Assesmen Biopsikososial dan Spiritual

Setelah berpisah dari mantan suaminya, ibu “U” yang menjadi tulang punggung keluarga. Sebelumnya, ibu “U” dan suami mendapatkan u ang untuk biaya hidup dari orang tua “J” yaitu mertua dari ibu “U”. “J” yang usianya lebih muda dari ibu “U” masih berstatus sebagai mahasiswa di sebuah universitas di Jakarta. Untuk keperluan seperti makan, susu, dan sebagainya ditanggung oleh keluarga “J”. Ternyata ibu “U” juga merupakan korban dari perceraian orang tuanya. Kedua orang tuana berpisah ketika ia masih berusia 9 tahun. Perceraian kedua orang tuanya ditengarai oleh adanya pihak ketiga. Setelah perceraian ibu “U” tinggal bersama ibunya di daerah Ciganjur dan ayahnya tinggal di daerah Cipete. Hal tersebut membuat ibu “U” sangatlah dekat dengan mamanya. Ketika ia sedang bertengkar dengan “J”, ia selalu berceritan, meminta pendapat dan masukan dari ibunya. Saat ini kedua orang tuanya memutuskan untuk menikah dengan pasangannya masing-masing. Ibu “U” tidak pernah menyangka bahwa apa yang dirasakannya di waktu kecil ternyata harus dirasakan juga oleh “IA”. “IA” harus menjadi korban dari perpisahan kedua orang tuanya. Agama yang dianut “IA” adalah agama Islam. Meskipun ayahnya berasal dari Skotlandia, namun keluarganya memutuskan untuk menjadi mualaf. Saat ini “IA” yang berusia 2,5 tahun sedang diajarkan untuk sholat oleh ibu “U”. Selain itu ibu “U” juga selau mengajarkan untuk selalu saling menyayangi kepada sesama. 2 Assesmen Biopsikososial dan Spiritual “SP” “SP” adalah seorang wanita yang cantik, berusia 23 tahun, memiliki tubuh yang kecil, dan tidak terlalu tinggi. “SP” merupakan sosok yang ramah, sesekali “SP” tersenyum ketika sedang berlangsungnya wawancara. Hampir semua pertanyaan dijawab oleh “SP”. Namun kendala yang dirasakan ketika berlangsungnya wawancara adalah suara “SP” yang kecil dan tidak terlalu jelas. Menurut “SP”, ia sudah beberapa kali memeriksakan kondisi kesehatannya ini ke beberapa rumah sakit terkenal di Jakarta. Diagnosis yang diberikan dokterpun bermacam-macam seperti kelenjar tiroid dan alergi debu. “SP” hanya diberikan obat oleh dokter tersebut, namun obat itu tidaklah merubah kesehatan “SP”. Hingga akhirnya “SP” memutuskan untuk melanjutkan pengobatan alternatif. Dua kali berobat “SP” merasakan adanya perubahan pada suaranya. Namun saat ini “SP” tidak lagi melanjutkan pengobatan tersebut karena jarak tempat pengobatan yang terlalu jauh dari tempat tinggalnya serta antrian pasien yang amat panjang. Sehingga ketika ingin berobat “SP” harus berangkat dari rumah kostnya sekitar pukul 05.00 WIB. Dari cara berbicara “SP”, peneliti melihat “SP” adalah seseorang yang ramah dan hangat. Hanya saja ketika peneliti menanyakan tentang ayahnya, emosi “SP” langsung berubah naik. “SP” langsung menceritakan bagaimana hubungannya dengan sang ayah sejak dulu hingga saat ini, seperti halnya ketika sang ayah sudah tidak memperhatikan dan menyayangi dirinya semenjak menikah dengan ibu tirinya, belum lagi beberapa aset seperti rumah mewah, dan beberapa ruko yang diberikan ayahnya kepada “SP” diambil oleh ibu tirinya . Awalnya “SP” merasa kesal hingga “SP” berharap ayah dan ibu tirinya cepat-cepat meninggal agar hidupnya tenang. Namun saat ini “SP” menyerahkan