Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE

PHYTON (

Clarias sp.

) PADA USAHA GUDANG LELE,

KOTA BEKASI JAWA BARAT

SKRIPSI

ANGGI ANDHIKA RACHMANI H34070007

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE

PHYTON (

Clarias sp.

) PADA USAHA GUDANG LELE,

KOTA BEKASI JAWA BARAT

SKRIPSI

ANGGI ANDHIKA RACHMANI H34070007

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(3)

RINGKASAN

ANGGI ANDHIKA RACHMANI. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut PertanianBogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan yang didalamnya terkandung kekayaan laut bernilai ekonomis tinggi. Pada dasarnya subsektor perikanan terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap sebesar 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 70 persen dan perikanan budidaya sebesar 1,6 juta ton per tahun dengan pemanfaatan sebesar 30 persen. Perikanan budidaya relatif lebih rendah tingkat pemanfaatannya dibandingkan dengan perikanan tangkap, karena selama ini perikanan budidaya hanya dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap pasar, permodalan, maupun manajemen usaha. Namun, dalam jangka panjang perikanan budidaya dapat dijadikan salah satu usaha prospektif yang menghasilkan laba yang besar. Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang permintaannya relatif tinggi dibandingkan dengan hasil perikanan budidaya lainnya. Saat ini, ikan lele sudah menjadi menu favorit yang digemari konsumen adari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu daerah penghasil ikan lele di Jawa Barat adalah Bekasi. Jenis ikan lele yang banyak diusahakan di Bekasi adalah ikan lele phyton (Clarias sp.).

Usaha Gudang Lele merupakan usaha yang membudidayakan ikan lele phyton di Kecamatan Bekasi Utara didirikan pada tahun 2010. Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh usaha Gudang Lele terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan kegiatan pembesaran. Benih yang dihasilkan ukuran 3-8 cm dengan harga jual beragam sesuai ukuran benih yaitu ukuran 3-4 cm Rp 100 dan ukuran 5-8 Rp 200, sedangkan untuk ikan lele konsumsi 9-10 ekor per kilogram dengan harga jual Rp 13.000. Namun dalam mengusahakan ikan lele phyton mengalami fluktuasi dalam keberhasilan produksi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), dan sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan pada harga jual output , penurunan produksi dan perubahan kenaikan biaya variable baik pembenihan maupun pembesaran.

Penelitian ini dilaksanakan pada usaha Gudang Lele yang terletak di Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil observasi dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur berbagai buku, skripsi, tesis, jurnal, internet, data produksi dari usaha Gudang Lele, serta instansi


(4)

terkait. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode studi kasus (case study).

Pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele dari aspek non finansial yaitu analisis pasar, analisis teknis, analisis manajemen, analisis hukum dan analisis sosial lingkungan layak untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari parameter kualitas air yaitu pH air sebesar 7,3 dan suhu udara yaitu 27-320C sehingga cocok untuk melakukan pengusahaan ikan lele, serta dilihat dari aspek pasar yaitu jumlah permintaan ikan lele tingkat konsumsi terus meningkat setiap tahunnya, sehingga masih ada peluang pasar untuk mengembangkan pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele. Selain itu dilihat dari analisis manajemen pengusahaan ini dikatakan layak meskipun struktur organisasi yang masih sederhana, serta dilihat dari analisis sosial dan lingkungan yang tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan di sekitar daerah pengusahaan ikan lele.

Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 12 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 199.842.865,61 pada pengusahaan pembenihan,sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran adalah sebesar Rp 91.124.213,50. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,90 dan 2,26 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,90 dan 2,26 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 62,82 persen dan 34,71 persen lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12 persen artinya investasi di usaha ini layak untuk dilaksanakan, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,63 tahun (2 tahun 8 bulan) dan 3,78 tahun (3 tahun 9 bulan).

Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu usaha terhadap perubahan yang terjadi baik pada parameter manfaat maupun biaya yang akan berpengaruh pada hasil kelayakan, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan ikan lele pyhton untuk penurunan harga jual output dan penurunan produksi yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-8 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 20,03 persen dari harga benih Rp 200 per ekor menjadi Rp 159,9 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 7,83 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 13.000 per kilogram menjadi Rp 11.982,1 per kilogram. Perubahan terhadap kenaikan biaya variabel pada pembenihan yaitu sebesar 66,66 persen dan pembesaran sebesar 14,53 persen. Dilihat dari hasil analisis switching value, usaha pembesaran lebih sensitif dibandingkan dengan usaha pembenihan, maka apabila terjadi perubahan sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Namun, pengusahaan pembenihan dan pembesaran masih layak apabila besar perubahan tidak melebihi persentase yang dihasilkan.


(5)

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN IKAN LELE

PHYTON (

Clarias sp.

) PADA USAHA GUDANG LELE

KOTA BEKASI JAWA BARAT

ANGGI ANDHIKA RACHMANI H34070007

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat Nama : Anggi Andhika Rachmani

NIM : H34070007

Disetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS NIP. 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Anggi Andhika Rachmani H34070007


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 2 Januari 1989. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wawan Gunawan dan Ibu Ani Suryani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pertama kali di SD Negeri Teluk Pucung Jaya X Bekasi pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 18 Kota Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA KORPRI Bekasi diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Selama memgikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai Anggotan klub HIPMA periode 2008-2009 dan penulis pun aktif dalam kegiatan kesenian kampus GENTRA KAHEMAN. Selain itu penulis juga merupakan panitia AGRINATION yang diadakan HIPMA periode 2009-2010 dan merupakan anggota klub HIPMA bidang pertanian periode (2009-2010).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial serta menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan terhadap harga jual output yaitu benih dan ikan lele konsumsi, perubahan terhadap produksi benih dan ikan lele phyton ukuran konsumsi, dan perubahan pada komponen biaya varabel.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2012 Anggi Andhika Rachmani


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kesulitan dan hambatan yang dihadapi, tetapi atas dorongan, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Tintin Sarianti, SP, MM sebagai penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Arif Karyadi Uswandi, SP sebagai perwakilan dari komisi akademik yang

telah memberikan kritik dan saran untuk penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dinas Perikanan Kota Bekasi, Kepala UPTD Kecamatan Bekasi Utara atas

waktu, kesempatan, dan informasi yang diberikan.

5. Pemilik usaha Gudang Lele yaitu Pak Kristanto, terimakasih atas bantuannya selama penelitian.

6. Pekerja pada usaha Gudang Lele yaitu Pak Yusuf Tantartyo, Pak Jupi, Ibu Puji Lestari, terimakasih atas informasi yang diberikan kepada penulis selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini, semoga dapat memberikan manfaat. 7. Staff Departermen Agribisnis yang telah banyak membantu dalam penyusunan

skripsi ini, terimakasih atas waktu dan nasihat yang diberikan.

8. Kedua orangtua yaitu papah (Wawan Gunawan) dan mamah (Ani Suryani) untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

9. Adik-adikku tercinta, Nidia Puspa Vitaloka, Mochamad Galih Dikapusti Gunawan, dan Mochamad Hildan Gunawan, terimakasih atas dukungan dan kasih sayang kalian selama penyusunan skripsi ini.

10. Haryo Adi Priambodo (Yaya) atas kasih sayang, semangat, dan dukungan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.


(11)

11.Teman-teman bimbingan Ibu Rita Nurmalina yaitu Harfiana, Agrivinie Rainy, Dini Amrilla Utomo, dan Dewinda Asri Agnita atas bantuan dan perjuangan kalian.

12.Teman-temanku terdekatku, Ana Zufrida Widyasari, Salimah, Alfianti Sari, Astri Yulita Auditiya, Citra sari, Shinta Kurniawati, Nuning Indriyashari, Ica Dewiana, Sisca Octavianis, terimakasih atas keakraban dan kerjasama selama kuliah, nasihat-nasihat yang diberikan, serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

13.Teman-teman gladikarya Desa Tegallega, Cianjur. Terimakasih atas kerjasamanya dan keakraban selama gladikarya.

