Aspek Spiritual Kondisi Sosial Anak a. Budaya

2 Aspek Spiritual “SP” “SP” yang saat ini sedang mengerjakan tugas akhirnya, semakin rajin melakukan ibadah kepada Allah SWT. Karena pesan dari mamanya, jika ia tidak boleh meninggalkan sholat. Allah akan mengabulkan semua doa-doa hambanya jika hambanya taat beribadah, seperti yang diungkapkan “SP” berikut: “Sekarangkan gue lagi skripsi ya, kata mama gue harus makin rajin sholatnya biar skripsinya dilancarin, biar bisa jawab pertanyaan pas sidang. Soalnya Allah bakalan ngabulin semua doa-doa gue asal gue engga cape untuk selalu minta sama Allah.” 44 Dari ungkapan “SP” terlihat bahwa Allah SWT akan mengabulkan semua doa-doanya merupakan sebuah nilai yang diyakini oleh “SP”. Untuk itu “SP” sangat yakin jika semakin rajin ia berdoa kepada Allah SWT, maka segala urusannya akan dilancarkan oleh Allah SWT. 3 Aspek Spiritual “AP” “AP” yang memiliki sifat pendiam dan sering kali menjadi korban bully oleh temannya, membuat i bu “N” khawatir dengan keadaan “AP”. Karena anak yang diam biasanya menjadi korban kekerasan seksual. Seperti yang diucapkan oleh ibu “N”: “Dia mah kan anaknya diem banget ya, saya tuh takut kalo dia jadi korban kekerasan seksual kaya yang di tv gitu. Namanya anaknya diem, kalo di apa-apain belom tentu dia bisa jawab.” 45 44 Wawancara pribadi dengan “SP”. 45 Wawancara pribadi dengan ibu “N”. Selain itu ibu “N” juga selalu mengajarkan kepada “AP” bagian-bagian tubuh mana yang boleh dipegang oleh orang lain dan bagian tubuh mana yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Seperti yang diungkapkan ibu “N”: “Saya si suka ngajarin sama dia area mana aja yang boleh di pegang sama orang lain, bagian mana yang cuma boleh dipegang sama mama. Saya suka bilang, yang ini engga boleh ya dipegang sama orang lain, ini Cuma boleh dipegang sama mama. Kalo ada orang yang megang, bilang sama mama. Dan sampe sekarang si dia masih nurutin apa yang saya ajarin. Karena dia tau kalo itu untuk kebaikan dia juga.” 46 Dari informasi diatas, terlihat bahwa ibu “N” telah menerapkan nilai- nilai kepada diri “AP”. “AP” yang diajarkan untuk selalu menjaga bagian-bagian tubuhnya dari orang lain, meyakini bahwa apa yang diajarkan mamanya adalah hal yang benar. 4 Aspek Spiritual “RP” “RP” yang beberapa waktu lalu mengalami gangguan pada kejiwaannya, kini menjadi lebih rajin untuk melaksanakan ibadah. Ia lebih rajin menjalankan sholat lima waktu dan ia kini lebih giat untuk belajar mengaji. Hal tersebut ditengarai oleh keyakinan “RP” yang menganggap bahwa saat dirinya sakit, ia telah lalai dalam menjalankan ibadah. Sehingga ketika keadaannya sekarang telah membaik, ia harus lebih mendekatkan dirinya kepada Allah. Seperti apa yang dijelaskannya sebagai berikut: 46 Wawancara pribadi dengan ibu “N”. “Dulu mah gue jarang sholat, tapi sekarang setelah gue sehat ya gue lebih rajin sholat. Mungkin kemaren gue dikas ih sakit karena emang gue juga jarang sholat.” 47 Hal senada diungkapkan oleh teman dekat wanitanya, yang melihat diri “RP” menjadi lebih rajin dalam beribadah dan saat ini “RP” sedang rajin untuk belajar mengaji. Berikut ungkapannya: “Sekarang si dia jadi lebih rajin sholat. Gue selalu ingetin dia untuk selalu sholat, kalo engga sholat entar dikasih sakit lagi sama Allah. Sekarang juga gue lagi ngajarin dia buat ngaji.” 48 Berdasarkan informasi diatas terlihat bagaimana masing-masing informan menerapkan aspe k spiritual dalam kehidupan mereka seperti “RP” yang kini lebih rajin beribadah semenjak ia mengalami sakit, “SP” yang lebih rajin mendekatkan diri kepada Allah SWT agar ia diberi kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan skripsinya.