semua permasalahan ini kepada Allah SWT. “SP” berasal dari Jambi. Ia tinggal di daerah perkotaan karena keluar ga “SP” merupakan keluarga yang berasal dari sosial- ekonomi yang tinggi. Datuknya merupakan mantan bupati Jambi yang sekarang menjadi kepala adat di Jambi. “SP” lebih memilih untuk tinggal dirumah datuknya atau kakeknya ketika sedang pulang ke Jambi. Hampi r tiga sampai empat kali “SP” pulang ke Jambi, seperti saat lebaran, liburan kuliah dan tahun baru.”SP” memilih untuk pulang agar bisa berkumpul dengan teman- temannya yang ada di Jambi. Ayah “SP” bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan milik negara dan ibunya adalah ibu rumah tangga yang sedang menjalankan bisnis sanggar senam dan bisnis sebuah produk kesehatan. Status ekonomi keluarga “SP” dapat dikatakan mapan atau dikatakan memiliki status ekonomi yang tinggi. Dengan status keuangan yang tinggi, membuat “SP” dapat memenuhi kebutuhannya. Semenjak kedua orang tuanya berpisah dan memutuskan untuk menikah dengan pasangan masing-masing, ternyata membuat “SP” memiliki jarak dengan orang tuanya terlebih dengan sang ayah. “SP” jarang berkomunikasi dengan ayahnya, karena “SP” menganggap bahwa ayahnya sudah tidak menyayangi dirinya. “SP” lebih dekat dengan datuknya yang selama ini sudah merawat dan membesarkan dirinya. Saat ini “SP” berstatus sebagai mahasiswi di sebuah universitas negeri di Jakarta dan sedang dalam penyelesaian tugas akhir. “SP” menceritakan bagaimana proses dalam mengerjakan tugas akhirnya tersebut. “SP” ingin sekali sidang seperti teman- temannya yang lain, namun terkadang “SP” merasakan dirinya bodoh sehingga tidak mampu untuk mengejar teman-temannya. Padahal “SP” adalah mahasiswi yang rajin hadir di kelas serta nilai- nilainya pun amat baik. “SP” yang memiliki sifat tertutup membuat dirinya tidak memiliki banyak teman di lingkungan tempat tinggalnya sekarang dan di lingkungan kampus. “SP” merasa kesulitan ketika harus berinteraksi dengan orang yang baru dikenalnya. Tapi hal tersebut berbanding terbalik di kampung halamannya. “SP” memiliki banyak teman di Jambi, karena “SP” sejak kecil tinggal di Jambi. “SP” dan keluarganya menganut agama Islam. Datuknya dikenal sangat agamis terlebih beliau merupakan kepala adat di daerah tersebut. “SP” selalu diajarkan untuk selalu berbuat kebaikan, bersabar, serta berserah diri kepada Allah. Seperti halnya ketika semua aset yang merupakan haknya diambil oleh ibu tirinya, “SP” tidak pusing memikirkan hal tersebut, karena datuknya selalu mengajarkan untuk selalu berserah diri kepada Allah, dan selalu berdoa agar “SP” dapat hidup mandiri serta mapan meskipun tanpa kekayaan dari sang ayah. 3 Assesmen Biopsikososial dan Spiritual “AP” “AP” adalah seorang anak perempuan dengan mata yang bulat dan besar, memiliki rambut yang hitam dan panjang. Memiliki badan yang berisi dengan pipi yang gembil. “AP” adalah anak yang pendiam dan pemalu. Ketika ditanya “AP” hanya diam dan sesekali melihat peneliti sambil mengumpat di balik badan mamanya. “AP” yang memiliki sifat pemalu, ternyata lebih sering menghabiskan waktu bersama mamanya untuk bermain dirumah, dibanding harus bermain diluar rumah dengan teman-teman seusianya. Hal tersebut membuat “AP” tidak terlalu