14.Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, Januari 2012

Anggi Andhika R


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Karakteristik Ikan Lele ... 11

2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele ... 12

2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele ... 13

2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ... 14

2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ... 15

2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ... 16

2.4. Penanggulangan Hama dan Penyakit ... 17

2.5. Pakan Ikan Lele ... 18

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu ... 19

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Kerangka Pemikiran teoritis ... 25

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ... 25

3.1.2. Aspek-aspek Studi Kelayakan ... 25

3.1.2.1. Aspek Pasar ... 26

3.1.2.2. Aspek Teknis ... 26

3.1.2.3. Aspek Manajemen ... 27

3.1.2.4. Aspek Sosial dan Lingkungan ... 28

3.1.2.5. Aspek Finansial ... 28

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat ... 29

3.1.4. Analisis Finansial ... 29

3.1.5. Analisis sensitivita ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 37

4.3. Metode Pengolahan Data ... 37

4.3.1. Analisis Aspek Pasar ... 38

4.3.2. Analisis Aspek Teknis ... 38

4.3.3. Analisis Aspek Manajemen ... 39

4.3.4. Analisis Sosial dan Lingkungan ... 39


(13)

xiii

4.3.5.1. Net Present Value ... 40

4.3.5.2. Net Benefit and Cost Ratio ... 40

4.3.5.3. Internal Rate and Return ... 41

4.3.5.4. Payback Period ... 42

4.3.6. Analisis Sensitivitas ... 42

4.4. Asumsi Dasar Yang Digunakan ... 43

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 45

5.1. Gambaran Umum Wilayah ... 45

5.1.1. Letak dan Keadaan Alam ... 45

5.1.2. Prasarana dan Sarana ... 47

5.2. Gambaran Umum Usaha Gudang Lele ... 48

5.3. Sejarah dan Perkembangan Usaha Gudang Lele ... 50

5.4. Lokasi dan Sumberdaya Usaha Gudang Lele ... 52

5.4.1. Sumberdaya Fisik ... 53

5.4.2. Sumberdaya Manusia ... 54

5.4.3. Sumberdaya Keuangan ... 54

5.4.4. Lingkup Kegiatan Usaha Gudang Lele ... 55

5.4.4.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ... 55

5.4.4.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ... 60

5.4.4.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ... 62

VI ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL ... 65

6.1. Aspek Pasar dan Pemasaran ... 65

6.1.1. Permintaan dan Penawaran ... 65

6.1.2. Aspek Pemasaran ... 67

6.2. Aspek Teknis ... 68

6.2.1. Lokasi Usaha ... 68

6.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi ... 71

6.2.3. Proses Produksi ... 72

6.2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele ... 72

6.2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele ... 79

6.2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele ... 81

6.3. Aspek Manajemen ... 84

6.4. Aspek Hukum ... 84

6.5. Aspek Sosial Ekonomi Budaya dan Lingkungan ... 86

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL ... 88

7.1. Arus Penerimaan dan Pengeluaran ... 88

7.1.1. Arus Pengeluaran (outflow) ... 88

7.1.2. Biaya Investasi ... 88

7.1.3. Biaya Operasional ... 91

7.1.3.1. Biaya Tetap . ... 91

7.1.3.2. Biaya Variabel ... 92

7.1.3.3. Biaya Lainnya ... 94

7.2. Arus Penerimaan (inflow) ... 95

7.3. Analisis Kelayakan Finansial ... 96

7.3.1. Analisis Kelayakan Finansial Pembenihan ... 96


(14)

xiv

7.4. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan ... 99

7.5. Analisis Switching Value ... 100

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

8.1 Kesimpulan ... 103

8.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(15)

xv DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Total Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa Tahun 2007-2010 .. 4 2. Proyeksi Produksi Lele Siap Konsumsi dan kebutuhan

Larva di Provinsi Jawa Barat ... 4 3. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya air Tawar

di Bekasi Tahun 2005-2009 ... 6 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Bekasi Utara

Pada Tahun 2010 ... 45 5. Penggunaan Tanah di Kecamatan Bekasi Utara

Pada Tahun 2010 ... 46 6. Prasarana dan Sarana Transportasi, Perhubungan

dan Perdagangan di Kecamatan Bekasi Utara ... 48 7. Proyeksi Produksi Lele Siap Konsumsi dan kebutuhan

Larva di Provinsi Jawa Barat ... 66 8. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 90 9. Rincian Biaya Investasi Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 91 10. Rincian Biaya Tetap Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 92 11. Rincian Biaya Tetap Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 92 12. Rincian Biaya Variabel Pengusahaan Pembenihan

dan Pembesaran Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 94 13. Rincian Biaya Lainnya Pengusahaan Pembenihan

dan Pembesaran Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 95 14. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Phyton Usaha Gudang Lele ... 97 15. Kelayakan Finansial Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele

Phyton Usaha Gudang Lele ... 99 16. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Pengusahaan

Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele Phyton ... 99 17. Analisis Switching Value pengusahaan Pembenihan


(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan

Pengusahaan Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 36

2. Skema Aliran Pemasaran Ikan Lele Phyton ... 68

3. Peralatan Budidaya Ikan Lele Phyton Usaha Gudang Lele ... 72

4. Kolam Pembenihan Ikan Lele Phyton ... 74

5. Alur Proses Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Lele Phyton ... 75

6. Persiapan Pemijahan Ikan Lele Phyton ... 76

7. Benih (Larva) Ikan Lele Phyton Yang Baru Menetas ... 77

8. Pakan Benih Ikan Lele Phyton ... 78

9. Alur Teknik Pembenihan Ikan Lele Phyton ... 78

10. Pemeliharaan Benih Ikan Lele Phyton ... 80

11. Proses Pemanenan Benih Ikan Lele Phyton ... 80

12. Alur Proses Produksi Pendederan Ikan Lele Phyton ... 81

13. Kolam Pembesaran Ikan Lele Phyton ... 82

14. Pakan Ikan Lele Phyton Konsumsi ... 83

15. Proses Pemanenan Ikan Lele Phyton ... 83

16. Alur Proses Produksi Pembesaran Ikan Lele Phyton ... 84


(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pola Tanam Pengusahaan pembenihan Ikan Lele Phyton

Usaha Gudang Lele ... 109 2. Pola Tanam Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Phyton

Usaha Gudang Lele ... 110 3. Biaya Investasi Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 111 4. Biaya Investasi Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 112 5. Biaya Variabel Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 113 6. Biaya Variabel Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 116 7. Biaya Tetap dan Biaya Lainnya Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 119 8. Biaya Tetap dan Biaya Lainnya Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 120 9. Penerimaan Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton

Usaha Gudang lele ... . 121 10. Penerimaan Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Phyton

Usaha Gudang lele ... . 122 11. Penyusutan dan Nilai Sisa Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 123 12. Penyusutan dan Nilai Sisa Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 124 13. Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele

Phyton Usaha Gudang lele ... 125 14. Biaya Reinvestasi Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele

Phyton Usaha Gudang lele ... 126 15. Bunga dan Pokok Pinjaman Pengusahaan Pembenihan

dan Pembesaran Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 127 16. Perhitungan IRR Pengusahaan Pembenihan

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 128 17. Perhitungan IRR Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 129 18. Proyeksi Laba Rugi Pengusahaan Pembenihan


(18)

xviii 19. Proyeksi Laba Rugi Pengusahaan Pembesaran

Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 131

20. Analisis Cashflow Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 132

21. Analisis Cashflow Pengusahaan Pembesaran Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele ... 133

22. Switching Value Penurunan Harga Jual Benih Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (20,03%)... 134

23. Switching Value Penurunan Harga Jual Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (7,83%)... 135

24. Switching Value Penurunan Volume Produksi Benih Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (20,03%)... 136

25. Switching Value Penurunan Volume Produksi Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (7,83%) ... 137

26. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pembenihan Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (66,66%)... 138

27. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pembesaran Ikan Lele Phyton Usaha Gudang lele (14,53%) ... 139

28. Kolam Pembenihan Ikan Lele Phyton ... 140

29. Proses Pemijahan Ikan Lele Phyton ... 140

30. Benih Ikan Lele Phyton ... 140

31. Kolam Pembesaran Ikan Lele Phyton ... 141

32. Pakan Benih Ikan Lele Phyton ... 141

33. Pakan Ikan Lele Phyton Konsumsi ... 141


(19)

I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan yang didalamnya terdapat berbagai macam kekayaan laut bernilai ekonomis tinggi. Disamping itu, subsektor perikanan di Indonesia sangat berperan dalam membantu memperluas kesempatan kerja, memperbaiki gizi masyarakat dan meningkatkan devisa negara yang dapat mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.

Potensi subsektor perikanan Indonesia sangat besar dikarenakan sektor perikanan merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat Indonesia. Besarnya potensi yang dimiliki subsektor perikanan di Indonesia menyebabkan produksi perikanan Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, produksi perikanan Indonesia tahun 2010 mencapai 10,83 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 10,29 persen dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 9,82 juta ton. Bahkan pada tahun 2014 pemerintah menargetkan produksi perikanan Indonesia mencapai 22,39 juta ton (DKP 2010). Hal ini sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi yang akan mendorong permintaan terhadap produk perikanan di Indonesia.

Permintaan terhadap ikan khususnya produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung, serta penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan. Pada saat ini, konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi masyarakat Indonesia yang walaupun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Menurut data nasional, sampai akhir tahun 2010, konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia mencapai 30,47 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan jika dibandingkan dengan konsumsi ikan pada tahun 2009 sebesar 29,98 kg per kapita per tahun, pada tahun 2008 sebesar


(20)

2

29,08 kg per kapita per tahun, dan pada tahun 2007 sebesar 28,28 kilogram per kapita per tahun1.

Peningkatan tersebut terjadi akibat keberhasilan program pemerintah yaitu, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan Pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Dengan adanya program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan.

Seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia, kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan semakin meningkat. Sayangnya, sejak tahun 1990, produksi perikanan tangkap (hasil laut) mengalami penurunan. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang sebagai akibat dari kerusakan lingkungan laut dan penangkapan ikan ilegal secara besar-besaran. Satu-satunya harapan untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan konsumsi ikan dunia, yaitu dengan usaha budidaya ikan.

Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Selama ini ikan lele menyumbang lebih dari 10 persen produksi perikanan budidaya nasional dengan tingkat pertumbuhan mencapai 17 hingga 18 persen. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai salah satu komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukannya pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air tawar ini menjadi penyumbang devisa negara yang sangat menjanjikan. Ikan lele merupakan komoditas perikanan budidaya air tawar yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun ekspor.

Perkembangan produksi ikan lele selama lima tahun terakhir menunjukkan hasil yang sangat signifikan yaitu sebesar 21,82 persen per tahun. Kenaikan rata-ratanya setiap tahun sebesar 39,66 persen. Tahun 2010, produksi ikan lele meningkat sangat signifikan yaitu dari produksi sebesar 144.755 ton pada tahun 2009 menjadi 242.811 ton pada tahun 2010 atau naik sebesar 67,74 persen. Adapun proyeksi produksi ikan lele nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2014

1) Departemen Perikanan dan Kelautan. http://www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara Asia, Update Data Konsumsi Ikan. Diakses pada tanggal 19 April 2011.


(21)

3

ditargetkan mengalami peningkatan sebesar 450 persen atau rata-rata meningkat sebesar 35 persen per tahun yakni pada tahun 2010 sebesar 270.600 ton meningkat menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2010).

Peningkatan produksi ikan lele di Indonesia didorong oleh tingginya permintaan terhadap ikan lele, baik benih maupun ikan lele konsumsi. Tingginya permintaan terhadap ikan lele baik benih maupun ikan lele konsumsi tidak terlepas dari program pemerintah yang mencanangkan Indonesia sebagai produsen terbesar ikan konsumsi atau hasil budidaya dunia tahun 2015. Saat ini, lele sudah menjadi menu favorit yang digemari konsumen dari berbagai kalangan. Produk olahan lele pun sudah banyak dijumpai, baik yang diolah secara tradisional, seperti pecel lele, pepes lele, lele asam pedas, maupun lele yang diolah dan dikemas secara modern dalam skala industri, seperti bakso, nugget, abon, keripik tulang lele, kerupuk lele dan dendeng lele. Dalam bentuk segar, daging lele yang sudah di fillet merupakan salah satu produk yang diminati pasar ekspor.

Sentra produksi ikan lele sebagian besar terletak di pulau Jawa. Sekitar 80 persen produksi ikan lele nasional berasal dari lima provinsi yang selama ini telah menjadi sentra budidaya ikan lele yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Diantara kelima provinsi tersebut, Jawa Barat merupakan daerah penghasil (produsen) ikan lele dengan total produksi tertinggi di Pulau Jawa. Total produksi ikan lele di Provinsi Jawa Barat mencapai 197.750 ton atau sebesar 42,01 persen dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Total produksi ikan lele yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Barat merupakan nilai yang cukup besar apabila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa lainnya, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I.Yogjakarta dan Banten. Berikut ini total produksi ikan lele pada masing-masing Provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

4 Tabel 1. Total Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa Tahun 2007-2010

Provinsi Produksi (Ton) Total Kenaikan

(%)

2007 2008 2009 2010

Banten 2.267 2.574 3.648 5.554 14.043 2,98

Jawa Barat 26.978 31.687 48.044 91.041 197.750 42,01

Jawa Tengah 14.960 23.072 28.290 36.768 103.090 21,90

Jawa Timur 20.914 23.472 26.690 43.618 114.694 24,36

D.I. Yogjakarta 5.386 6.365 7.902 21.539 41.192 8,75

Total 470.769 100

Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2011)

Jawa Barat merupakan produsen (penghasil) ikan lele dengan total produksi tertinggi di Pulau Jawa. Pada dasarnya komoditas unggulan perikanan yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat terdiri dari ikan mas, ikan nila, ikan lele, ikan patin dan ikan gurame. Namun, diantara kelima jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat, ikan lele merupakan komoditas unggulan yang perkembangan produksi sangat pesat dibandingkan komoditas perikanan lainnya yang dihasilkan di Provinsi Jawa Barat. Perkembangan peningkatan produksi yang cukup signifikan terhadap ikan lele konsumsi mendorong terjadinya peningkatan permintaan terhadap benih atau larva lele di Provinsi Jawa Barat. Permintaan terbesar terhadap benih ikan lele hingga saat ini masih berada di Provinsi Jawa Barat. Berikut ini proyeksi produksi ikan lele siap konsumsi dan permintaan larva atau benih lele di Jawa Barat hingga tahun 2014. Tabel 2. Proyeksi Produksi Lele Siap Konsumsi dan Kebutuhan Larva atau

Benih Lele di Provinsi Jawa Barat

No. Tahun Proyeksi Produksi (Ton) Kebutuhan Larva (ekor)

1 2010 55.700 1.293.000.000

2 2011 73.200 1.700.000.000

3 2012 99.000 2.299.000.000

4 2013 134.000 3.112.000.000

5 2014 180.000 4.180.000.000


(23)

5

Jenis ikan lele yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat adalah ikan lele dumbo, ikan lele sangkuriang dan ikan lele phyton. Diantara ketiga jenis ikan lele yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat, ikan lele phyton merupakan varietas lele baru yang unggul, khususnya di Provinsi Jawa Barat. Ikan lele phyton merupakan hasil persilangan antara lele induk betina lele eks Thailand atau lele D89F2 dengan induk jantan lele dumbo F6 yang pertama kali ditemukan di Provinsi Jawa Barat tepatnya di Pandeglang, Banten. Lele phyton dikembangkan oleh tim persilangan lele yang diberi nama Sinar Kehidupan Abadi (SKA) berlokasi di Desa Banyumundu, Kecamatan Cimanuk, tahun 1997. Lele phyton tergolong omnivora, baik di alam maupun di lingkungan budidaya, dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya.

Keunggulan yang dimiliki ikan lele phyton jika dibandingkan dengan varietas ikan lele lainnya yaitu lele phyton mampu bertahan dalam suhu yang diperlakukan berada di titik ekstrim panas maupun dingin. Selain itu, lele phyton juga memiliki pertumbuhan yang cukup cepat, dari ukuran benih 7-8 cm membutuhkan waktu 50 sampai 55 hari pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi. Sementara pemeliharaan ukuran benih 9-10 cm hanya butuh waktu 40-45 hari hingga mencapai masa panen (Galeriukm, 2011).

Selain itu, keunggulan lain yang dimiliki oleh lele phyton yaitu memiliki hasil produksi yang lebih tinggi baik pada segmen pembenihan maupun pembesaran, masa panen lele phyton lebih cepat, memiliki telur lebih banyak dan daya tetas yang lebih hebat dibandingkan dengan varietas lele lainnya, memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, memiliki cita rasa daging lele yang gurih, tekstur daging yang lebih padat dan minim akan lemak, serta proses pembudidayaan dan pemeliharaannya mudah dan sederhana, baik dari segi lokasi, sarana kolam, maupun perawatan air (Khairuman dan Amri 2008).

Bekasi merupakan salah satu daerah sentra produksi ikan lele di Jawa Barat selain Bogor, Sukabumi, Indramayu dan Cirebon. Pada dasarnya komoditi perikanan yang dihasilkan di Bekasi terdiri dari ikan mas, ikan nila, ikan gurame, ikan patin dan ikan lele. Namun, diantara kelima komoditas perikanan yang dihasilkan di Bekasi, ikan lele merupakan komoditas unggulan yang memiliki


(24)

6

produksi tertinggi di Bekasi. Hal ini dikarenakan perkembangan produksi ikan lele di Bekasi relatif stabil dan selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tersedianya sumberdaya dan faktor klimatologis yang mendukung serta peluang pasar yang terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan, khususnya ikan lele di Bekasi mengalami perkembangan yang baik. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi perikanan budidaya air tawar ikan konsumsi di Bekasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Ikan Konsumsi di Bekasi Tahun 2005-2010

No Jenis

Ikan

Produksi (ton)

Jumlah

Presentasi Kenaikan Produksi

(%)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Mas 34,4 62 105,6 96,8 101,46 400,26 22,32 2 Nila 8,5 33,3 24,6 17,5 18,4 102,2 35,98 3 Lele 96,5 96,7 107,3 159,4 176,77 636,67 23,27 4 Patin 17,8 16,3 13,8 16,3 14,88 79,08 15,61 5 Gurame 62,4 85 115 120,5 130,5 513,4 21,15 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Bekasi (2010)

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa ikan lele merupakan hasil komoditas perikanan yang memiliki total produksi tertinggi di Bekasi dibandingkan dengan ikan lainnya. Pada tahun 2005 hingga tahun 2009 total produksi ikan lele mencapai angka 636,67 ton atau mengalami peningkatan produksi sebesar 23,27 persen. Jika dilihat dari persentase kenaikan produksinya, ikan lele memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan nila. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi ikan lele dari tahun ke tahun tidak sebesar ikan nila. Walaupun demikian produksi ikan lele selalu mengalami peningkatan dan produksinya relatif stabil setiap tahun, sedangkan ikan nila produksinya cenderung tidak stabil yaitu mengalami peningkatan pada tahun 2006 dan turun drastis pada tahun 2007 hingga 2008. Hal inilah yang menjadikan persentase kenaikan produksi ikan lele lebih rendah dibandingkan dengan ikan


(25)

7

nila. Namun hingga saat ini, produksi ikan lele tetap menduduki urutan teratas di Bekasi.

