Sinom 1. Sesuai Petunjuk Dhang Hyang Druna, mencari air penghidupan, yang

commit to user 188 38. semua menghaturkan sembah, sesudahnya dipersilahkan masuk ke istana, lalu Prabu Darmaputra Yudhistira berkata, tentang Adik dari Dananjaya, dan tingkahnya sejak awal tengah dan akhir, semua disampaikan, kepada Sang Prabu Harimurti. 39. Kemudian Narendra Kresna berkata, Dinda Prabu janganlah bersedih hati, tingkah adik kita, Ki Arya Wrekudara, walaupun sebenarnya tipuan, oleh para Kurawa yang curang, serahkanlah saja kepada Dewata Yang Agung. 40. Orang yang ingin mengabdi, kata-kata yang baik itu harus dijalankan, dan yakin kepada Dewata Yang Agung, yang akan menjatuhkan bencana, kelak tentu akan mendapatkan balasan, lalu berkata prabu Yudhistira, kepada Prabu Harimurti. 41. kalau datang adikku, menghadap tanpa kurang suatu apa, kita akan pesta makan dan tari, disetujui sang Raja, lebih sempurna kalau Kakang Prabu mau datang, tentu senang hati, adinda ini semua. 42. Ketika sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan wong Agung Jodhipati, bergemuruh semua mendekat, hati mereka sangat gembira, Dananjaya dan Nakula Sadewa, Raden Pancawala dan Sembadra, Retna Drupadi dengan Srikandi. 43. semua menghaturkan sembah kepada sena, lalu berkata sang prabu Harimurti, mari dinda, kita lanjutkan dengan berpesta, namun segera Arya Wrekudara menjawab, tak usah berpesta pora, bukan itu yang kunantikan. 44. Kepada orang yang suka berpesta, kuberitahukan kedatanganku hanya ingin memberi kabar, bahwa aku sudah mohon diri kepada kalian, dan kepadamu Kresna, ijinkan aku memberi tahu, bahwa aku akan pergi ke tengah samudera, mencari air suci.

