Makna dan Nilai Kaum Lansia

31 itu, kaum muda perlu dididik sejak dini agar tetap menghormati dan tidak meninggalkan kaum lansia, karena pada hakikatnya mereka saling membutuhkan dan dapat saling melengkapi. Paus Yohanes Paulus II juga mengajak seluruh umat agar mengembangkan peradaban penuh manusiawi yang menampakkan sikap hormat dan penuh cinta kasih kepada kaum lansia LE, art. 12. 2. Mereka masih berbuah pada masa tua Mzm. 92:15. Kuasa Allah dapat dinyatakan dalam usia tua, sekalipun ciri khas usia tua adalah kelemahan-kelemahan serta rintangan-rintangan jasmani Widyamartaya, 2015: 23. 1Kor. 1:27-29 juga memberikan penegasan yang senada: Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah. Melalui 1Kor. 1:27-29 diungkapkan secara indah bagaimana karya Allah justru seringkali terlaksana dalam diri orang-orang yang dipandang lemah atau tidak berarti oleh dunia. Dalam sejarah keselamatan juga telah memberi bukti nyata bahwa rencana penyelamatan Allah justru terlaksana dalam tubuh-tubuh yang lemah, rapuh dan tidak berdaya. Di dalam rahim Sara yang mandul dan tubuh Abraham yang telah menua, janji Allah dinyatakan dan lahirlah bangsa terpilih Kej. 12:12:2-3; Rm. 4:18- 20. Kisah yang kurang lebih sama juga disampaikan dalam Perjanjian Baru melalui kisah Elisabet dan Zakharia, pasangan lanjut usia, yang mendapat berkat dari Allah 32 untuk melahirkan Yohanes Pembaptis Luk. 1:5-25, 39-79. Tobit di masa tuanya menunjukkan sikap rendah hati dan setia kepada Allah Tob. 3:16-17. Eleazar, melalui kematiannya sebagai martir, memberi kesaksian tentang jiwa besar dan iman yang teguh 2Mak. 6:18-31. Simeon yang lanjut usia dan sudah lama mendambakan al-Masih boleh mengalami perjumpaan dengan kanak-kanak Yesus, Sang Mesias yang dijanjikan Luk. 2-29. Hana, janda berumur delapan puluh empat tahun yang berulang-kali mengunjungi Bait Allah, sekarang bergembira karena dapat berjumpa dengan Yesus Luk. 2:38. Nikodemus, anggota Sanhedrin dan telah lanjut usia yang mendapat kesempatan untuk menyaksikan Sang Guru ilahi yang menyingkapkan diri melalui Yesus Yoh. 3:1-21. Petrus juga diusia tuanya mendapat kesempatan untuk memberi kesaksian mengenai imannya melalui jalan kemartiran dan hal ini telah dinubuatkan oleh Yesus Yoh. 12:18. Tokoh-tokoh di atas telah menunjukkan dan memberi kesaksian bahwa dalam kerapuhan fisik usia tua, karya Allah tidak berhenti. Bahkan mereka digunakan oleh Allah untuk menyatakan kebesaran-Nya. Oleh karena itu dalam suratnya, Paus Yohanes Paulus II menuliskan: Begitulah ajaran dan bahasa Kitab suci menyajikan lanjut usia sebagai “masa yang sungguh menguntungkan” bagi usaha mengantarkan hidup hingga pemenuhannya, dan – sesuai rencana Allah bagi setiap orang – sebagai waktu segala-sesuatu berhimpun dan lebih memampukan kita menangkap arti hidup serta mencapai “kebijaksanaan hati LE, art. 8. 3. Ingatlah akan penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kau katakan: tak ada kesenangan bagiku di dalamnya Pkh. 12:1. 33 Ayat yang termuat dalam Kitab Pengkotbah ini memberikan gambaran yang sangat gamblang mengenai usia tua. Usia tua dianggap sebagai keadaan penuh kesuraman, kemunduran jasmani, dan kematian. Gambaran mengenai usia tua yang diungkapkan dalam Kitab Pengkotbah tersebut juga hampir senada dengan gambaran yang disampaikan oleh pemazmu r: “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru- buru, dan kami melayang lenyap” Mzm. 90:10. Namun, “Kitab Suci juga mengingatkan agar kita menengadah memandang Allah selama hidup kita karena Allah adalah tujuan perjalanan peziarahan kita, terlebih- lebih pada saat kita dicekam rasa takut bila usia tua dialami sebagai cobaan berat” Widyamartaya, 2015: 25. Dalam suratnya kepada umat lansia, Paus Yohanes Paulus II pun menyampaikan dengan sangat indah bahwa: “Dalam Kristus, maut – tragis dan membingungkan – ditebus dan dirombak; bahkan itu diwahyukan sebagai “saudari”, yang mengantar kita ke dalam tangan Bapa kita”. Paus Yohanes Paulus II ingin memberikan pengaharapan kepada kaum lansia agar di tengah kerapuhan fisik dan kematian yang semakin dekat, mereka tidak perlu khawatir atau merasa takut, karena semua itu merupakan sebuah proses yang menghantar ke dalam perjumpaan dengan Allah. 