memiliki banyak teman. Sehingga “AP” kerap kali menjadi korban bully oleh teman- teman di sekolahnya terdahulu. Karena sekarang “AP” sedang tidak be rsekolah karena “AP” baru saja pindah rumah. “AP” berasal dari suku Jawa, mamanya berasal dari Yogyakarta dan ayahnya berasal dari Surabaya. Namun keduanya lahir dan besar di Jakarta. Begitu pula dengan “AP” yang sejak kecil hingga saat ini tinggal di Jaka rta. “AP” dan mamanya baru saja pindah rumah, karena mamanya baru saja menikah lagi. Saat ini mereka tinggal di daerah Depok, Jawa Barat. Ayah kandung “AP” saat ini bekerja sebagai karyawan disebuah perusahaan di Jakarta. Namun ayahnya tidak pernah memberi kan nafkah kepada “AP” dan mamanya setelah bercerai. Saat ini yang menjadi tulang punggung keluarga adalah ayah tirinya. Ia bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta di Jakarta serta memiliki usaha sampingan yaitu memiliki bengkel motor. Beberapa bulan lalu, orang tua “AP” memutuskan untuk memindahkan “AP” dari sekolahnya yang lama karena tempat tinggal merekapun pindah. Sejak ibu “N” menikah dengan “A”, mereka kini tinggal di Depok sehingga “AP” juga harus pindah sekolah. Di sekolahnya terdahulu, “AP” dikenal sebagai anak yang pendiam dan pemalu. Ia hanya memiliki satu teman dekat yang bernama Tasya. Ia tidak suka bermain dengan temannya yang lain karena menurutnya, teman- teman yang lain nakal. “AP” juga sering menjadi korban bully oleh teman sekolahnya, seperti dicubit pipinya, ditarik rambutnya dan sebagainya. “AP” juga kerap kali menangis di dalam kelas dengan alasan yang tidak jelas. “AP” termasuk anak yang pintar, terlihat dari tugas-tugas sekolahnya yang selalu mendapat nilai bintang tiga. “AP” dilahirkan ditengah-tengah keluarga muslim. Kedua orang tuanya sedang giat untuk mengajarkan “AP” beberapa doa- doa, serta hafalan bacaan sholat. Selain itu orang tua “AP” juga sering membacakan cerita-cerita tentang 25 nabi yang di dapat melalui internet. Ham pir setiap malam, ibu “N” membacakan kisah tentang 25 nabi tersebut kepada “AP”. Hal tersebut ternyata membuat ikatan emosional “AP” dan ibu “N” terjalin sangat erat. 4 Assesmen Biopsikososial dan Spiritual “RP” “RP” adalah seorang laki-laki yang memiliki tubuh kurus namun tinggi. Berat badannya ± 48kg dan tinggi ± 168cm. Memiliki kumis yang tipis serta menggunakan kacamata. Saat ini usia “RP” 24 tahun. “RP” memiliki pembawaan yang dewasa, terlihat dari cara berbicara, serta penggunaan bahasa “RP”. Ketika b erbicara, “RP” seringkali menggerakkan kedua tangannya sebagai salah satu ekspresi yang diungkapkannya. “RP” baru saja sembuh dari penyakitnya yang sudah lama diderita. Sekitar 1 tahun lalu “RP” menderita penyakit tipus karena aktivitas “RP” yang begitu padat. “RP” adalah seorang asisten laboratorium di kampusnya. Namun beberapa bulan terakhir, “RP” menderita pannic attacks, yaitu salah satu gangguan kejiwaan. Sebelumnya “RP” mengeluhkan kondisi tubuhnya yang lemas hingga tidak mampu melakukan aktivitas apapun, ia hanya terbaring di tempat tidurnya. Selain itu ia juga mengalami keringat berlebih di sekujur tubuhnya, disertai dengan rasa panik dan ketakutan yang berlebihan. Akhirnya “RP” ditemani teman wanitanya memeriksakan kondisi tersebut di sebuah rumah sakit