3. Sinom 1. Sesuai Petunjuk Dhang Hyang Druna, mencari air penghidupan, yang

tempatnya di pusat samudera, itulah yang akan kucari, lalu berkatalah adik-adik Sena, duh kakanda jangan lakukan itu, itu bukanlah tugas, hal itu tidak patut dilaksanakan, mendengar itu diamlah Prabu Yudhistira. commit to user 189 2. Kemudian katanya pelan, kepada kakanda Sri Harimurti, bagaimana kehendak paduka sekarang, paduka sudah mengetahui demikianlah kehendak Sena dan tidak dapat dihalang- halangi, Sri Kresna diam tak dapat berkata-kata, sangat heran dia, bingung dalam hatinya tak dapat menjawab, pertanyaan sang Yudhistira. 3. Segera Sang Prabu Yudhistira, menoleh kepada adinda, Arjuna Nakula dan Sadewa, menyembah dan mencium kaki sena sambil menangis, Raden Pancawala Drupadi, Sumbadra Srikandi ikut menangis pula, semua meminta dengan paksa, dan Prabu Harimurti, masih memberikan nasihat kepada Bayuputra. 4. semua menangis sesenggukan, tak goyah dikungkung oleh tangis, Dananjaya memegangi tangan, dua adik lain memegangi kedua kakinya, dan sambil menangis mengiba-iba, Sri Kresna yang selalu didepannya, Srikandi dan sumbadra, masih tetap menangis dan menghalang-halangi, dikibaskan aryasena semua nya terlempar. 5. Wrekudara memberontak, tak dapat dihalang-halangi, cepat langkahnya sudah jauh, bersedih bagaikan mati, semua yang ditinggal, akan menyusul mengikuti di belakangnya, mereka merasa takut menemui rintangan atas kakaknya, Beliau Sri Harimurti, menjadi terdiam dan semua kebingungan. 6. Di setiap tempat terdengar tangisan, semua sentana lelaki perempuan, satria menghadap di muka, Sang Prabu Harimurti, tak henti-hentinya menasihati, adik-adiknya semua terdiam dan khidmat, mendengarkan Kakanda, tinggal di dalam istana, dikisahkanlah yang sedang dalam perjalanan. 7. Semakin jauh dari dalam kota, sudah masuk kedalam hutan, tak terpikir olehnya, segala bahaya menghampiri, orang-orang yang ditinggal di perbatasan, semua heran mendengarnya, perjalanan Arya Sena, bagaikan naga yang sangat menakutkan, menantang bahaya agar tercapai tujuan hidupnya. 8. Pepohonan terhanyut oleh angin, cabang patah oleh angin yang bertiup, bagaikan memaksa bunga-bunga untuk mekar, angin bertiup, tersebar bunga serba indah, gerimis dengan semerbak harum, tampak kuning dengan leher yang bersinar, bunga pudak bergoyang-goyang, tampak bagaikan betis tertiup kain kebaya. commit to user 190 9. Lain dari kesedihan yang dirasakan saudara-saudaranya, sejak kepergian dari negerinya, babi hutan gelisah, bagaikan menyapa kepada Arya Sena, merak bersuara dibelakangnya,bersahutan dengan burung cucur, seolah-olah menyuruh pulang, kijang pulang dari hadapannya,bagaikan memendam kesedihan yang mendalam. 10. Capung bersuara bersahut-sahutan, seolah-olah seperti menjawab, burung hantu dan burung dares bersuara, menyambar-nyambar di udara, bagaikan mengahalangi jalan, kembalilah Sang Malat Kung, kodok di dalam liangnya, mengatakan bahwa itu hanya kecurangan, merupakan ulah orang-orang yang berbuat jahat. 11. Pada waktu itu sang matahari tidak muncul, karena tengah malam, burung kedasih bersuara bersahutan, mustika ganeya pun bernyanyi, menciptakan dengung di sekitarnya, seolah-olah mengabarkan kematian, bahwa perintah Dhang Hyang Druna, tidak menuju keselamatan, dipenuhi dengan kata-kata yang penuh bahaya dalam perjalanan. 12. Kuku hiasan jari-jarinya, yang diperoleh dari Hyang Bayu,menuruni ujung gunung, dengan langkahnya pelan-pelan, dikawal awan putih, dari jauh kelihatan, tempat tinggal sang Dewa Haruna Dewa Matahari, berjalan di atas air laut, tampak sorot Sang Maharesi Dipaningrat. 13. Ada seekor burung yang tampak, bersuara keras dan bernyanyi-nyanyi, seolah memberi isyarat supaya lekas kembali, kepada yang menderita dalam perjalanan, hewan- hewan hutan menjerit-jerit, memberi isyarat kepada yang sedang berduka, melewati hutan lebat berbahaya, tampak lah tepi laut, dan ombak bergulung-gulung menerpa karang. 14. Riuh bagaikan sorak-sorai peperangan, semakin dekat semakin tampak, karang yang menyembul, dan ombak-ombak itu melindungi, ada yang bagaikan gajah, yang menoleh dan mendekam, Wrekudara sudah sampai, ia berdiri di tepi laut, ragu-ragu ia menatap tepi laut itu. 15. Sang ombak bagaikan bunga gelagah, menggempur batu karang, bagaikan menyambut yang baru datang, dan menyarankan untuk kembali saja, ombak besar datang juga, suaranya riuh menggelegar, ombak bergulung-gulung, tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia ditipu agar masuk ke dalam samudera. commit to user 191 16. Jika sungguh jalan yang sesat, petunjuk dari Druna, kalaupun pulang sangatlah malu, Sena tidak ingin menentang sang Maharesi, lebih baik mati di tepi laut,kemudian ia melihat, berbagai bentuk perahu, berbondong-bondong di atas lautan, bercahaya seperti layar yang berkembang. 17. Dengan suka cita ia memandang laut, perlahan-lahan kesedihan hatinya sudah terkikis, ia menerawang tanpa batas, Sang Moneng bagaikan tugu batu, ombak besar menakutkan terus menerus bergulung-gulung, air mundur menghalangi, tampak tanah pantai menyembul, ketakutannya bagaikan gulungan bunga yang mekar. 18. Rambutnya mengombak-ombak, bagaikan rambut sambungan yang terlepas, ikatannya seperti kain terlepas, tak dapat dikatakan dalam tulisan, isinya laut, beberapa keindahan yang tampak, keindahan dalam air, sungguh sangat panjang bila diceritakan, Wrekudara tak pulang tapi tetap pada niatnya menceburkan diri ke samodra.

4. Durma. 1 Maka sang Arya Wrekudara lalu memusatkan perhatiannya, tidak lagi