Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

kehidupan perkawinan dan ternyata tidak ada jalan lagi kecuali dengan perceraian antara suami isteri. 5 Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Fenomena perceraian cukup meningkat akhir-akhir ini. Baik dari kalangan artis maupun masyarakat biasa. Dalam sebuah rumah tangga pasti tidak akan terlepas dari masalah. Masalah dalam rumah tangga itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokkan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan perceraian. Perceraian pada dasarnya merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki oleh pasangan suami isteri yang sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian merupakan kondisi dari penyesuaian perkawinan yang buruk dan terjadi bila antara suami isteri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. 6 Seperti yang kita ketahui fenomena perceraian kini banyak terjadi. Usia pernikahan yang baru sebentar rentan terhadap konflik yang berujung perpisahan. Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengakui bahwa angka perceraian hingga saat ini masih tetap tinggi. Berdasar data Peradilan Agama PA secara nasional angka perceraian pada 2010 mencapai 314.354 pada tingkat pertama. Sementara berdasar bidangnya, jumlah perceraian mencapai 284.379, yakni cerai gugat mendominasi mencapai 190.280 dan cerai talak sebanyak 94.009, dikutip dari merdeka.com. 7 5 Jamil Latif, “Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia”, cet. 2, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, h. 30. 6 Elizabeth B. Hurlock, “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”, cet. 5 Jakarta: Erlangga, 1993, h. 307. 7 http:www.vemale.comrelationshipkeluarga31001-fenomena-perceraian-di- indonesia-ternyata-inilah-penyebabnya.html , diakses pada 18 Febuari 2015. Selain itu faktor lain yang dapat memicu perceraian, diantaranya perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga. Selain faktor ekonomi yang menjadi alasan pertama para suami isteri memutuskan untuk bercerai, ternyata perselingkuhan menduduki peringkat kedua sebagai alasan untuk melakukan perceraian. Menurut data yang ada Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kemenag, Nasaruddin Umar mengakui bahwa penyebab perkawinan itu bermacam-macam. Penelitian yang dilakukan pihaknya, ada 14 faktor penyebab perceraian. Perceraian yang disebabkan perselingkuhan menaik dari sebelumnya. Di urutan pertama ada ekonomi sebagai pemicu perceraian, di urutan kedua, pemicu perceraian adalah perselingkuhan sebanyak 20.199 kasus. Jawa Timur menempati urutan tertinggi dengan 7.172 kasus, menyusul Jawa Barat sebanyak 3.650 kasus dan posisi ketiga ditempati Jawa Tengah sebanyak 2.503. Sedangkan di DKI Jakarta sebanyak 1.158 perceraian disebabkan perselingkuhan. 8 Banyak pemberitaan di media baik cetak maupun elektronik yang memaparkan berbagai faktor-faktor mengenai perceraian yang sering kita lihat sehari-hari. Seperti halnya perceraian yang diakibatkan oleh faktor kekerasan atau biasa disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Kekerasan Rumah Tangga KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga, tetapi 8 http:www.kemenag.go.idindex.php?a=beritaid=85348 , diakses pada 28 Febuari, 2015. umumnya masyarakat masih banyak mengartikan bahwa KDRT itu hanya semata kekerasan fisik. 9 Banyak pasangan suami isteri yang memutuskan untuk melakukan perceraian karena adanya indikasi kekerasan yang dirasakan oleh salah satu pihak, biasanya isteri yang menjadi korban KDRT. Banyak isteri yang mengalami luka- luka, kecacatan, bahkan banyak kasus KDRT yang berujung pada kematian karena mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, hal tersebut bisa disebabkan karena emosi yang tinggi, pertengkaran yang hebat dan sulit untuk menemukan jalan keluarnya bahkan banyak juga isteri tersebut mengetahui suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain. Seringkali perceraian orang tua membuat anak menjadi korbannya. Dampak yang ditimbulkan dari perceraian orang tua ternyata sangat berpengaruh pada kehidupan anak. Banyak kita lihat dan bahkan kita rasakan bahwa perceraian menjadikan pintu masuk kenakalan para remaja. Dampak dari perceraian orang tua terhadap anak akan mempengaruhi segala aspek kehidupan anak, seperti aspek biologis atau fisik, psikologi, sosial, dan spiritual. Sebuah penelitian yang dilakukan Norwegian Institute of Public Health dan The University of Olso, mempelajari 3.166 siswa kelas tiga untuk memastikan apakah status pernikahan orang tua mempengaruhi gaya dan nafsu makan anak-anak. hasilnya anak dengan orang tua bercerai memiliki berat badan yang berlebih atau gemuk dibandingkan dengan anak yang tumbuh dengan orang tua yang tidak bercerai. Penelitian juga menemukan, anak lelaki dengan orang tua 9 http:www.pa-bantul.go.idartikel87-kdrt-pada-anak-sebagai-alasan-perceraian.html , diakses pada 18 Febuari 2015. bercerai lebih beresiko mengalami obesitas. 