “Ya deket banget ya. Saking deketnya gue sama ibu, kadang gue ngerasa kalo gue ini punya peran ganda, jadi anak juga terus gantiin posisi bapak juga. Kaya ngasih dukungan kalo ibu kerja kan harusnya itu tugasnya bapak, belom lagi gue harus dengerin keluh kesahnya ibu. Gue jadi ngerasa engga kaya anak muda banget, soalnya gue punya peran sebagai bapak juga.” 15 Di usianya yang kini 24 tahun, ia harus berperan selayaknya seorang suami yang harus mendengarkan keluh kesah istrinya, dan memberikan dukungan kepada istrinya. Timbul pernyataan bahwa dirinya tidak merasa seperti anak muda. Dan saat ini “RP” merasakan kebingungan peran yang ia rasakan, namun hal tersbut tetap 15 Wawancara pribadi dengan “RP”. dijalaninya untuk menyesuaikan keadaan keluarga mereka yang sudah bercerai. Selain itu “RP” juga menuturkan bahwa dirinya pernah menderita gangguan kejiwaan yaitu pannic attacks. Kondisi tersebut disebabkan karena “RP” memiliki kecemasan yang tinggi dan kerap kali merasa ketakutan untuk melakukan sesuatu: “Beberapa bulan lalu gue dirujuk sama salah satu dokter untuk dateng ke psikiater. Dari gejala yang gue rasain kaya suka keringetan berlebih, lemes, rasa takut, cemas, akhirnya psikiater bilang kalo gue kena pannic attacks. Penyebabnya si karena imajinasi gue lebih kuat dari pada realitas, makanya gue takut ngapa- ngapain waktu itu.” 16 Ternyata dampak perceraian orang tua sangatlah dirasakan oleh “RP”. Ia harus berperan sebagai seseorang yang mendukung penuh ibunya layaknya seorang suami, dan “RP” juga harus mengalami salah satu dari gangguan kejiwaan yaitu pannic attacks. Dari hasil temuan di lapangan, ternyata perceraian memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap fase perkembangan anak, dimana orang tua yang seharusnya dapat memenuhi tumbuh kembang sang anak, namun dengan adanya perceraian maka akan ada suatu kondisi dimana sang anak tidak sempurna dalam melewati fase-fase perkembangan hidupnya.

b. Hubungan dengan Lingkungan Keluarga

Hubungan yang terjalin antara orang tua atau pengasuh dengan anak merupakan dasar bagi perkembangan sosialnya. Karena kasih sayang orang tua dan pengasuh merupakan kunci utama perkembangan 16 Wawancara pribadi dengan “RP”. sosial anak, dan memiliki penyusaian diri yang baik. Hal tersebut tidak terlepas dari gaya pengasuhan yang diterapkan kepada anak. 1 Hubungan “IA” dengan Keluarga Hubungan yang terjalin antara ibu “U” dengan “IA” sangatlah dekat. Sangat terlihat bagaimana “IA” sangat menyayangi mamanya seperti hasil dari observasi yang peneliti lakukan: Ketika di sela-sela wawancara peneliti dengan mamanya, sesekali “IA” memeluk dan mencium mamanya, serta meminta dipangku oleh mamanya dan “IA” juga sering kali bermanja-manja dengan mamanya. Namun saat itu ibu “U” tiba-tiba terbatuk-batuk, kemudian “IA” langsung memeluk dan mengatakan mama minum obat ya nanti sakit loh.” 17 Meskipun kedua orang tua “IA” telah bercerai, namun orang tua mereka berkomitmen untuk teta p membesarkan “IA” secara bersama- sama. Karena “IA” memiliki hak atas kasih sayang dari kedua orang tuanya, berikut pernyataan dari ibu “U”: “Gue sama papanya si masih suka jalan-jalan ngajak “IA”. Kan mau gimanapun dia juga butuh waktu buat maen sama papanya. Kadang juga dia nginepkan dirumah papanya. Biarpun gue kesel sama papanya tapi gue enggak pernah ada niatan untuk misahin dia sama papanya.” 18 Dari informasi diatas dapat dilihat bahwa meskipun perceraian telah terjadi diantara orang tua “IA” dan hak asuh jatuh kepada ibu “U”, namun ibu “U” dan mantan suaminya berkomitmen untuk tetap membesarkan “IA” secara bersama. Terlihat ketika mereka menghabiskan waktu luang untuk sekedar berjalan-jalan agar 17 Hasil observasi pribadi. Jakarta, 6 Mei 2015. 18 Wawancara pribadi dengan ibu “U”. “IA” tetap merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. 2 Hubungan “SP” dengan Keluarga Semenjak perceraian, ternyata kedua orang tua “SP” tidak menjalin komunikasi yang harmonis terlebih untuk membesarkan “SP” dan kakak laki-lakinya. “SP” yang merasakan bahwa setelah bercerai ayahnya sudah tidak mempedulikannya lagi dan lebih peduli kepada istri barunya. Bahkan jika “SP” datang berkunjung kerumah ayahnya di Jambi, ayahnya menyuruhnya untuk cepat pulang, seperti penuturannya sebagai berikut: “Ayah sama mama gue mah musuhan dah abis cerai. Kan abis cerai aja gue tinggal sama datuk gue, baru-baru ini aja gue tinggal sama mama. Gue juga kesel sama ayah gue, dia lebih sayang sama istrinya dari pada sama gue. Kalo gue lagi main kerumah ayah gue, tiba-tiba ayah gue kaya enggak suka sama gue, malah gue disuruh cepet-cepet pulang. Gue mah tau banget pasti otak ayah gue udah di cuci sama emak tiri gue .” 19 Berbeda dengan hubungan “SP” dengan mamanya. Ia sangat dekat dengan mamanya. Sejak kecil mamanya selalu memberikan apa yang dia inginkan seperti yang diungkapkannya: ”Dia selalu ngasih apa yang gue minta, waktu diajak ke dokter gigi misalnya, gue harus dikasih hadiah dulu baru gue mau pergi ke dokter gigi, dan kebawalah sampe sekarang. Jadi gue semangat kalo ngerjain apa-apa terus dikasih hadiah.” 20 Hal s erupa disampaikan pula oleh sahabat “SP” yang mengatakan bahwa “SP” memang terbiasa untuk diberikan sesuatu 19 Wawancara pribadi dengan “SP”. 20 Wawancara pribadi dengan “SP”.