Marginalisasi Masalah-masalah yang Dihadapi Kaum Lansia

26 Tampaknya Paus Yohanes Paulus II dapat menangkap kenyataan yang dialami oleh kaum lansia pada umumnya. Kaum lansia umumnya melihat usia tua sebagai pengalaman yang menakutkan, karena dianggap dekat dengan kelemahan, kesepian, dan kematian. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II mengajak kaum lansia untuk dapat memaknai usia tua mereka dengan penuh syukur dan tidak perlu merasa takut dengan usia tua. Beliau menyatakan: „„…Kendati hidup kita masing-masing dibatasi dan memang rapuh, kita dihibur oleh gagasan bahwa berkat kekuatan jiwa-jiwa rohani kita, kita akan tetap hidup melampaui maut sendiri…‟‟ LE, art. 2.

B. Makna dan Nilai Kaum Lansia

Di zaman sekarang ini usia tua seringkali dipandang sebagai masa kemunduran serta masa kelemahan manusiawi dan sosial. Ada sebagian kaum lansia yang memandang usia tua sebagai pengalaman yang traumatis dan menanggapinya dengan sikap-sikap seperti kepasrahan pasif, pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Ada sebagian kaum lansia juga yang mampu melihat usia tua dalam konteks eksistensi manusia dan mampu menghadapi usia tua dengan ceria dan bermartabat. Mereka juga mampu melihat masa tua sebagai kesempatan untuk tumbuh- berkembang dan bertekad bakti serta membagikan kebijaksanaan mereka melalui pengalaman yang telah mereka lalui. Hal itupun ditegaskan secara gamblang oleh Paus Yohanes Paulus II dalam suratnya kepada umat lansia: Dalam arti tertentu, itulah musim kebijaksanaan, yang pada umumnya bertumbuh dari pengalaman, sebab waktu itu guru yang ulung. Doa pemazmur terkenal: Ajarilah kami menghitung 27 cermat hari-hari kami, supaya kami mencapai kebijaksanaan hari Mzm. 90:12 [LE, art. 5]. Di dalam usia tua yang penuh dengan kerapuhan fisik, tetap memuat keuntungan-keuntungan tersendiri, yakni kesempatan untuk berkembangnya kebijaksanaan dalam diri kaum lansia yang muncul dari pengalaman masa lalu. Mutu usia tua sangat bergantung pada kemampuan setiap kaum lansia dalam memahami makna dan menghargai nilainya, baik dalam tingkat manusiawi maupun pada tingkat iman. Oleh karena itu, kaum lansia harus meletakkan usia tua dalam konteks rencana penyelenggaraan Allah sendiri yang adalah kasih Widyamartaya, 2015: 16. Masa tua hendaknya disambut sebagai tahap dalam perjalanan yang digunakan oleh Kristus untuk menuntun umat-Nya ke rumah Bapa Yoh. 14:2. Hanya dengan diterangi iman dan diperkuat oleh pengharapan yang tidak akan sia-sia Rm. 5:5, kaum lansia akan mampu menyambut usia tua dengan cara-cara yang benar-benar Kristiani, baik sebagai anugerah maupun sebagai tugas. Sumbangan yang dapat diberikan oleh kaum lansia berkat pengalaman mereka akan sangat berharga untuk membuat kebudayaan dan masyarakat menjadi lebih manusiawi. Itulah mengapa dalam awal suratnya, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa: „„…refleksi yang pertama muncul di hati ada hubungannya dengan lalunya waktu yang tak terelakkan‟‟ LE, art. 2. Artinya, kaum lansia memiliki begitu banyak pengalaman bersama berlalunya waktu yang telah mereka lewati. Hal itu dapat menjadi sumbangan yang dapat dibagikan oleh kaum lansia. Terdapat beberapa sumbangan yang dapat diberikan oleh lansia dengan memupuk kharisma-kharisma khas usia tua Widyamartaya, 2015: 19-20, yaitu: