Implikasi SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

commit to user 163 Baqarah ayat 153, Surat Al Imran ayat 120, Surat Yaa Siin ayat 6, Surat Yaa Siin ayat 11, Surat bani Israil ayat 72, Yaa Siin ayat 61. Dewa Ruci Tembang Gedhe, Nawa Ruci, Dewa Ruci Jarwa. c. Matriks: i. pertentangan antara „kesucian‟ dengan „keduniawian‟ sebagai kodrat, ii. mulai dikenalnya konsep „diri‟, iii. ngudi kasampurnan, iv. di dalam keburukan ada kebaikan, v. negasi sistem kekuasaan hierarkis. 3. Terdapat Kandungan Nilai Pendidikan karakter dalam Serat Dewa Ruci yang terdiri dari: a. karakter religius, b. karakter jujur dan tulus, c. konsep diri yang kuat , d. teliti dan sabar, e. kemampuan bersikap, f. tepa sariraempati, g. tenang, h. mau berkorban, dan i. sikap berbakti. 4. Terdapat relevansi dengan pelajaran Bahasa Jawa, yaitu berelevansi dengan: a. kompetensi inti religiusitas dalam kurikulum 2013, dan b. metode laku sebagai bentuk lain dari metode saintifik pada kurikulum 2013.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan di depan, dapat ditarik beberapa implikasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Implikasi-implikasi tersebut dapat dicermati dari uraian berikut ini. 1. Tujuan utama pembahasan serat Dewa Ruci adalah sebagai upaya untuk menjadikan kandungan puisi di dalamnya mampu dimunculkan dan dipahami oleh masyarakat pecinta sastra Jawa dan menjadikannya sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi siswa. Teori puisi yang digunakan harus sesuai dengan karakter puisi Jawa macapat agar sistem puitis di dalamnya bisa dikenali dan dimunculkan karena adanya aturan-aturan khusus yang tidak dimiliki oleh puisi pada umumnya, seperti guru gatra, guru wilangan, guru lagu, makna batin tiap metrum. Sistem tanda merupakan sarana komunikasi yang tidak mungkin dilepaskan dari commit to user 164 puisi. Dengan semakin banyaknya kajian tentang sistem tanda dalam puisi macapat tentunya semakin memperkuat pandangan bahwa sistem tanda unsur yang paling penting dalam puisi tradisional. Hasil penelitian mendukung pendapat Liitlewood 2008: 33-36 yang menyatakan bahwa penciptaan puisi yang mengandung ajaran disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan masyarakat pendukungnya. Hasil penelitian juga mendukung pandapat Zanker 2000: 81-89 bahwa puisi mengandung penggambaran secara visual yang memiliki makna yang perlu dibaca arti dan maknanya. 2. Kajian Semiotik adalah sebagai upaya untuk memahami naskah Jawa secara sistematis dengan menggunakan kajian terhadap sistem tanda dan makna yang dikandung oleh Serat Dewa Ruci. Sistem tanda dalam sastra Jawa memang memiliki perbedaan dengan sistem tanda dalam karya sastra umumnya sehingga penggunaan semiotik bisa mengatasi kesalahan tafsir yang terkadang tidak menguntungkan terhadap perkembangan budaya Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat Dewa Ruci tidak hanya menjabarkan ajaran monisme seperti yang disimpulkan oleh penelitian Simuh 1988 maupun ajaran mistisisme seperti kesimpulan Soetarno 2004 namun juga memiliki kandungan nilai-nilai pendidikan, termasuk hubungan antara murid dan guru. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pembahasan semiotik dengan konsekuensi menghubungkan makna serat Dewa Ruci dengan konteksnya melalui pembacaan hermeneutik menampakkan kandungan serat Dewa Ruci bukan sekedar sebagai hubungan nafas halus dan nafas kasar seperti menjadi kesimpulan dari penelitian Wahyudi 2012 namun lebih luas dari itu mengandung konsep dasar dari pendidikan Jawa ialah pendidikan sebagai proses pengenalan diri. Sistem tanda yang dihadirkan serat Dewa Ruci lebih tepat dibaca tidak secara hierarkis seperti pendekatan struktural namun lebih tepat jika commit to user 165 menggunakan kajian semiotik. Kualitas sistem tanda dalam puisi tradisional serat Dewa Ruci sangat baik. Hal ini akan berimplikasi pada pengkajian naskah Jawa khususnya tembang macapat sehingga kehidupan sastra Jawa juga berkembang semakin maju. 4. Penelitian ini juga berimplikasi pada dunia pendidikan, khususnya tentang pendidikan karakter. SDR memuat idealisasi nilai-nilai dasar pendidikan Jawa utamanya nilai religiusitas menggunakan tokoh pewayangan, Bima. Hasil penelitian mendukung kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Yousof 2010 dan Woodward 1989: 193 yang menyatakan bahwa beberapa mitologi Hidu-Jawa telah digunakan untuk menyajikan ide-ide Islam dan sufi. Serat Dewa Ruci diciptakan kurang lebih tahun 1789 dimana saat itu tanah Jawa dikuasai oleh dinasti Mataram Baru, namun sisa-sisa nilai lama masih cukup kuat. Terjadi peralihan pengaruh dalam kerajaan maupun masyarakat umum dari agama Hindu ke agama Islam, oleh karenanya serat Dewa Ruci sangat terpengaruh pada aspek-aspek kehidupan