Tataran Heuristik Pendekatan Semiotik

commit to user 36

a. Tataran Heuristik

Sastra sebagai alat komunikasi kaya akan konvensi. Konvensi dalam karya sastra biasa dibagi dalam dua tingkat. Konvensi tingkat pertama menyaran pada sistem tataran arti kebahasaan first order semiotic system , sistem primer atau kandungan denotasi. Hal ini dikarenakan karya sastra menggunakan bahasa sebagai bahan komunikasinya. Tidak seperti warna pada seni lukis, atau kayu pada seni pahat, bahasa dalam seni sastra tidak bersifat netral sejak sebelum menjadi wujud seni. Bahasa telah mengandung arti sebelum dibentuk oleh sastrawan Pradopo, 1987: 121. Pembacaan pada sistem semiotik tingkat pertama dalam kajian ini dilakukan dengan kerja heuristik . Heuristik berupa pemahaman makna sebagaimana dikonvensikan oleh bahasa yang bersangkutan. Jadi bekal yang dibutuhkan adalah pengetahuan sistem bahasa itu dan kompetensi kesastraan. Kerja heuristik menghasilkan pemahaman makna tersurat, actualmeaning. Kerja secara heuristik tersebut akan menghasilkan pengetahuan tentang sistem tanda yang ada dalam serat Dewa Ruci, termasuk secara paradigmatik dan sintagmatik. Setiap teks sastra terdiri dari sejumlah sistem, dan memperoleh efek melalui benturan dan tegangan yang konstan antara sistem-sistem ini. Dengan begini setiap sistem dalam teks melakukan defamiliarisasi terhadap sistem lain, memecahkan keteraturannya dan membuatnya jadi tampak lebih jelas Warton, 2010: 146-147. Heuristik selalu mungkin tidak mencapai hasil yang diinginkan, tetapi bisa teramat berharga sampai proses memecahkan masalah. Pada analisa karya sastra heuristik dilakukan pemahaman teks pada tataran mimetik. Proses dekoding pada tahap ini commit to user 37 dengan kompetensi kebahasaan dan kesastraan, pembaca dapat mengenali adanya “keanehan-keanehan” dalam sebuah karya sastra, baik dalam hal kebahasaan maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan struktur karya sastra secara keseluruhan. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari sistem kode pada karya sastra dengan melakukan kategorisasi. Kategorisasi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan: Pembagian pupuh, penokohan, peristiwa, setting tempat, dst. Selanjutnya dianalisis relasi antar bagian dalam setiap sistem kode yang ditemukan, bisa berupa sistem oposisi, komposisi, paradigmatik, maupun sistem sintakmatik, tergantung dari data dan relasi antar data yang terbaca. Hasil dari pembacaan heuristik adalah arti. Arti adalah semua informasi dalam tataran mimetik yang disajikan teks kepada pembaca. Secara sederhana, dapat dinyatakan bahwa arti sepenuhnya bersifat referensial sesuai dengan bahasa dan bersifat tekstual dalam hal ini digunakan referensi kamus bahasa Jawa Kawi dan Sansekerta sebagai bahasa pengantar di dalam serat yang diteliti. Pembacaan semiotik pada penelitian ini dimulai dengan pembacaan heuristik yang artinya pembacaan berdasarkan kode bahasanya. Pembacaan heuristik dalam penelitian ini utamanya digunakan untuk menemukan sistem tanda melalui perbandingan unsur-unsur yang dianggap penting keberadaannya dalam mendukung arti dari karya sastra yang diteliti. Hasil pembacaan heuristik bisa berupa arti dari bunyi, kata, frasa, maupun kalimat atau hanya salah satu darinya. commit to user 38 b Tataran Hermeneutik Kekhasan karya sastra sebagai alat komunikasi ditentukan oleh adanya konvensi tingkat kedua second order semiotic system, sistem sekunder, atau kandungan makna konotasi . Karya sastra terdiri dari berjenis-jenis sastra genre dan ragam