commit to user 159
dilakukan secara mendalam. Begitu pula penelitian terhadap serat Jawa umumnya tentulah juga membutuhkan penelitian mendalam karena kekayaan metafornya, sedangkan acuan untuk
menafsirkannya masih kurang dibandingkan kajian terhadap karya sastra modern.
3. Pendekatan semiotik terhadap Serat Dewa Ruci
Sepanjang penelitian yang dilakukan penggunaan pendekatan semiotik dirasa tepat dengan ditemukannya banyak metafor dan sistem tanda yang mengandung makna yang penting
bagi pengembangan sastra utamanya sastra Jawa jenis wayang dan pendidikan karakter. Sesuai dengan pernyataan Semetsky bahwa struktur sebagai bagian dari sistem tanda menegaskan
keutamaan hubungan antar elemen. Struktur adalah properti sistemik; elemen sistem dihasilkan dari hubungan yang menghubungkan satu elemen dengan yang lain Semetsky, 2009: 191.
Pendekatan semiotik dengan demikian menjadikan objek penelitian bisa dipahami dalam keutuhan sistem tanda tidak sebagai bagian-bagian yang saling terpisah, karena pemahaman yang
parsial berpotensi mengalami pembelokan atau setidaknya pendangkalan arti yang tidak menguntungkan bagi perkembangan sastra pada umumnya dan sastra Jawa pada khususnya.
4. Serat Dewa Ruci sebagai Peningkat Karakter Siswa
Nilai yang teramat penting yang menjadi pembeda ajaran Dewa Ruci yang merujuk kepada Al Quran namun dari penelitian terhadap SDR tidak pernah disadari adalah tidak adanya
sistem kekuasaan dalam religiusitas. Jika di agama tradisional dan dalam budaya tradisional berdoa harus lewat seorang perantara, baik pendeta maupun dukun. Sedangkan kabar gembira
dalam agama Islam adalah bahwa setiap manusia bisa langsung berhubungan dengan Tuhan tanpa perantara. Setiap manusia bisa memiliki hubungan yang intim dengan Tuhannya tanpa ada
jarak lagi, yang lebih dekat dengan urat leher kita sendiri melalui doa maupun yang lain, dan diterima atau tidaknya bukanlah karena kedudukan seseorang dalam struktur agama namun
commit to user 160
berdasar tingkat ketakwaannya. Nilai ini penting karena menjadikan insan merasa memiliki harkat dan martabat yang sama atau sejajar dengan orang lain tanpa merasa lebih rendah karena
suatu kedudukan sosial maupun kekayaan. Hubungannya dengan pendidikan karakter, nilai dasar berupa kesetaraan adalah hal wajib untuk dihayati oleh setiap peserta didik, yang diimbangi
dengan nilai tanggungjawab seperti halnya dicontohkan oleh tokoh Bima di dalam serat Dewa Ruci, sehingga ia memperoleh kesaktian yang melebihi manusia pada umumnya. Nilai lain yang
dinyatakan serat Dewa Ruci bahwa keuntungan dan kerugian adalah akibat langsung dari perbuatan. setiap orang adalah pencipta dari kesenangan dan kesusahannya sendiri. Kebangkitan
dan keruntuhannya, kehormatan, kenistaan, kesengsaraan, kemuliaan adalah buah perbuatan manusia itu sendiri, seperti tercermin dari surat Al Baqarah 2:286: “Baginya adalah ganjaran dari
kebaikan yang ia kerjakan, dan untuknya adalah hukuman dari kejahatan yang ia lakukan”. Bima tidak saja berguru menemui resi namun menjalani laku mencari banyu pawitra Sari.
Hatinya bersih dari ketakutan, dan memiliki kepercayaan diri karena rasa kepasrahan. Setiap manusia dikarunia daya kemampuan Ilahi dan tak sepatutunya menyerahkan tali kendali atas
d irinya kepada orang lain. “Apakah orang yang berjalan dengan muka tersungkur itu lebih
mendapat petunjuk, ataukah orang yang berjalan te gak di atas jalan yang lurus?” Keselamatan itu
terdiri atas sempurnanya perkembangan daya-daya batin manusia. Oleh karenanya dikenal sistem hidup yang harus diikuti oleh manusia yang berupa agama, norma, maupun nilai-nilai bersama,
sebagai jalan untuk mengembangkannya. Keselamatan tidak memerlukan uang tebusan, perantara atau penebus dosa. Keselamatan terjadi hanya dengan mewujudkan daya-daya batin
manusia yang terpendam berupa potensi sehingga teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi laku yang dihayati, seperti halnya yang dilakukan oleh Bima dalam serat Dewa Ruci.
commit to user 161
Melalui proses laku Bima melakukan pengenalan diri sehingga menemukan inti dari identitasnya atau jati dirinya ialah sebagai makhluk Tuhan yang menjalani hidup dalam titah Tuhannya.
commit to user 162
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kajian semiotik dan nilai pendidikan karakter serat Dewa Ruci, setelah dilakukan kajian sistem tanda yang dilakukan
dengan pembacaan ulang, kajian terhadap kandungan nilai pendidikan dan relevansinya dengan pembelajaran bahasa Jawa maka dihasilkan simpulan yang berkaitan dengan penelitian sebagai
berikut. 1. Terdapat sistem tanda di dalam serat Dewa Ruci yang berupa: a. Sistem Penamaan Tokoh
yang terdiri dari: 1 Arya Sena, 2 Drona, 3 Kresna, 4 Dewa Ruci atau Anak Bajang, 5 Duryudana, 6 Raksasa Rukmuka dan Rukmakala, 7 Bathara Bayu dan Bathara Surya, 8
Naga. b. Latar Tempat Sebagai Latar Masalah, yang terdiri dari:1 Hutan Tibraksara, 2 Gunung Candramuka, 3 Samodra. c. Sistem Tanda Penunjuk Kualitas: 1 Pancanaka, 2 Toya
Suci. d.Metafor Terhadap Kelemahan Manusia: 1 Gua, 2 Masuk Telinga. e. SistemTanda Penunjuk Proses:
1 “Ing nguni-uni durung ana kang wruh goning toyadi, 2 Metafora Perjalanan Lurus, 3 Pancamaya dan Empat Warna. f. Penciptaan Arti Melalui Susunan Pupuh
Sebagai Susunan Alur: 1 Pupuh Dandhanggula Berisi 16 bait, 2 Pupuh Pangkur berisi 44 bait, 3 Pupuh Sinom berisi 18 bait, 4 Pupuh Durma berisi 32 bait, 5 Pupuh dandhanggula
berisi 55 bait. 2. Terdapat kandungan makna yang berupa: a. Tema dalam Serat Dewa Ruci, b. Hipogram: dari
Al quran : Surat Al Baqarah ayat 152, Surat Al Hasyr ayat 19, Surat Ar Ra‟d ayat 28. Surat
Al Khafi ayat 2. Surat Al Ahzab ayat 35. Surat Al Baqarah ayat 183, hadits qudsi, Surat Al