Jenis ikan lele yang paling banyak diusahakan di Bekasi adalah ikan lele phyton. Keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele phyton, membuat para pelaku usaha di Bekasi mulai melakukan pengusahaan baik pembenihan maupun pembesaran ikan lele phyton. Salah satu usaha di Bekasi yang melakukan pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele phyton adalah usaha Gudang Lele. Usaha Gudang Lele terletak di Kecamatan Bekasi Utara, yang merupakan salah satu penyedia benih lele phyton dan ikan lele phyton konsumsi di Bekasi. Pengusahaan pembenihan pada usaha Gudang Lele dilakukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dengan ukuran 3-8 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran pada usaha Gudang Lele dilakukan untuk mendapatkan ikan lele ukuran konsumsi yaitu 9-10 ekor per kilogram.

Usaha Gudang Lele merupakan usaha yang baru berdiri pada tahun 2010, sehingga penting untuk dilakukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis finansial melalui beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) dan analisis non finansial (aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, lingkungan). Selain itu juga dilakukan pula analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan pada komponen manfaat dan komponen biaya.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele adalah tingkat kematian sejumlahikan lele phyton dalam jumlah yang cukup banyak, khususnya untuk ukuran benih siap tebar. Benih ikan lele phyton merupakan komoditas perikanan yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga kematian yang cukup tinggi terjadi pada ukuran benih siap tebar. Permasalahan ini biasanya terjadi pada pembudidaya yang baru memulai usaha atau petani pemula yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan benih yang baik, yakni mulai dari penanganan saat pengangkutan hingga penebaran dan pengkondisian air yang memenuhi syarat. Permasalahan ini umumnya terjadi pada


(26)

8

saat penyaringan yaitu segmen pendederan benih. Tingkat kematian yang tinggi ini akan menyebabkan penurunan volume produksi baik benih lele phyton maupun ikan lelephyton konsumsi.

Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele adalah kelebihan produksi benih dan ikan lele phyton konsumsi. Kelebihan produksi benih dan ikan lele phyton konsumsi umumnya terjadi pada musim hujan. Ketika musim hujan, banyak pedagang pecel lele yang mengalami penurunan omset penjualan. Akibatnya, banyak ikan lele phyton ukuran konsumsi yang tidak terserap pasar. Di sisi lain, pada musim hujan benih ikan lele phyton di petani tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Akibatnya, banyak benih dan ikan lele phyton konsumsi yang tidak laku terjual. Hal ini akan berdampak pada turunnya harga jual baik benih maupun ikan lele phyton konsumsi di pasaran.

Faktor sosial ekonomi masyarakat juga merupakan kendala utama yang mempengaruhi fluktuasi harga ikan lele phyton di pasaran. Ketika liburan sekolah, masyarakat lebih memilih menghabiskan uangnya untuk membeli kebutuhan lain. Belum lagi bagi daerah disekitar kampus yang menjadi daerah konsentrasi penjulan pecel lele, liburan berdampak terhadap turunnya permintaan lele phyton di pasaran. Selain itu, harga pakan yang cenderung fluktuatif merupakan kendala yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele. Harga pakan yang cenderung fluktuatif ini akan menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga fluktuatif, sehingga keuntungan yang diperoleh pun fluktuatif.

Adanya permasalahan tersebut akan sangat mempengaruhi kelangsungan usaha Gudang Lele baik pembenihan maupun pembesaran ikan lele phyton. Oleh karena itu, analisis kelayakan baik secara aspek finansial maupun aspek non finansial penting untuk dilakukan pada usaha Gudang Lele. Tujuannya adalah untuk melihat apakan usaha Gudang Lele layak atau tidak untuk diusahakan dilihat dari usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele phyton. Selain itu, analisis nilai pengganti (switching value analysis) pun perlu dilakukan pada usaha Gudang Lele karena adanya permasalahan yang terjadi pada komponen harga jual, volume produksi dan kenaikan biaya variabel. Analisis nilai pengganti (switching value analysis) dilakukan untuk mengetahui perubahan maksimum dari komponen manfaat dan biaya yaitu harga jual, volume produksi dan biaya variabel.


(27)

9

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam pengusahaan ikan lele phyton dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana kelayakan pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) pada usaha Gudang Lele yaitu dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi lingkungan?

2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton ((pembenihan dan pembesaran) pada usaha Gudang Lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP)?

3. Bagaimana pengaruhnya jika terjadi penurunan harga jual output, penurunan volume produksi, dan kenaikan biaya variabel pada pengusahaan ikan lele phyton baik pembenihan maupun pembesaran?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).

3. Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan pada penurunan harga jual output, penurunan volume produksi, serta kenaikan biaya variabel baik pembenihan maupun pembesaran.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(28)

10

2. Bahan informasi bagi pihak perbankan atau non bank mengenai tingkat pengembalian investasi dan kelayakan pengusahaan ikan lele, sehingga dapat memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada kegiatan tersebut.

3. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bekasi Utara. Penelitian ini membahas mengenai pengusahaan ikan lele phyton yang terbagi kedalam dua usaha yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran ikan lele phyton dengan menggunakan kolam terpal, kolam tanah dan kolam semen. Kegiatan pembenihan menghasilkan benih ukuran 3-8 cm, sedangkan kegiatan pembesaran menghasilkan ikan lele phyton konsumsi 9-10 cm per kilogram. Adapun analisis kelayakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sesial ekonomi lingkungan), aspek finansial (Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) dan analisis switching value (penurunan harga jual, penurunan volume produksi dan kenaikan biaya variabel). Hasil perhitungan pada aspek finansial dan analisis switching value menggunakan cashflow yang diolah dengan menggunakan sofware Microsoft Excel, sedangkan hasil aspek non finansial disajikan dalam bentuk analisis deskriptif.


(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karekteristik Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa, baik dibudidayakan di kolam maupun di keramba (sungai, danau dan irigasi). Sebagai bagian kelompok hewan berdarah dingin, sebagian besar ikan termasuk ikan lele sangat efisien dalam mengonversi energi yang berasal dari pakan menjadi protein (Khairuman dan Amri 2008). Hal ini tentu sangat menguntungkan karena dalam pembudidayaan ikan lele phyton, pakan merupakan komponen biaya investasi yang cukup besar. Pemanfaatan pakan secara efektif akan menyokong laju pertumbuhan. Artinya, pakan yang diberikan dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk memacu laju pertumbuhan yang lebih cepat sehingga masa pemeliharaan dapat dipersingkat.

Lele phyton merupakan hasil persilangan antara lele Thailand dengan lele Afrika yang dikembangkan di Pandeglang, Banten. Jenis lele phyton ini dikembangkan oleh tim persilangan lele yang diberi nama Sinar Kehidupan Abadi (SKA) berlokasi di Desa Banyumundu, Kecamatan Cimanuk, tahun 1997. Tim SKA sendiri yang terdiri dari Wawan Setyawan, Aji Satria Perambah Jati, Teja Swarna Jati, Raja Jati Sonar Baskara, dan Uwak Bayu. Persilangan ini dilakukan karena penyebaran benih lele dumbo yang berkembang saat itu sudah mulai menurun kualitasnya dan tidak jelas secara genetik.

Seperti umumnya ikan lele lainnya, lele phyton memiliki bentuk tubuh yang memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Kepala lele phyton lebih kecil dengan bentuk kepalanya seperti ular piton. Kulit tubuh lele phyton berwarna hitam, hitam keunguan, atau hitam kehijauan pada bagian punggung, dan putih kekuningan pada bagian perut, bagian samping totol-totol. Memiliki tubuh yang lebih panjang dari lele dumbo pada usia yang sama. Jika terkena sinar matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya berubah menjadi loreng seperti mozaik hitam-putih. Mulut lele phyton relatif lebih kecil dibandingkan lele sangkuriang dan lele dumbo. Tanda spesifik lainnya dari lele phyton adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah


(30)

12

yang berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau ketika mencari makan (Khairuman dan Amri 2008).

Sebagai alat bantu untuk berenang, ikan lele phyton memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor dan sirip dubur. Lele phyton juga memiliki sirip berpasangan, yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Sedangkan pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent), bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah (Khairuman dan Amri 2008).