yang tiap jenis dan ragam itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi- konvensi sendiri. Peneliti dalam menganalisis karya sastra harus menganalisis sistem tanda itu dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam ragam sastra itu mempunyai makna Pradopo, 1987: 122. Pembacaan pada sistem semiotik tingkat kedua dilakukan dengan kerja hermeneutik atau retroaktif atau dibaca ulang yang menghasilkan pemahaman makna secara tersirat, dan inilah yang disebut makna intensional, intensional meaning Nurgiyantoro, 1995: 33. Sastra adalah seni bahasa, maka secara umum konvensi kedua tersebut mengandung konvensi estetis keindahan. Syarat-syarat keindahan itu ialah: keutuhan unity , keselarasan harmony , keseimbangan balance , dan fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur Sumardjo Saini, 1986: 4. Melihat karya sastra tidak hanya memiliki sistem sendiri, semiotik tidak terbatas pada sosok karya tersebut tetapi juga menghubungkannya dengan sistem yang berada di luarnya. Sistem yang berada di luar karya sastra adalah semua dimensi, data, fenomena yang mereaksi bagi kelahiran karya sastra tersebut Pradopo, 1987: 122. Berarti semiotik tidak melihat karya sastra hanya sebagai objek materi seni, struktur yang terpisah dari realitas tetapi juga melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, yaitu kehidupan manusia, tata nilai, lembaga kemasyarakatan, dan adat- commit to user 39 istiadat. Di pihak lain tanda-tanda atau kode-kode sekecil apapun yang terdapat dalam karya sastra penting diperhatikan karena ikut membentuk sistem dan keseluruhan karya tersebut sehingga mampu mengatasi kemacetan komunikasi dalam proses pembacaan karya sastra yang diakibatkan oleh kompleks sistem tanda kode yang diciptakan pengarang. Perkembangan-perkembangan dalam teori membaca menunjukkan bagaimana makna sebuah teks tergantung pada kerangka acuan frame of reference dimana pembaca membidikkan pada teks tersebut. Barthes dalam Cavallaro berpendapat bahwa makna sebuah teks merupakan pengaruh interpretasi pembacanya daripada sebuah produk dari tujuan-tujuan pengarangnya Cavallaro, 2004:92. Terserah kepada pembaca untuk mengisi atau mewujudkan pesan-pesan dimana teks itu sendiri hanya berisikan keadaan sebenarnya atau keadaan potensial. Pada saat yang sama interpretasi pembaca tergantung pada konteks historis dan kultural pembaca. Diingatkan oleh Kumral 2013:1 yang menyatakan bahwa pembaca tidak hanya mengembangkan keterampilan interpretatif menggunakan analisis semiotik, tetapi juga harus meningkatkan kesadaran hidup. Studi sastra terbantu mengembangkan persepsi menyeluruh hidup dengan masuk melalui pengalaman psikologis pribadi protagonis. Pembaca diharapkan untuk menghargai dan memperoleh semacam kebijaksanaan terhampar di balik pelajaran moral dari cerita untuk memahami kehidupan yang lebih baik. Pembacaan hermeneutik, pembacaan berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan heuristik yang telah dilakukan memungkinkan ditemukannya pijakan commit to user 40 makna dari pola-pola yang terbaca secara hermeneutik berdasarkan konvensi sastra yang ada dalam budaya Jawa. Bersepakat dengan pernyataan Necat Kumral, penelitian menggunakan pendekatan semiotik, selain dituntut adanya kepaduan arti dari tafsir terhadap teks juga dituntut adanya pemahaman terhadap relasi teks dengan latar budaya, kepekaan pada peristiwa kehidupan. Kajian yang demikian akan membumikan teks, salah satunya hubungan serat Dewa Ruci dengan nilai pendidikan karakter.

4. Hakikat Pembelajaran Bahasa Jawa