pada masa itu. Perpaduan tersebut bukan hanya pada tataran kulit namun juga terjadi pada tataran nilai, yang justru menjadikan kaya nilai budaya Jawa. Masyarakat Jawa yang bersikap adaptif terhadap berbagai nilai dan budaya yang masuk, tidak kehilangan jatidirinya namun justru semakin jernih endapan budayanya, menjadi lapisan-lapisan kesadaran baru yang dihayati bersama. Strategi kebudayaan demikian bisa menjadi contoh bagi generasi sekarang dalam mengembangkan kebudayaan tanpa harus berbenturan dengan kebudayaan lain. 5. Hasil penelitian menunjukkan kandungan nilai pendidikan karakter di dalam serat Dewa Ruci yang berarti juga telah disadari pentingnya pendidikan karakter oleh local genius Jawa. Hal ini sesuai dengan kesimpulan penelitian oleh Dill 2007: 221-237 yang menyatakan betapa pentingnya pendidikan moral sebagai pengontrol sikap dan sifat seorang siswa karena kepandaian saja tidak cukup untuk dimiliki seorang siswa. Hasil penelitian juga sesuai commit to user 166 dengan kesimpulan dari penelitian Munir dan Aftab 2012 yang menyatakan pentingnya sekolah memberikan nilai-nilai values , etika dan pengembangan kepribadian. 6. Hasil penelitian ini merevisi kesimpulan Anderson yang mengatakan bahwa bagi orang Jawa kekuasaan bersifat adikodrati, berasal dari Tuhan sehingga barang siapa yang mendapatkan kekuasaan tersebut tak perlu dipertanyakan keabsahannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa kekuasaan tersebut bersifat kongkrit karena kekuasaan tersebut ada dan berasal dari Tuhan dan bukan hasil teoritis. Karena bersifat adikodrati maka kekuasaan tidak memiliki implikasi moral dalam Ansari, 2010: 48. Kehidupan religi dalam sistem religi tradisional yang dikuasai oleh segelintir orang telah diperbaiki dengan sistem baru dimana tidak ada lagi hierarki. Setiap orang bisa menemui Tuhannya tanpa perantara dukun atau saman seperti dicontohkan Bima yang bertemu dengan Dewa Ruci tanpa perantara kecuali hanya dengan petunjuk dari guru Drona. Hal demikian sangat jarang ada dalam naskah-naskah tradisional Jawa, bahkan juga kebanyakan naskah tradisional nusantara dimana kehidupan religi dikuasai oleh seorang wali, kyai, dukun, atau saman, sedangkan kekuasaan politik dikuasai oleh seorang raja. Pendekatan terhadap serat Dewa Ruci yang umumnya dilihat sebagai karya mistik, ternyata dengan kajian semiotik Riffaterre, serat Dewa Ruci bisa dinampakkan sisi logisnya, dimana setiap metafor yang ditemukan merupakan sebuah sistem tanda yang seharusnya tidak dimaknai secara terpisah. Eksistensi manusia yang tergambar dalam serat Dewa Ruci menunjukkan bahwa pada dasarnya kehidupan manusia ditentukan oleh dirinya sendiri karena dunia ini berjalan berdasarkan hubungan sebab-akibat bukan berdasar kebetulan dan pemberian menjadikan nilai-nilai Jawa yang nampak dalam SDR sebagai nilai kehidupan yang lebih sehat daripada nilai yang selama ini ditempelkan kepada masyarakat Jawa. commit to user 167 7. Laku yang telah diakui oleh Ki Hajar Dewantara sebagai metode pembelajaran yang bisa dikatakan khas Jawa selama ini jarang atau bahkan tidak pernah dikenalkan dan digunakan dalam sistem pembelajaran, padahal berdasarkan hasil penelitian metode laku sangat tepat digunakan dalam rangka mengarahkan siswa untuk mampu mengenali dirinya sendiri dan mengenal diri sendiri adalah pintu awal utama mengenal pengetahuan. Laku juga bisa menjadi metode religi yang membebaskan dari formalitas yang seringkali justru mematikan penghayatan inti dari sebuah proses ritual, karena laku tidak memiliki patokan yang formal, dan ukuran keberhasilannya tergantung dari rasa kepuasan orang yang menjalaninya, tidak tergantung dari ukuran-ukuran yang baku. Dengan hasil kesimpulan yang menemukan beberapa hal yang patut ditindaklanjuti diharapkan gairah pengkajian karya sastra Jawa klasik akan meningkat dan dilakukan dengan lebih baik lagi. Dengan semakin banyaknya serat-serat Jawa diteliti sangat mungkin akan ditemukan pola-pola baru dari budaya Jawa yang selama ini masih terpendam secara keilmuan. Jika hal ini terjadi maka akan semakin banyak sumbangan masyarakat Jawa bagi perkembangan pendidikan dan peradaban global. 8. Pengenalan diri sebagai hasil dari pelaksanaan metode laku sebagai dasar pendidikan dalam masyarakat Jawa teramat jarang dilakukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran modern saat ini yang berorientasi kepada ketrampilan menguasai teori, rumus, atau alat tertentu namun lupa kepada ketrampilan menguasai diri. Manusia pada dasarnya adalah unik dan harus dipahami oleh dirinya sendiri dengan cara yang unik juga, tanpa penggeneralisasian. Disinilah pentingnya metode laku sekaligus pengenalan diri sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan. commit to user 168

C. Saran