2.2. Habitat dan Tingkah Laku Ikan Lele

Habitat atau lingkungan hidup lele phyton adalah air tawar. Seperti sungai yang aliran airnya tidak terlalu deras, atau perairan yang tenang misalnya danau, waduk, rawa serta genangan-genangan kecil (kolam). Menurut Agriminakultura (2009), salah satu sifat lele phyton adalah suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele phyton mencari makan, itulah sebabnya lele phyton akan lebih suka berada di tempat gelap dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Dan pada siang hari lele phyton lebih suka berdiam didalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu deras. Sifat lain dari ikan lele phyton adalah memiliki kebiasaan mencari makan yang berupa binatang-binatang kecil (bentos) yang terletak di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam tampak keruh.

Lele phyton dilengkapi insang tambahan (organ arborescent) yang dikenal dengan sebutan labirin. Dengan organ ini lele phyton bisa hidup dalam lumpur atau kandungan oksigennya sedikit. Bahkan dengan organ tersebut, lele phyton mampu hidup di luar air selama beberapa jam asalkan udara sekitarnya cukup lembab (Khairuman dan Amri 2008).

Kualitas air tidak menjadi masalah untuk ikan lele, tidak seperti ikan-ikan lainnya, lele tidak menuntut air yang berkualitas misalnya air yang jernih dan air


(31)

13

yang mengalir. Karena itu ikan lele bisa dipelihara di kolam penampungan buangan air di belakang rumah, bahkan dicomberan sekalipun. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan lele phyton yaitu kandungan O2 6 ppm, CO2 kurang dari 12 ppm, suhu (24–26)o C, pH (6–7), NH3 kurang dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke dalamair maksimum 30 cm (Khairuman dan Amri 2008).

Pada usaha Gudang Lele, kolam yang digunakan untuk pengusahaan ikan lele menggunakan kolam terpal dan kolam tanah yang terletak di sekitar tempat usaha petani ikan lele. Dalam pengusahaan ikan lele perlu juga diperhatikan keadaan suhu air dan tingkat keasaman air (pH). Kondisi iklim di daerah Kecamatan Bekasi Utara cukup mendukung untuk melakukan pengusahaan ikan lele yaitu berkisar antara 27-32 derajat celcius, sedangkan tingkat keasaman air tanah yang dipergunakan untuk kegiatan produksi ikan lele sebesar 7,3.

Ditinjau dari jenis makanannya pakan alami ikan lele phyton adalah binatang renik yang hidup di dasar maupun di dalam air seperti jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, kutu air, dan sisa bahan organik yang masih segar. Lele juga bersifat kanibal, yaitu makan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Agriminakultura 2009).

2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Lele

Dalam budidaya lele atau perikanan pada umumnya dikenal adanya subsistem atau kegiatan pembenihan (termasuk didalamnya pemijahan), kegiatan pendederan dan kegiatan pembesaran. Ketiga kegiatan tersebut saling berhubungan dalam melakukan pengusahaan ikan lele. Jika ada permasalahan dalam suatu subsistem, maka akan berpengaruh terhadap subsistem lainnya. Pada saat ini sebagian besar petani ikan lele mulai memilih kegiatan yang lebih spesifik seperti spesialisasi pembenihan, spesialisasi pendederan, dan spesialisasi pembesaran. Dengan demikian, peluang usaha budidaya ikan lele dari masingmasing subsistem akan terbuka lebar, karena kegiatan pendederan dan pembesaran tidak akan dapat berjalan apabila tidak ada kegiatan pembenihan, dan begitu juga sebaliknya kegiatan pembenihan tidak akan dapat berjalan jika tidak ada kegiatan pendederan dan pembesaran. Sehingga tidak ada masyarakat yang akan mengkonsumsi ikan lele (Agriminakultura 2009).


(32)

14 2.3.1. Kegiatan Pembenihan Ikan Lele

Secara umum pembenihan adalah kegiatan budidaya lele untuk menghasilkan benih sampai berukuran tertentu dengan cara mengawinkan induk jantan dan betina pada kolam-kolam khusus pemijahan. Kegiatan pembenihan bisa dilakukan di dalam ruangan tertutup atau di ruang terbuka di sekitar rumah. Usaha budidaya ikan lele bermula dari kegiatan menghasilkan benih, untuk selanjutnya didederkan dan dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi (Agriminakultura 2009).

Tahapan dalam kegiatan pembenihan diawali dengan penyiapan media unit pembenihan, manajemen atau pengelolaan induk yang baik, pemijahan, sampai dengan penetasan telur menjadi telur atau larva yang kemudian dilanjutkan dengan usaha pemeliharaan larva sampai ukuran tertentu untuk tahapan pendederan. Induk yang akan dipijahkan dipilih yang sudah matang dan umurnya tidak kurang dari satu tahun.

Menurut peternak ikan lele, ciri induk betina ikan lele yang telah siap untuk dipijahkan diantaranya bagian perut tampak membesar kearah anus dan jika diraba terasa lembek, lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar. Jika bagian perut secara perlahan diurut kearah anus, akan keluar beberapa butir telur berwarna kekuning-kuningan dan ukurannya relatif besar, serta pergerakannya lamban dan jinak, sedangkan ciri-ciri induk ikan lele jantan yang telah siap untuk dipijahkan diantaranya alat kelamin tampak jelas dan lebih runcing, warna tubuh agak kemerah-merahan, tubuhnya ramping dan gerakannya lincah.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam kegiatan pemijahan ikan lele. Saat ini dikenal 3 cara pemijahan, yaitu pemijahan secara alami, pemijahan semi alami, dan pemijahan buatan. Pemijahan alami diartikan sebagai pemijahan yang dilakukan dengan cara induk tidak diberi rangsangan, sehingga memijah secara alami (memijah dengan sendirinya di kolam pemijahan). Pemijahan semi alami adalah pemijahan dengan cara induk diberi rangsangan dari kelenjar hipofisa atau hormon ovaprim agar terangsang untuk segera memijah dan melakukannya secara alami atau memijah sendiri. Adapun pemijahan buatan adalah induk diberi rangsangan atau suntikan kelenjar hipofisa atau hormon


(33)

15

ovaprim, kemudian memijah secara buatan dengan bantuan manusia. Untuk diketahui, kelenjar hipofisa berada di kepala ikan di bawah otak, sementara ovaprim merupakan hormon (campuran GnRh dan Domperidone).

Pada usaha Gudang Lele, petani melakukan kegiatan pembenihan atau pemijahan dengan cara pemijahan alami yaitu tanpa mengunakan rangsangan apapun sehingga proses pemijahan terjadi secara alami (memijah dengan sendirinya di dalam kolam pemijahan). Teknik pembenihan dilakukan dengan memilih terlebih dahulu indukan ikan lele yang siap untuk dipijahkan, kemudian induk yang telah dipilih dipindahkan kedalam kolam pemijahan. Setelah itu, dalam waktu 24 jam induk ikan lele tersebut akan menghasilkan telur sebanyak 30.000 butir telur yang terletak pada kakaban atau sarang telur.

Proses produksi pembenihan ikan lele phyton terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan kolam, pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva, pencegahan dan pengobatan penyakit, pemanenan larva dan pengepakan. Pada kegiatan pembenihan ikan lele phyton menghasilkan benih yang telah berumur 15-17 hari yang berukuran 0,9-1,3 cm, yang kemudian akan dibesarkan pada kegiatan pendederan ikan lele.

2.3.2. Kegiatan Pendederan Ikan Lele

Pendederan bisa diartikan sebagai pembesaran larva dari ukuran benih sampai ukuran tertentu untuk dipelihara pada tahap pembesaran atau untuk dijual kepada peternak pembesaran. Ukuran siap jual (hasil pendederan) yang umumnya berlaku di kalangan peternak lele adalah 1-3 cm (benih), 3-5 cm (pendederan 1), dan 5-8 cm (pendederan 2) (Khairuman dan Amri 2008).

Menurut Khairuman dan Amri K (2008) pendederan pertama adalah pemeliharaan benih ukuran 1-3 cm menjadi ukuran 3-5 cm. Pendederan kedua adalah pemeliharaan benih hasil pemeliharaan pendederan pertama 3-5 cm menjadi 5-8 cm. Rata-rata lama masa pendederan adalah 3-4 minggu. Adapun tempat kegiatan pendederan itu bisa dilakukan di jaring apung, terpal plastik, maupun di kolam tanah (tembok/semen).

Kegiatan pendederan yang dilakukan pada usaha Gudang Lele adalah pendederan kedua yaitu menghasilkan benih yang berukuran 5-8 cm. Kolam yang dipergunakan untuk pemeliharaan benih ikan lele adalah kolam terpal dan kolam


(34)

16

semen. Masa pemeliharaan benih ikan lele adalah selama 1 bulan dari awal benih ditebar pada kolam pemeliharaan. Jenis pakan yang diberikan adalah cacing sutera dan pelet f999, dengan dosis yang diberikan adalah 3 kali sehari yaitu pada pagi, sore dan malam hari. Padat tebar dalam kolam adalah sebanyak 27.000 ekor benih ikan lele phyton dengan tingkat kematian sebesar 15 persen, sehingga benih ikan lele phyton yang hidup sampai siap untuk dijual sebanyak 22.950 ekor benih ikan lele phyton pada tahun pertama. Proses produksi pendederan ikan lele phyton terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan benih, pemberian pakan, pencegahan dan pengobatan penyakit, pemanenan benih dan pengepakan atau panen.