10 Selain itu terjadi dalam beberapa kasus, anak yang orang tuanya bercerai menjadi lebih mudah terserang penyakit yang diakibatkan dari trauma psikologis akibat dari perceraian orangtuanya. Secara psikologis anak yang orang tuanya bercerai akan mengalami kesedihan, merasa bersalah atas perpisahan orang tuanya, anak merasa kesepian, kehilangan kasih sayang, depresi bahkan frustasi. Menurut psikolog sekaligus pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, perceraian membuat anak merasa sedih, dan tidak lengkap. “Mereka cenderung menjadi tidak bersemangat, gelisah, bingung, dan sebaginya.” 11 Dampak dari trauma psikologis ternyata akan berpengaruh terhadap aspek sosisal. Menurut sebuah studi di tahun 2011, American Sociological Review, dampak negatif sosial pada anak-anak yang diakibatkan oleh perceraian orang tua, umunya dimulai ketika proses perceraian itu dimulai. Kesedihan, kesepian, kecemasan, masalah perilaku dan berkurangnya harga diri cenderung dialami oleh anak. Anak-anak dalam penelitian itu, dikatakan menjadi sosok yang tidak percaya diri di hadapan teman-temannya, kemampuan belajarnya berkurang, begitu juga dengan keterampilan sosial interpersonalnya. Saat proses perceraian selesai, anak akan “terpaksa” pindah dari lingkungannya karena harus mengikuti salah satu dari orangtuanya. Lingkungan anak yang sebelumnya sudah sangat akrab dengannya akan terputus. 12 10 “Perceraian Picu Anak Obesitas”, Warta Kota, 14 September 2014, h. 5. 11 http:m.life.viva.co.idnewsread394141-dampak-perceraian-orangtua-terhadap- psikologis-anak , diakses pada 9 Maret 2015. 12 Perceraian Sebabkan Perkembangan Sosial Anak Terganggu, http:tabloidnova.comKeluarga?PasanganPerceraian-Sebabkan-Perkembangan-Sosial-Anak- Terganggu , diakses pada 29 Juli 2015. Perceraian orang tua sangatlah berdampak negatif bagi anak-anak. Dampak tersebut tidak hanya berasal disaat perceraian orang tua saja, tetapi dampak tersebut juga dirasakan anak sejak sebelum perceraian dan setelah perceraian. Sebelum perceraian orang tuanya, seorang anak biasanya akan menyalahkan dirinya dan merasa bahwa dia adalah penyebab dari perceraian orangtuanya. Dan ketika orangtua telah berpisah, ia akan merasa kehilangan sosok atau figur seorang ayah atau ibu yang sekarang sudah tidak bersama lagi. Biopsikososial dan spiritual adalah alat assesmen yang digunakan oleh para pekerja sosial untuk melakukan intervensi terhadap seseorang yang biasa dikenal dengan klien. Biopsikososial menekankan bagaimana pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, psikologis serta spiritual terhadap berkembangnya masalah-masalah individu dari berbagai segi usia. 13 Oleh karena itu, menarik untuk meneliti dampak perceraian orang tua bagi anak dengan judul ”Dampak Biopsikososial dan Spiritual Anak Korban Perceraian Orang Tua Studi kasus pada perceraian yang diakibatkan oleh perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga”. Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca terlebih tentang dampak yang dihadapi oleh anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya meliputi aspek kesehatan, psikologis, sosial dan spiritualnya. Selain itu skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pasangan suami isteri yang sedang dalam proses perceraian atau sudah menjalani proses perceraian, seyogyanya memperhatikan dan mempersiapkan suatu perceraian dengan baik terutama bagi anak, dimulai dari memberikan pengertian pada anak 13 John W. Santrock, Remaja, Jakarta:Erlangga, 2007, h. 233. bahwa akan adanya sebuah perpisahan antara ayah dan ibu. Selain itu orang tua juga harus tetap bertanggung jawab kepada anak-anak mereka, agar anak tersebut tidak merasa kehilangan meskipun ada sebuah perpisahan. Dan bagi para calon pasangan suami isteri yang akan menikah diharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi tentang dampak perceraian orang tua yang dirasakan oleh anak. Perceraian sangat mahal harganya, hal ini berarti banyak hal yang harus dibayar karena begitu banyak konsekuensi negatif yang menjadi resiko perceraian, terutama bagi anak-anak dari hasil perkawinan tersebut, karena menikah bukan hanya sebagai kesenangan semata, namun banyak tanggung jawab yang harus diemban oleh suami dan isteri terlebih ketika mereka telah dikaruniai seorang anak.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

A. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, maka penulis memfokuskan hanya pada ”Dampak Biopsikososial dan Spiritual Korban Perceraian Orang Tua Studi Kasus Pada Perceraian yang Diakibatkan oleh Perselingkuhan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana dampak biopsikososial dan spiritual anak korban perceraian orang tua? 2. Bagaimana pola pengasuhan orang tua kepada anak pasca perceraian?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menggambarkan kondisi biopsikososial dan spiritual anak korban perceraian orang tua. 2. Untuk mengetahui pola pengasuhan orang tua kepada anak pasca perceraian orang tua.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

1 Memberikan sumbangan pengembangan pengetahuan bagi kompetensi pekerjaan sosial yang berkaitan dengan Biopsikososial pada anak sebagai korban perceraian orang tua.

2. Manfaat Praktis

1 Memberikan masukan dan saran kepada orang tua tentang dampak perceraian terhadap Biopsikososial anak. menjadikan suatu rekomendasi kepada calon pasangan suami isteri yang akan menikah tentang dampak perceraian kepada anak. Serta bagi para suami isteri yang telah memutuskan untuk memilih bercerai, agar lebih memperhatikan dan mempersiapkan kehidupan anak-anak pasca perceraian. 2 Untuk masyarakat yang belum menikah, agar mempersiapkan suatu pernikahan secara matang baik dari segi emosional dan ekonomi agar kelak tidak terjadi perceraian, karena perceraian sangat mahal harganya bagi anak.

E. Metodelogi Penelitian

Metode Penelitian merupakan suat proses yang harus dilalui dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Metode penelitian ini kemudian dibagi menjadi:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan Tailor dalam bukunya sebagaimana di kutip oleh Lexy J.Moleong, metodelogi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendapat ini diartikan pada latar dan individu secara holistic utuh. Peneliti tidak boleh mengisolasikan inividu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu gambaran sebagai dari suatu keutuhan. 14 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam setting dan konteks naturalnya bukan di dalam laboratorium dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati. 15

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus case study. Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu “kesatuan sistem”. 14 Dr. Lexy J.moleong, “Metodelogi Penelitian Kualitatif”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, h.3. 15 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, Jakarta: PT. Indeks, 2012, h.7.