bahwa “AP” tidak dapat menyesuaikan diri seperti anak lainnya lihat bab 4, h. 88. Dari hasil temuan lapangan tersebut, dapat terlihat
bagaimana orang tua menerpkan pola pengasuhan kepada anaknya berdasarkan dari status sosial ekonomi yang berbeda seperti yang
dijelaskan leh Hoff, Laursen Tardif pada bab 2 h. 49.
3 Aspek Spiritual
Berdasarkan hasil temuan lapangan, ternyata anak yang orang tuanya bercerai tumbuh menjadi anak yang lebih religius.
Seperti yang dirasakan oleh “RP”, ketika ia sakit, ia mengakui bahwa saat itu dirinya tidak pernah menjalankan ibadah lihat bab 4, h. 92,
dan saat ini sedang mulai mendekatkan diri kepada Allah atas kesembuhan dirinya serta “SP” yang saat ini sedang mendekatkan diri
kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dalam mengerjakan tugas akhirnya lihat bab 4, h. 91. Hal tersebut menandakan bahwa
mereka meyakini adanya kekuatan lain diluar kekuatan dirinya sehingga mereka akan menjadi pribadi yang mampu membedakan
baik-buruk, benar-salah berdasarkan pengalaman hidup mereka seperti yang dijelaskan pada bab 2 h. 50
2. Pola Asuh Orang Tua
a. Jenis Pola asuh
Jenis pola asuh yang digunakan orang tua mayoritas adalah pengasuhan otoritarian. Berdasarkan hasil temuan dilapangan dua dari
empat orang tua memilih untuk menggunakan pola pengasuhan terebut. Dampak dari pola pengasuhan tersebut adalah seorang anak akan
mengalami ketakutan, selain itu kecemasan seperti yang dirasakan oleh “RP” lihat bab 4, h. 75, tidak memiliki kepercayaan diri serta memiliki
kemampuan komunikasi yang rendah seperti yang dialami oleh “AP” yang memiliki sifat pendiam lihat bab 4, h. 73. Kemudian satu orang tua
memilih menggunakan pola pengasuhan dengan jenis otoratif atau biasa dikenal dengan pola asuh demokratis. Dampak dari pola asuh ini adalah
anak akan memiliki perilau yang kompeten secara sosial, dapat mengendalikan diri, mandiri serta mampu berinteraksi dengan orang dewasa
seperti yang nampak pada diri “IA” lihat bab 4, h, 93. Dan orang tua terakhir lebih menekankan pada pola pengasuhan yang menuruti. Dampak
dari pola asuh ini adalah akan membuat anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya dan selalu berharap mendapatkan apa yang dia
inginkan seperti yang dialami oleh “SP” yang sejak kecil selalu mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dan hal tersebut terbawa hingga ia
dewasa lihat bab 4, h. 94. Ia akan lebih termotivasi dalam melakukan sesuatu hal jika sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Ketiga jenis pola
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dapat dilihat pada bab 2 h. 26.
b. Kelekatan
Ketiga anak yangorang tuanya bercerai, ternyata tidak memiliki kelekatan dengan ayah mereka setelah perceraian. Hal tersebut disebabkan
oleh hubungan kedua orang tua mereka yang tidak lagi harmonis. Seperti yang dirasakan oleh salah satu informan, yaitu “AP” yang baru merasakan
kelekatan dari ayahnya pada usia 3 tahun. hal tersebut menyebabkan “AP”
tumbuh menjadi anak yang memiliki harga diri yang rendah, sehingga
menyebabkan “AP” menjadi korban bully oleh teman-temannya lihat bab 4, h. 73. Padahal kelekatan dari kedua orang tua akan membantu anak
dalam berkompetensi secara sosial dan melalui kelekatan tersebut dapat tercermin kesejahteraan anak melalui kesehatan fisik serta penyesuaian
emosional yang baik, seperti yang dijelaskan pada bab 2 h. 29. Berbeda dengan “IA” yang masih memiliki kelekatan dengan
kedua orang tuanya lihat bab 4, h. 76, membuat “IA” tumbuh menjadi
anak yang memiliki kompetensi sosial yang lebih baik diantara ketiga anak yang lain. Hal tersebut tidak terlepas dari hubungan antara kedua orang tua
yang masih terjalin dengan harmonis dan akan mempengaruhi pola pengasuhan kepada anak seperti yang dijelaskan pada bab 2 h. 25.
c. Hukuman
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, satu dri tiga anak yang orang tuanya bercerai, kerap kali menerima hukuman dari orang tuanyya.
Seperti penakuan ibu “N” yang sering mencubit bahkan memukul “AP” jika tidak menuruti apa yang ia katakan lihat bab 4, h. 103. Dan hal tersebut
terlihat dari sifat “AP” yang pendiam, serta sulit dalam mengelola emosinya lihat bab 4, h. 110. Dampak yang dirasakan anak yang kerap kali
menerima hukuman dari orang tuanya adalah ia merasa ketakutan jika ia melakukan sebuah kesalahan, untuk itu ia lebih memilih untuk diperintah
dari pada memulai sebuah aktivitas terlebih dahulu seperti yang dijelaskan pada bab 2 h. 30.
Dan ketiga anak lainnya mengakui tidak pernah menerima hukuman fisik dari orang tuanya. Jika kita telaah kembali, ternyata ketiga