2.3.3. Kegiatan Pembesaran Ikan Lele

Hasil pendederan 1 dan 2 hingga ukuran 5-8 cm belum bisa langsung untuk dikonsumsi. Ikan ukuran seperti ini harus dipelihara lagi untuk tahapan pembesaran sampai mencapai ukuran layak konsumsi, yaitu minimal 200 gram per ekor (5-6 ekor per kg). Oleh karena itu, tahapan pembesaran merupakan tahapan penting dalam pemeliharaan ikan lele supaya bisa menghasilkan ikan panenan yang diterima konsumen untuk langsung dijadikan ikan konsumsi (Khairuman dan Amri 2008).

Pembesaran ikan lele dapat dilakukan di kolam tanah. Untuk jenis kolam, ada tiga ketegori utama yang bisa digunakan sebagai tempat pembesaran ikan lele. Pertama adalah kolam tanah, yaitu kolam yang dasar dan dinding atau tanggulnya tanah. Kemudian, kolam yang dasarnya tanah dengan dinding tembok, kolam yang semuanya tembok atau beton (dasar dan dindingnya tembok), dan menggunakan jaring atau waring untuk memelihara di sungai, danau, maupun waduk (Khairuman dan Amri 2008).

Kegiatan pembesaran ikan lele pada usaha Gudang Lele dilakukan dengan menggunakan kolam tanah. Dalam kegiatan pembesaran usaha gudang lele menghasilkan ikan lele phyton ukuran konsumsi 9-10 ekor per kilogramnya. Masa pemeliharan pada kegiatan pembesaran ikan lele phyton yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan kegiatan pembenihan dan pendederan yaitu selama 2,5-3 bulan, sehingga petani lele dapat melakukan panen sebanyak 4 kali dalam setahun. Jumlah benih yang ditebar dalam satu kolam


(35)

17

adalah 30.000 ekor dengan ukuran benih yang ditebar adalah pendederan kedua yaitu 5-8 cm. Jenis pakan yang diberikan pada benih ikan lele pada kegiatan pembesaran adalah pelet f999, pelet 781-2 dan pelet 781 polos dan pelet tenggelam. Selain itu, pakan tambahan yang diberikan adalah ayam tiren. Harga ikan lele ukuran konsumsi yang siap panen adalah Rp 13.000 per kilogramnya. 2.4. Penanggulangan Hama dan Penyakit

Salah satu kendala yang sering dihadapi petani dalam budidaya ikan lele adalah serangan hama dan penyakit. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit. Meskipun demikian, keduanya harus mendapat perhatian sehingga budidaya lele dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Sebab, pencegahan dilakukan sebelum terjadi serangan, baik hama maupun penyakit, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar (Khairuman dan Amri 2008).

1) Hama

Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas lele, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama yang menyerang lele biasanya datang dari luar melalui aliran air, udara atau darat. Hama yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam yang kurang sempurna. Hama yang sering menyerang ikan lele, terutama yang masih berukuran kecil adalah ular, belut, dan cacing. Pada pengusahaan pembenihan ikan lele Gudang Lele hama yang sering menyerang pada benih ikan lele adalah cacing. Cacing tersebut berasal dari tempat penampungan air, sehingga sebelum benih ikan lele ditebar pada kolam pemeliharaan diberi garam dengan tujuan untuk membunuh hama atau cacing yang dapat menyebabkan kematian pada benih ikan lele. Namun lain halnya pada kegiatan pembesaran, hama yang sering menyerang jamur. Jamur tersebut muncul disebabkan oleh kualitas air kolam yang kurang baik ketika pemberian pakan. Oleh karena itu, petani lele melakukan penggantian air setiap empat hari sekali. Tujuannya adalah agar lele yang ada tidak terserang hama yang akan menyebabkan kematian pada lele.


(36)

18

2) Penyakit

Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan lele sehingga organ tubuh ikan lele terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh ikan lele terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan lele. Kemudian penyakit akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan antara kondisi ikan lele, lingkugan dan pantogen. Ikan lele yang kondisi tubuhnya buruk, sangat besar kemungkinan terserang penyakit. Sebaliknya, jika kondisinya tubuhnya baik, ikan lele sangat kecil kemungkinan terserang penyakit. Kondisi tubuh yang buruk dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti terjadinya perubahan lingkungan secara mendadak yang membuat ikan lele mengalami stress atau terjadi luka dan pendarahan pada tubuhnya.

Luka dan pendarahan dapat terjadi akibat penanganan kurang baik, terutama pada saat panen, dan sistem pengangkutan yang kurang tepat. Demikian pula dengan kondisi lingkungan. Jika lingkungan kurang baik, seperti kandungan oksigen di kolam rendah, ada gas beracun atau terjadi pencemaran (baik limbah industri maupun limbah rumah tangga), kondisi tubuh lele bisa manjadi lemah. Penyakit yang sering meyerang pada tubuh ikan lele adalah bintik putih (white spot). Tanda-tanda ikan lele terkena penyakit bintik putih adalah terdapat bintik-bintik putih pada kulit, sirip dan insang. Ikan lele berenang sangat lemah dan selalu berenang dipermukaan air. Selain itu juga ikan lele sering menggosokkan tubuhnya ke dasar kolam atau benda-benda keras. Cara penanggulangannya yaitu dengan cara ikan lele yang terkena penyakit bintik putih dipisahkan dengan ikan yang belum terserang penyakit tersebut. Ikan lele dimasukkan pada kolam yang telah diberikan garam selama 3 jam. Setelah ikan lele diobati selama 3 jam, ikan lele tersebut diangkat dan dipindahkan pada kolam pemeliharaan yang baru, sampai keadaan ikan lele tersebut pulih kembali.

2.5. Pakan Ikan Lele

Untuk hidup dan berkembang biak ikan lele memerlukan pakan. Jenis, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan tergantung dari ukuran dan jumlah ikan lele yang dipelihara. Ada dua jenis pakan yang disukai ikan lele, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam air, seperti plankton, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang di buat


(37)

19

oleh manusia atau pabrik, meskipun demikian pakan alami dapat dibuat dengan cara membudidayakannya. Disamping pakan tersebut, ada satu lagi jenis pakan yang dapat diberikan, yaitu pakan alternatif.

Pakan alternatif yang dapat diberikan kepada ikan lele antara lain ikan rucah atau ikan-ikan hasil tangkapan dari laut yang sudah tidak layak dikonsumsi manusia, limbah peternak ayam, limbah pemindangan ikan, dan daging bekicot atau daging keong mas. Karena ikan lele tergolong karnivora atau pemakan daging, pakan yang diberikan, baik buatan maupun alami harus yang mengandung daging. Pakan buatan seperti pelet biasanya telah mengandung daging yang berasal dari tepung ikan, dengan kandungan protein tidak kurang dari 30 persen. Pakan buatan dalam bentuk pelet diberikan pada lele yang telah berukuran agak besar, yakni 30 gram ke atas. Sementara itu, ikan lele yang berukuran lebih kecil dapat diberi pakan pelet, tetapi dalam bentuk tepung atau crumble yang ukurannya lebih besar daripada tepung. Ukuran pakan buatan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut lele. Semakin kecil bukaan mulut, semakin kecil ukuran pakan yang diberikan (Khairuman dan Amri 2008).

Jenis pakan ikan lele yang diberikan pada usaha Gudang Lele adalah ayam dan pelet kasar untuk pakan induk ikan lele, sedangkan jenis pakan yang diberikan pada benih ikan lele adalah cacing sutra dan pelet halus (pelet F999). Dosis yang diberikan pada ikan lele adalah 3 kali dalam satu hari yaitu pada pagi, sore dan malam hari. Pakan untuk lele segar atau lele konsumsi adalah jenis pakan pelet f999, pelet 781-2, pelet 781 polos dan pelet tenggelam.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha budidaya perikanan seperti lobster air tawar, udang dan budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias. Salah satunya adalah Perdana (2007) yang meneliti tentang “Analisis Kelayakan Usaha secara Partisifasif pada Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Gurame (Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju, Desa Situgede)”. Analisis kelayakan usaha yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha keseragaman budidaya pembesaran ikan gurame pada Kelompok Tani Tirta Maju layak untuk diimplementasikan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen maupun finansial. Analisis pendapatan usahatani menunjukkan nilai keuntungan


(38)

20

sebesar Rp 16.238.500,00 dan R/C sebesar 1,29, sedangkan dalam analisis penilaian investasi usaha diperoleh nilai NPV, PI, IRR dan PBP masing-masing sebesar Rp 10.433.512,00 : 1,67 ; 28,9 persen ; dan 2,9 periode. Namun demikian, usaha ini masih termasuk kurang profitable dan menarik bagi bank atau investor untuk menanamkan modalnya. Hal ini dikarenakan keuntungan per bulan usaha ini selama 5 periode berjalan hanya sebesar Rp 260.838,00. Selain itu, pendapatan per bulan setiap anggota yang terlibat berdasarkan nilai keuntungan satu periode hanya sebesar Rp 225.535,00 dan lebih rendah dari kebutuhan rumah tangga yang mencapai Rp 450.000,00 per bulan.

Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kelayakan usaha Tirta Maju cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada faktor harga jual ikan gurame dan volume produksi. Sementara itu, perubahan pada faktor harga pakan buatan (pelet) tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ini. Pada kenaikan harga pelet mencapai 61 persen dapat menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak.

Anggraini (2008) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ikan Mas (Cyprinus carpio) dengan cara Pemberokan (Kasus : Desa Selajambe, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)”. Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 5,5 persen dan umur ekonomis selama 10 tahun menunjukkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara pemberokan pada ketiga skala usaha (kecil, menengah, dan besar) di daerah penelitian layak diusahakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai NPV pada skala kecil sebesar Rp 112,293 juta, pada skala menengah sebesar Rp 1.588,601 juta, dan pada skala besar sebesar Rp 6.772,189 juta. Sementara itu nilai IRR yang diperoleh pada skala kecil adalah 14 persen, pada skala menengah sebesar 59 persen, dan pada skala besar diperoleh IRR sebesar 55 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh pada skala usaha kecil adalah 1,511, pada skala menengah adalah 4,45, dan pada skala besar adalah 4,19, sedangkan payback period pada skala kecil yaitu 9 tahun 3 bulan, pada skala menengah adalah selama 2 tahun 10 bulan, dan pada skala besar adalah selama 3 tahun 7 bulan.


(39)

21

Jika dilihat dari nilai IRR, Net B/C, dan payback period pada ketiga skala usaha tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha ikan Mas dengan cara pemberokan pada skala menengah adalah yang paling efisien untuk diusahakan. Hal tersebut dikarenakan usaha yang dilakukan pada skala menengah merupakan yang paling optimal di mana produksi ikan Mas per meter perseginya sudah lebih sesuai dengan kondisi ideal menurut dinasperikanan. Sementara itu untuk skala usaha kecil dan skala usaha besar, produksi ikan mas per meter perseginya belum mencapai kondisi ideal. Jumlah tenaga kerja yang kurang seimbang dengan luas usaha yang diolah mengakibatkan sistem budidaya pada skala usaha besar, khususnya cara pemupukan dan pemberian pakan, tidak dilakukan secara optimal. Pada skala usaha kecil, penggunaan benih yang kurang berkualitas menyebabkan usaha ikan Mas pada skala tersebut memiliki tingkat kelayakan lebih rendah dibandingkan dengan skala lainnya.

Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya komoditas perikanan juga dilakukan oleh Sugama (2008) yang melakukan penelitian mengenai ”Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Kerapu Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali)”. Berdasarkan hasil analisis finansial diperoleh nilai NPV pada usaha pembenihan ikan kerapu macan, kerapu bebek, kerapu sunu dan masingmasing hasilnya adalah Rp 330.405.688,00, Rp 448.428.815,00, dan Rp 206.600.377,00 keuntungan yang diperoleh pada selama 10 tahun. Nilai IRR yang diperoleh yaitu pada ikan kerapu macan sebesar 72 persen, ikan kerapu bebek sebesar 96 persen, dan ikan kerapu sunu sebesar 46 persen, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada usaha pembenihan ikan kerapu macan sebesar 3,179, pembenihan ikan kerapu bebek diperoleh 4,867, dan pembenihan ikan kerapu sunu diperoleh nilai sebesar 2,431. Payback periodyang diperoleh dalam usaha pembenihan ikan kerapu macan adalah 3 tahun, pembenihan ikan kerapu bebek adalah 2 tahun 2,9 bulan dan untuk pembenihan ikan kerapu sunu adalah 3 tahun 3,36 bulan.

Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka usaha pembenihan ikan kerapu secara masing-masing layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis sensitivitas, diperoleh bahwa usaha pembenihan ikan kerapu macan paling sensitif dan tidak layak diusahakan jika terjadi pada penurunan harga benih, diikuti dengan


(40)

22

pembenihan gabungan, pembenihan kerapu bebek, dan pembenihan kerapu sunu tetapi masih layak untuk dilaksanakan. Jika terjadi penurunan tingkat kematian (SR), usaha pembenihan ikan kerapu sunu dan ikan kerapu macan merupakan usaha yang paling sensitif dan tidak layak untuk dilaksanakan, diikuti dengan pembenihan kerapu gabungan, dan kerapu bebek tetapi masih layak untuk dilaksanakan. Jika terjadi kenaikan harga telur, usaha pembenihan ikan kerapu sunu merupakan usaha yang paling sensitif diikuti pembenihan ikan kerapu macan, pembenihan ikan kerapu bebek, pembenihan ikan gabungan tetapi usaha masih tetap layak untuk dilaksanakan.

Surahmat (2009), meneliti mengenai Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial pada skenario I dengan tingkat diskonto 7,25 persen usaha pembenihan larva ikan bawal Ben’s Fisha Farm di cabang usaha yang ke 24, diperoleh NPV lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 587.596.184,05 artinya usaha ini layak untuk dilaksanakan, sedangkan nilai Net B/C rasio yang diperoleh sebesar 4,15 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 4,15 rupiah dan usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR sebesar 61 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian total investasi selama 2 tahun 3 bulan.

Hasil analisis finansial dengan skenario II yang berasal dari modal pinjaman diperoleh nilai NPV sebesar Rp 9.501.982,34 yang artinya usaha pembenihan larva Ben’s Fish Farm di cabang yang ke 24 memberikan manfaat yang positif pada tingkat suku bunga kredit 14 persen. Usaha tersebut jika dilaksanakan akan masih memperoleh keuntungan yang sangat kecil yaitu sebesar Rp 9.501.982,34. Nilai Net B/C rasio sebesar 3,9 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,9 rupiah dan usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR sebesar 21 persen lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman sebesar 14 persen, artinya investasi di usaha ini masih menguntungkan dan usaha ini layak untuk dilaksanakan. Waktu pengembalian modal investasi


(41)

23

melebihi dari 10 tahun yang lebih besar dari umur proyek, sehingga usaha tersebut tidak layak.

Dari hasil analisis switching value untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual larva, penurunan produksi larva, dan kenaikan harga input (ovaprim), sehingga keuntungan mendekati normal, dimana NPV mendekati atau sama dengan nol atau bisa juga dengan menggunakan parameter IRR sama dengan tingkat suku bunga. Skenario I dengan modal sendiri, penurunan harga jual larva yang masih dapat ditolerir sebesar 7,04 persen yaitu dari harga Rp 8 per ekor menjadi Rp 7,43 per ekor. Pengusahaan pembenihan larva ikan bawal masih layak diusahakan apabila penurunan jumlah produksi tidak melebihi 42,1 persen yaitu dari 29.030.400 ekor menjadi 16.810.661 ekor, sedangkan untuk peningkatan harga input agar usaha tersebut masih layak diusahakan sampai 95,89 persen. Untuk skenario II dengan modal pinjaman, tidak dilakukan switching value karena dengan modal pinjaman usaha tidak layak untuk dilaksanakan berdasarkan waktu pengembalian modal investasi yang lebih besar dari umur proyek. Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, bahwa skenario I dengan modal sendiri usaha tersebut layak untuk dilaksanakan, sedangkan dengan modal pinjaman tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan waktu pengembalian investasi lebih besar dari umur proyek. Hasil analisis switching value usaha tersebut sangat sensitif terhadap perubahan harga jual larva ikan bawal.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada kriteria analisis kelayakan usaha yaitu menggunakan alat analisis data seperti NPV, Net B/C, IRR, Payback Period dan analisis switching value. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengambil topik dan komoditi yang berbeda yaitu analisis kelayakan usaha ikan lele dan tempat yang berbeda dengan yang sebelumnya. Narasumber dalam penelitian ini merupakan petani lele dan pekerja pada usaha Gudang Lele yang melakukan pengusahaan ikan lele di daerah Kecamatan Bekasi Utara yang melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan lele. Modal awal yang ditanamkan dalam pengusahaan ikan lele phyton merupakan modal pinjaman, selain itu juga yang membedakan penelitian ini


(42)

24

dengan penelitian terdahulu adalah membandingkan jenis pengusahaan yang dilakukan oleh petani lele yaitu pengusahaan pembenihan ikan lele phyton dengan pengusahaan pembesaran ikan lele phyton, serta merencanakan untuk mengembangkan skala usaha kecil menjadi skala usaha besar. Data diolah dengan menggunakan sofware Microsoft Excel dan interpretasi data secara deskriptif untuk melihat apakah investasi usaha ini nantinya akan layak untuk dilaksanakan atau tidak.