di daerah Depok, akhirnya dokter mendiagnosis bahwa “RP” menderita pannic attacks dan diharuskan untuk melakukan rawat jalan dengan meminum obat yang diberikan oleh dokter. Sekitar 1 bulan, akhirnya “RP” mulai merasakan kesembuhan pada dirinya namun rasa panik tidak bisa dihilangkan secara langsung, semuanya harus melalui proses. Tidak jarang rasa panik dan ketakutan tersebut datang lagi. Orang tua “RP” berasal dari suku Jawa. Namun mereka hidup berpindah-pindah tempat. Mereka pernah tinggal di Kepulauan Bangka Belitung karena sang ayah yang bekerja sebagai pegawai negeri dipindah tugaskan. Namun akhirnya mereka pindah dan menetap di Depok sekitar 5 tahun lalu. Kepindahan mereka yang kedua, karena sang ayah terlilit hutang hingga akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Setelah berpisah, “RP” tinggal dengan ibunya di Depok dan ayahnya tidak diketahui keberadaannya. Sang ayah tinggal berpindah-pindah untuk menghidnari orang-orang yang menagih hutang kepadanya. “RP” dan ibu “W” merasakan bagaimana kesulitan ekonomi menimpa keluarga mereka. Mereka yang awalnya hidup berkecukupan, kini hidup dengan sederhana. Ibu “W” bahkan pernah bekerja di sebuah rumah makan sebagai pelayan. Untuk makan sehari-hari didapatkan dari sisa-sisa lauk yang ada di warung makan tersebut. Namun saat ini ibu “W” bekerja sebagai guru bidang studi bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta di Depok, yang tidak jauh dari tempat tinggalnya saat ini. Tinggal hanya dengan ibu, membuat “RP” sangatlah dekat dengan ibunya. Mereka saling bercerita satu sama lain layaknya sahabat. Bahkan terkadang “RP” disuapi oleh ibunya. “RP” masih sering diperlakukan seperti anak kecil oleh ibunya. “RP” merupakan sosok yang berprestasi, sejak kecil “RP” sering mengikuti perlombaan pidato menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, minat “RP” terhadap teknik komputer membuat dirinya terpilih menjadi asisten laboratorium di kampusnya. Menjadi asisten laboratorium membuat dirinya memiliki uang saku untuk keperluannya sehari-hari. “RP” dan keluarganya menganut agama Islam. Sekarang “RP” lebih rajin dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai umat Muslim seperti menjalankan sholat 5 waktu. Sebelumnya, “RP” jarang menjalankan sholat. Hingga pada akhirnya, ketika “RP” menderita sakit, ia merasa bahwa dirinya mendapat teguran dari Allah SWT. Dan saat ini “RP”menjadi lebih rajin dalam menjalankan ibadah kepada Allah serta sedang mempelajari membaca Al- Qur’an yang dibantu oleh teman dekat wanitanya. Dekat dengan Allah membuat “RP” merasakan ketenangan dan mengurangi sedikit rasa ketakutan yang ada pada dirinya. 78

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

Berdasarkan hasil temuan penulis dapat diperoleh suatu informasi mengenai dampak perceraian orang tua terhadap biopsikososial anak. Pada bab ini, hasil temuan penulis dijelaskan melalui teori biopsikososial. Adapun sub bab yang akan dibahas diantaranya ialah mengenai dampak perceraian orang tua terhadap aspek biologis atau kesehatan anak, dampak perceraian orang tua terhadap aspek psikologis anak dan dampak perceraian orang tua terhadap aspek sosial anak serta bagaimana pola asuh yang diterapkan orang tua pasca perceraian.