34 4. Abraham meninggal pada waktu telah putih rambutnya, tua, dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan pada kaum leluhurnya Kej. 25:8. Ayat Kitab Suci ini memiliki relevansi sangat erat dengan kenyataan dunia saat ini yang sudah tidak dapat lagi melihat arti penting dan kesakralan dari usia tua dan kematian. Banyak orang berusaha sekuat tenaga menghindari dan menyingkirkan segala hal yang berhubungan dengan kematian. Bahkan di kota-kota besar, umumnya suasana berkabung atas keluarga yang meninggal juga sudah mulai terkikis. Singkatnya, masyarakat modern zaman ini berusaha sedapat mungkin menghindari segala hal ataupun perjumpaan yang dapat membuat mereka sedih, takut, dan gelisah. Tidak hanya berhenti di situ, latar kematian bagi kaum lansia juga mengalami pergeseran, terutama kaum lansia yang telah disingkirkan masyarakat. Mereka tidak lagi meninggal di dalam rumah dengan dikelilingi oleh seluruh anggota keluarga dan orang-orang yang mereka cintai. Kini banyak kaum lansia yang harus menghembuskan nafas terakhirnya di dalam rumah sakit atau panti jompo. Yesus Kristus, Sang Juru Selamat melalui karya penebusan-Nya telah membalik arti kematian dan memberikan pengharapan, terutama bagi mereka yang percaya kepada- Nya: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-la manya. Percayakah engkau akan hal ini?” Yoh. 11:25-26. Melalui kutipan ayat di atas, terjadi pergeseran mengenai makna kematian yang selama ini dipandang negatif, tanpa arti, dan menakutkan. 35 Bagi orang-orang beriman, kematian justru merupakan saat pengharapan untuk mengalami perjumpaan atau bertemu muka dengan Tuhan, Sang Pemberi hidup Widyamartaya, 2015: 26. Sikap yang lebih positif dalam memandang maut juga disampaikan secara eksplisit oleh Paus Yohanes Paulus II dalam suratnya kepada umat lansia: …iman menyinari misteri maut dan mendatangkan keheningan kepada usia lanjut, yang sekarang tidak lagi dipandang dan dihayati secara pasif sebagai sikap menantikan melapetaka, tetapi sebagai pendekatan penuh janji terhadap tujuan penuh kematangan. Itulah tahun-tahun yang harus dihayati dengan citarasa penyerahan diri penuh kepercayaan ke dalam tangan Allah, Bapa Penyelenggara kita yang penuh kerahiman LE, art. 16. Paus Yohanes Paulus II ingin mengajak kaum lansia agar menghadapi kematian dengan iman dan sikap hati yang lebih positif, yaitu dengan berserah diri dan kepercayaan kepada Allah yang Maha Rahim. 5. Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian hingga kami beroleh hati yang bijaksana Mzm. 90:12. Menurut Kitab Suci “kharisma hidup panjang” adalah kebijaksanaan. Namun kebijaksanaan tidak secara otomatis menjadi milik mereka yang telah memasuki usia tua. Kebijaksanaan semata-mata merupakan anugerah dari Allah dan harus diusahakan oleh setiap orang sebagai tujuan hidupnya. Mengingat hidup manusia sangat terbatas dan pasti akan berakhir dengan kematian fisik, maka setiap orang harus memanfaatkan waktu yang ada untuk menempa diri dan menghayati hidup dengan penuh tanggung jawab. Sikap semacam ini diharapkan dikemudian hari dapat membuahkan kebijaksan aan. “Hakikat kebijaksanaan ini ialah penemuan makna