Jenis Pola Asuh Pola Asuh Orang Tua

2 Jenis Pola Asuh “SP” “SP” yang berasal dari keluarga sosial ekonomi yang tinggi, tentu saja memuat “SP” sangatlah muda untuk meminta atau mendapatkan sesuatu. Dan status sosial ekonomi yang dimiliki keluarga ternyata berpengaruh terhadap pola asuh yang diberikan oleh mamanya. Mamanya selalu memberikan apa yang diinginkan “SP” sebagai motivasi “SP” dalam mengerjakan sesuatu. Seperti penuturan “SP”: ”Dia selalu ngasih apa yang gue minta, waktu diajak ke dokter gigi misalnya, gue harus dikasih hadiah dulu baru gue mau pergi ke dokter gigi, dan kebawalah sampe sekarang. Jadi gue semangat kalo ngerjain apa-apa terus dikasih hadiah.” 50 Hal serupa disampaikan pula oleh sahabat “SP” yang mengatakan bahwa “SP” memang terbiasa untuk diberikan sesuatu biasanya berupa barang yang ia inginkan agar ia termotivasi dalam mengerjakan sesuatu: “Setau gue emang dia gitu dari dulu, kalo mau apa-apa ya harus ada hadiahnya dulu, dan hadiahnya yang dia mau, katanya mah biar semangat ngerjain apa-apa kalo dikasih hadiah.” 51 Selain itu semenjak perceraian, “SP” merasa mamanya lebih protective terhadap dirinya. “SP” mengatakan jika mamanya selalu menelponnya setiap hari dan selalu berpesan agar menjaga diri baik- baik agar tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas. “SP” juga mengatakan meskipun ia sering membuat mamanya marah, 50 Wawancara pribadi dengan “SP”. 51 Wawancara pribadi dengan sahabat “SP”. namun sejak kecil mamanya tidak pernah memukulnya. Itu yang membuat “SP” sangatlah sayang kepada mamanya, seperti yang diceritakannya sebagai berikut: “Semenjak gue gede, mama lebih protect aja sama gue, hampir tiap hari dia telpon buat ngontrol keadaan gue ya namanya juga anak kosan, katanya jaga diri baik-baik, jangan terlalu deket sama cowo, dsb. Meskipun gue sering bikin kesel mama, tapi dia mah jarang marah, dari gue kecil, dia engga pernah mukul gue. ” 52 Menurut pemaparan diatas, ketika “SP” beranjak dewasa sang mama menjadi lebih protective kepada “SP” dikarenakan tempat tinggal mereka yang kini berjauhan. Sejak kecil, mamanya selalu berusaha memberikan apa yang “SP” inginkan, sehingga berdampak pada kepribadian “SP” sekarang yang selalu merasa senang atau termotivasi jika diberikan hadiah setelah berhasil melakukan sesuatu . “SP” juga mengungkapkan rasa sayangnya terhadap mamanya karena mamanya tidak pernah memukul dirinya sejak kecil, mamanya selalu memberikan kasih sayang terhadap dirinya. Dapat kita lihat pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Dapat dilihat bahwa pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua “SP” sebagai wali adalah pengasuhan yang menuruti Indulgent Parenting. Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya selain itu ia akan selalu berusaha untuk selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. 52 Wawancara pribadi dengan “SP”. 3 Jenis Pola Asuh “AP” Berbeda dengan “AP” yang kerap kali menerima kekerasan dari mamanya. “AP” terkadang harus menerima cubitan atau pukulan dari mamanya jika “AP” tidak bisa menjelaskan apa yang ia inginkan, berikut pernyataan dari ibu “N”: “Saya itu sebenernya galak sama anak. Engga jarang saya suka nyubit atau mukul. Soalnya anaknya susah dibilangin. Kalo ditanya baik-baik engga bisa ngomong. Saya itu keras sama anak soalnya saya engga mau dia itu kaya saya. Jadi dia harus nurutin semua omongan saya, biar engga salah jalan kaya saya.” 53 Dapat kita lihat dari kata- kata ibu “N” yang mengatakan “... dia harus nurutin semua omongan saya, ...” bahwa pola asuh yang diterapkan ibu “N” kepada anaknya cenderung kepada pola asuh dengan jenis otoritarian Authoritarian Parenting. Pola asuh ini cenderung membuat anak untuk mengikuti keinginan orang tuanya dan dampak dari pola asuh otoritarian ini adalah akan membuat anak sulit untuk berkomunikasi dan merasa ketakutan. Ia bersikap demikian karena ia tidak ingin anaknya salah jalan seperti ia ketika masih muda dulu. Karena pernikahan yang terjadi pada saat itu didasarkan oleh kesalahannya yang hamil di luar nikah. 4 Jenis Pola Asuh “RP” “RP” yang kini tinggal bersama ibunya mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, ibunyalah yang membuat aturan seperti “RP” tidak di izinkan jika pulang diatas jam 20.00 WIB. “RP” yang terlahir sebagai anak tunggal memang sangatlah dekat 53 Wawancara pribadi dengan ibu “N”. dengan ibunya, terkadang “RP” diperlakukan seperti anak yang masih kecil seperti ketika makan terkadang masih disuapi oleh ibunya, sepert i yang dijelaskan oleh “RP”: “Kalo dirumah itu semua yang bikin aturan ya ibu, contohnya nih gue engga boleh pulang malem sama ibu. Kadang abis maghrib aja udah disuruh pulang, pokonya jam delapan malem udah harus dirumah. Padahal namanya anak muda ya kalo malem aja baru ngajakin ngumpul. Gue juga engga ngerti ya kadang ibu tuh galak banget kalo gue lagi diluar rumah, khawatir kalo gue belom sampe rumah. Tapi nih kalo gue udah dirumah, kadang gue makan aja disuapin sama ibu, udah kaya anak kecil.” 54 Dari informasi di atas, dapat dilihat bahwa ibu dari “RP” menerapkan pola asuh Otoritarian Authoritarian Parenting, karena “RP” didesak untuk mengikuti arahan dari ibunya seperti halnya untuk selalu ada di rumah ketika jam delapan malam. Selain itu “RP” juga tidak diberikan kesempatan untuk pulang malam untuk menghabiskan waktunya bersama temannya. Namun ketika “RP” berada dirumah, ibunya selalu memberikan perhatian dan kasih sayang layaknya seperti anak yang masih kecil. Hal tersebut dikarenakan “RP” adalah anak tunggal dan “RP” sangatlah dekat dengan ibunya, bahkan untuk tidurpun, “RP” masih harus tidur berdua dengan ibunya.

b. Kelekatan

Kelekatan antara ibu dan anak pada penelitian ini mayoritas terjalin dengan hangat, karena setelah perceraian ibu berperan 54 Wawancara pribadi dengan “RP”. menjadi wali. Sehingga membuat sang anak kurang memiliki kelekatan yang baik dengan sang ayah. 1 Kelekatan “IA” dengan Ayah Meskipun kedua orang tuanya telah berpisah, namun hubungan yang terjalnin antara kedua orang tuanya membuat “IA” memiliki kelekatan yang baik dengan ayahnya. Mereka masih sering menghabiskan waktu bersama demi tumbuh kembang “IA”. Seperti yang diungkapkan oleh ibu “U” sebagai berikut: “Yang pisahkan gue sama papanya, tapi kalo anak tetep engga bisa dipisahin dari papanya. Jadi ya kita enjoy aja ngejalaninnya, kan semua buat anak. jadi ya dia tetep deket sama papanya.” 55 Karena kedua orang tua “IA” berkomitmen untuk tetap menjalin keharmonisan demi pertumbuhan “IA”. Dan hal tersbut tergambarkan pada diri “IA” yang kondisi sosialnya tumbuh dengan baik. Hal tersebut merupakan pengaruh dari kelekatan antara “IA” dengan ayahnya. 2 Kelekatan “SP” dengan Ayah “SP” yang semenjak perceraian kedua orang tuanya mengalami hubungan yang tidak harmonis dengan ayahnya ternyata membuat “SP” tidak memiliki kelekatan diantara dirinya dengan ayahnya. Menurut penuturan “SP” ayahnya berubah menjadi tidak sayang dan memperhatikan dirinya lagi semenjak bercerai dari mamanya. Seperti yang diungkapkannya sebgai berikut: 55 Wawancara pribadi dengan ibu “U”. “Abis cerai ya ayah gue udah engga pernah perhatian lagi sama gue, kaya udah engga sayang gitu. Sampe sekarang juga kan dia jarang telepon gue, nanya aja engga. Mungkin lupa kali kalo punya anak kaya gue.” 56 Dari pernyataan “SP” diatas terlihat bahwa hubungan “SP” dengan ayahnya tidaklah terjalin dengan baik sehingga berpengaruh terhadap kelekatan antara “SP” dengan ayahnya. 3 Kelekatan “AP” dengan Ayah