(1)

148 3. Jenis pakan yang diberikan?berapa kali pemberian pakan

dalam satu hari?jumlah yang diberikan dalam satu hari? 4. Berapa lama waktu yang dilakukan pada pembesaran sampai

ikan lele siap dijual?

5. Berapa ukuran ikan lele yang dihasilkan?

6. Apa saja tahapan yang dilakukan dan bagaimana prosesnya? f. Kendala-kendala yang dihadapi :

2) Pasar dan Pemasaran

a. Berapa jumlah permintaan ikan lele phyton pada usaha ini? b. Pemasaran benih ikan lele phyton dilakukan kemana saja? c. Berapa kali dalam satu minggu benih dipasarkan?

d. Pemasaran ikan lele phyton konsumsi dilakukan ke daerah mana saja? e. Bagimana mencari pasar untuk pemasaran ikan lele yang berukuran

konsumsi?

f. Apakah ada standar produk yang dihasilkan yaitu :

1. Ukuran : ……….cm 1 kg :………ekor ikan lele phyton 2. Berat : ……….kg

g. Siapa yang menentukan standar produk (ukuran dan berat) tersebut? h. Berapa harga jual untuk benih ikan lele phyton?

i. Berapa harga jual untuk ikan lele phyton konsumsi?

j. Bagaimana cara menentukan harga jual ikan lele phyton baik benih maupun lele konsumsi?

k. Apakah ada strategi yang digunakan untuk menentukan harga jual untuk benih dan lele konsumsi?

l. Apakah ada kenaikan atau penurunan harga jual?

m. Pada kondisi seperti apa kenaikan atau penurunan harga jual terjadi? n. Pembayaran seperti apa?

o. Apakah ada kendala dalam pemasaran ikan lele phyton ? 3) Aspek Manajemen


(2)

149 b. Berapa jumlah tenaga kerja dalam usaha pendederan dan pembesaran

ikan lele?

c. Bagaimana struktur manajemen pada pengusahaan ikan lele? d. Bagaimana job description untuk setiap tenaga kerja?

e. Apa hak dan kewajiban untuk setiap tenaga kerja? f. Bagaimana proses perekrutan tenaga kerja?

g. Apa ada pelatihan dan pendidikan yang diberikan untuk tenaga kerja ? h. Bagaimana proses pembagian upah?

i. Apa ada santunan untuk tenaga kerja?berapa jumlah santunan yang diberikan?

4) Aspek Hukum

a. Bentuk badan usaha : b. Perijinan yang dilakukan :

5) Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

a. Berasal darimana sumber tenaga kerja yang digunakan?

b. Dampak apa yang diperoleh dengan adanya pengusahaan ikan lele terhadap lingkungan sekitar?

VI. Gambaran Umum Pengusahaan Ikan Lele 6.1. Persiapan Kolam

No. Uraian Waktu dan Proses

Kegiatan Biaya (Rp) 1 Pengeringan Kolam

2 Pembuatan/perbaikan tanggul

3 Pembuatan pintu keluar masuk air

4 Ukuran kedalaman kolam 5 Lama pengeringan kolam


(3)

150 6.2. Pemupukan/pengapuran

No. Uraian Waktu dan Proses

Kegiatan Biaya (Rp) 1 Kegiatan pengapuran

2 Kegiatan pemupukan

3 Jenis pupuk yang digunakan 4 Dosis pupuk

6.3. Pengisian air

No. Uraian Waktu dan Proses

Kegiatan Biaya (Rp) 1 Asal air

2 Tinggi awal air kolam 3 Lama air didiamkan

6.4. Penebaran benih

No. Uraian Waktu Alat Biaya (Rp)

1 Cara benih diperoleh 2 Ukuran benih

3 Banyaknya benih dalam satu kolam

4 Tingkat mortalitas benih

6.5. Pemberian pakan

No. Uraian Waktu Alat Biaya (Rp)

1 Jenis pakan 2 Pemberian pakan 3 Banyaknya pemberian

pakan dalam satu hari

6.6. Pemeliharaan/perawatan kolam

No. Uraian Waktu dan Proses

Kegiatan Biaya (Rp) 1 Pemeriksaan tanggul

2 Pemeriksaan pintu keluar masuk air


(4)

151 6.7. Pengendalian hama dan penyakit

No. Uraian Waktu Bahan Biaya (Rp)

1 Pengendalian secara teknik budidaya

2 Pengendalian secara biologis (predator alami)

3 Pengendalian secara fisik (perangkap)

4 Pengendalian secara kimia (pestisida kimia)

6.8. Panen

No. Uraian Waktu dan Proses

Kegiatan Alat

Biaya (Rp) 1 Panen (bulan)

2 Penangkapan 3 Proses panen


(5)

RINGKASAN

ANGGI ANDHIKA RACHMANI. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele

Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat.

Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut PertanianBogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan yang didalamnya terkandung kekayaan laut bernilai ekonomis tinggi. Pada dasarnya subsektor perikanan terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap sebesar 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 70 persen dan perikanan budidaya sebesar 1,6 juta ton per tahun dengan pemanfaatan sebesar 30 persen. Perikanan budidaya relatif lebih rendah tingkat pemanfaatannya dibandingkan dengan perikanan tangkap, karena selama ini perikanan budidaya hanya dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap pasar, permodalan, maupun manajemen usaha. Namun, dalam jangka panjang perikanan budidaya dapat dijadikan salah satu usaha prospektif yang menghasilkan laba yang besar. Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang permintaannya relatif tinggi dibandingkan dengan hasil perikanan budidaya lainnya. Saat ini, ikan lele sudah menjadi menu favorit yang digemari konsumen adari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu daerah penghasil ikan lele di Jawa Barat adalah Bekasi. Jenis ikan lele yang banyak diusahakan di Bekasi adalah ikan lele phyton (Clarias sp.).

Usaha Gudang Lele merupakan usaha yang membudidayakan ikan lele phyton di Kecamatan Bekasi Utara didirikan pada tahun 2010. Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh usaha Gudang Lele terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan kegiatan pembesaran. Benih yang dihasilkan ukuran 3-8 cm dengan harga jual beragam sesuai ukuran benih yaitu ukuran 3-4 cm Rp 100 dan ukuran 5-8 Rp 200, sedangkan untuk ikan lele konsumsi 9-10 ekor per kilogram dengan harga jual Rp 13.000. Namun dalam mengusahakan ikan lele phyton mengalami fluktuasi dalam keberhasilan produksi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), dan sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan pada harga jual output , penurunan produksi dan perubahan kenaikan biaya variable baik pembenihan maupun pembesaran.

Penelitian ini dilaksanakan pada usaha Gudang Lele yang terletak di Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil observasi dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur berbagai buku, skripsi, tesis, jurnal, internet, data produksi dari usaha Gudang Lele, serta instansi


(6)

terkait. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode studi kasus (case study).

Pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele dari aspek non finansial yaitu analisis pasar, analisis teknis, analisis manajemen, analisis hukum dan analisis sosial lingkungan layak untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari parameter kualitas air yaitu pH air sebesar 7,3 dan suhu udara yaitu 27-320C sehingga cocok untuk melakukan pengusahaan ikan lele, serta dilihat dari aspek pasar yaitu jumlah permintaan ikan lele tingkat konsumsi terus meningkat setiap tahunnya, sehingga masih ada peluang pasar untuk mengembangkan pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele. Selain itu dilihat dari analisis manajemen pengusahaan ini dikatakan layak meskipun struktur organisasi yang masih sederhana, serta dilihat dari analisis sosial dan lingkungan yang tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan di sekitar daerah pengusahaan ikan lele.

Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 12 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 199.842.865,61 pada pengusahaan pembenihan, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran adalah sebesar Rp 91.124.213,50. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,90 dan 2,26 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,90 dan 2,26 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 62,82 persen dan 34,71 persen lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12 persen artinya investasi di usaha ini layak untuk dilaksanakan, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,63 tahun (2 tahun 8 bulan) dan 3,78 tahun (3 tahun 9 bulan).

Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu usaha terhadap perubahan yang terjadi baik pada parameter manfaat maupun biaya yang akan berpengaruh pada hasil kelayakan, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan ikan lele pyhton untuk penurunan harga jual output dan penurunan produksi yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-8 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 20,03 persen dari harga benih Rp 200 per ekor menjadi Rp 159,9 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 7,83 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 13.000 per kilogram menjadi Rp 11.982,1 per kilogram. Perubahan terhadap kenaikan biaya variabel pada pembenihan yaitu sebesar 66,66 persen dan pembesaran sebesar 14,53 persen. Dilihat dari hasil analisis switching value, usaha pembesaran lebih sensitif dibandingkan dengan usaha pembenihan, maka apabila terjadi perubahan sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Namun, pengusahaan pembenihan dan pembesaran masih layak apabila besar perubahan tidak melebihi persentase yang dihasilkan.