A. Temuan Lapangan 1. Kondisi Biopsikososial Anak

a. Dampak Perceraian Orang tua terhadap Aspek Kesehatan Anak

Banyak sekali kita ketahui dan bahkan kita rasakan tentang dampak perceraian orang tua terhadap anak. Perceraian memang memiliki dampak terbesar dalam kehidupan anak, salah satunya terhadap kesehatan anak. Walaupun tidak semua anak mengalami masalah kesehatan setelah orang tuanya bercerai. Berikut akan adalah hasil temuan lapangan peneliti:

1. Kondisi Kesehatan “IA”

Sebelum orang tuanya bercerai “IA” tidak pernah mengalami gangguan dengan kesehatannya. “IA” memiliki berat badan yang stabil, ia juga jarang sakit sesuai dengan pernyataan dari ibu “U” selaku orang tua dari “IA”: “Dia tuh jarang sakit dulunya, badannya gemuk. Tapi pas gue pisah dia jadi sering sakit.” 1 Dari pernyataan diatas dapat digambarkan bahwa “IA” adalah anak yang sehat, memiliki berat badan yang stabil dan badannya terlihat gemuk. Namun setelah perceraian kedua orang tuanya kesehatan “IA” mulai berubah. Ia menjadi sering sakit-sakitan. Ketika penelitian ini dilakukan “IA” sedang mengalami gangguan infeksi saluran kencing. Selain itu beberapa bulan lalu “IA” juga mengidap asma yang merupakan turunan dari ayahnya, seperti yang dijelaskan oleh ibu “U” sebagai berikut: “Setelah gue dan papanya berpisah, anak jadi sering sakit. Dimulai dari berat badan yang turun, kemudian asma, dan sekarang infeksi saluran kencing jadi harus buru-buru di sunat. Kalo asma sih karena keturunan kayanya, papanya juga punya asma. Gue juga kaget anak kecil begini bisa punya asma.” 2 Dari pernyataan orang tua “IA”, ternyata pasca perceraian orang tuanya kondisi kesehatan “IA” juga ikut menurun. Kondisi kesehatan yang menurun dikarenakan “IA” terkadang merasa rindu dengan papanya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu “U”: “Dia suka bilang, ma aku kangen papa. Aku mau tidur sama papa. Dan kalo “IA” udah bilang kaya gitu, biarpun tengah malem bakalan gue anterin.” 3 Dari rasa rindu yang dirasakan oleh “IA” kepada papanya ternyata sangatlah berpengaruh terhadap kesehatannya. Nafsu makan “IA” terkadang suka menurun. Ternyata keterkaitan antara emosional 1 Wawancara pribadi dengan ibu “U”. Jakarta, 7 Mei 2015. 2 Wawancara Pribadi dengan ibu “U”. 3 Wawancara pribadi dengan ibu “U”. dalam bentuk rasa rindu yang dirasakan oleh “IA”, sangatlah berpengaruh terhadap kesehatannya seperti nafsu makan yang menurun dan masalah-masalah pada kesehatan lainnya seperti infeksi saluran kencing, asma yang di derita oleh “IA”. Dari hasil wawancara dengan ibu “U” ternyata setelah perceraian orang tuanya “IA” mengalami gangguan pada kesehatannya seperti berat badan yang turun, infeksi saluran kencing dan asma. Karena sebelum kedua orang tuanya bercerai “IA” tidak mengalami gangguan pada kesehatannya. Jadi terdapat pengaruh pada aspek kesehatan “IA” setelah orang tuanya bercerai. 2 Kondisi Kesehatan “SP” Selain itu, anak yang mengalami masalah dengan kesehatannya pasca perceraian orang tua adalah “SP”, berikut ungkapan Ibu “T” selaku orang tua dari “SP”: “Dia tuh dari kecil udah sering sakit apalagi setelah tante dan ayahnya cerai. Sudah sering periksa ke Rumah Sakit yang terkenal di Jakarta katanya alergi, katanya kelenjar getah bening, sampai pernah disuruh operasi sama dokter. Macem- macemlah kata dokter.” 4 Dari penuturan ibu “T” menjelaskan bahwa sejak kecil “SP” memang sering menderita sakit walaupun kedua orang tuanya belum bercerai. Hanya saja setelah ayahnya bercerai ternyata “SP” semakin sering mengalami gangguan pada kesehatannya. Hal tersebut dijelaskan dengan adanya beberapa hasil test yang dikeluarkan oleh beberapa rumah sakit terkenal di Jakarta untuk mengetahui penyakit 4 Wawancara Pribadi dengan Ibu “T” selaku orang tua dari SP. Bekasi, 16 Mei 2015.