2. Pola Asuh Orang Tua

a. Jenis Pola Asuh

Hubungan antara orang tua yang harmonis merupakan kondisi yang diperlukan untuk mewujudkan pengasuhan pada anak yang kondusif sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Berikut akan dijelaskan jenis-jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada masing-masing informan. 47 Wawancara pribadi dengan “RP”. 48 Wawancara pribadi dengan teman dekat “RP”. 1 Jenis Pola Asuh “IA” Ibu “U” selalu mengajarkan anakanya untuk mandiri dan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Ia selalu memberikan anaknya sebuah pilihan dan menjelaskan apa saja konsekuensi dari pilihannya tersebut. Seperti penjelasannya sebagai berikut: “Gue selalu ngajarin “IA” untuk mandiri dan tanggung jawab biarpun dia masih kecil. Gue berusaha untuk ngasih dia kebebasan. Contohnya kalo dia mau minum, dia bisa ambil gelas sendiri di dapur kalopun dia ngerasa engga bisa dan minta bantuan ya engga masalah yang penting sebelumnya dia udah usaha sendiri. Terus juga kalo dia abis berantakin mainannya, gue engga mau beresin. Jadi dia yang harus beresin sendiri. Kalopun engga rapi, yang penting dia udah usaha buat ngerapihin sendiri, nanti baru gue yang nyimpen mainannya. Jadi mau dia ngeluarin mainannya sebanyak apapun itu, dia udah tau konsekuensinya. Dia harus beresin sendiri dan gue engga akan mau bantuin.” 49 Dari informasi diatas terlihat bahwa ib u “U” ingin mengajarkan anaknya untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab. Selain itu, dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa ibu “U” menerapkan pola asuh dengan jenis pola asuh Otoratif Authoritatif Parenting kepada “IA”. Jenis pola asuh ini mendorong anak untuk lebih mandiri. Dan ternyata jenis pola asuh ini sangatlah peneliti rasakan ketika berinteraksi dengan “IA”. Ia dapat menjalin relasi dengan baik ketika peneliti mengunjungi rumahnya. “IA” tidak merasa malu apalagi takut dengan orang lain. 49 Wawancara pribadi dengan ibu “U”selaku orang tua dari “IA”. Jakarta, 7 Mei 2015. 2 Jenis Pola Asuh “SP” “SP” yang berasal dari keluarga sosial ekonomi yang tinggi, tentu saja memuat “SP” sangatlah muda untuk meminta atau mendapatkan sesuatu. Dan status sosial ekonomi yang dimiliki keluarga ternyata berpengaruh terhadap pola asuh yang diberikan oleh mamanya. Mamanya selalu memberikan apa yang diinginkan “SP” sebagai motivasi “SP” dalam mengerjakan sesuatu. Seperti penuturan “SP”: ”Dia selalu ngasih apa yang gue minta, waktu diajak ke dokter gigi misalnya, gue harus dikasih hadiah dulu baru gue mau pergi ke dokter gigi, dan kebawalah sampe sekarang. Jadi gue semangat kalo ngerjain apa-apa terus dikasih hadiah.” 50 Hal serupa disampaikan pula oleh sahabat “SP” yang mengatakan bahwa “SP” memang terbiasa untuk diberikan sesuatu biasanya berupa barang yang ia inginkan agar ia termotivasi dalam mengerjakan sesuatu: “Setau gue emang dia gitu dari dulu, kalo mau apa-apa ya harus ada hadiahnya dulu, dan hadiahnya yang dia mau, katanya mah biar semangat ngerjain apa-apa kalo dikasih hadiah.” 51 Selain itu semenjak perceraian, “SP” merasa mamanya lebih protective terhadap dirinya. “SP” mengatakan jika mamanya selalu menelponnya setiap hari dan selalu berpesan agar menjaga diri baik- baik agar tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas. “SP” juga mengatakan meskipun ia sering membuat mamanya marah, 50 Wawancara pribadi dengan “SP”. 51 Wawancara pribadi dengan sahabat “SP”.