Dhandanggula Beginilah caraku berusaha memantaskan, terhadap kehalusan

commit to user 180 Sedangkan yang menafsirkan dengan tembang macapat Kangjeng Susuhunan Benang. Juga sudah tersebar di khalayak ramai, malah sudah pernah dicetak tetapi samapai sekarang belum dimaknai. Sekarang sudah berhasil dimaknai dengan lengkap. Berdasar dari serat warni-warni. Yang menafsirkan Mas Ngabei mangunwijaya di Wanagiri Surakarta. Tahun 1922 - 1852. --- [5] --- Sêrat: Dewaruci, dengan tafsir 1. Dhandanggula 1. Beginilah caraku berusaha memantaskan, terhadap kehalusan tembang dhandanggula, sarana hati yang susah, menghindari tumbuhnya kekecewaan, sarana mengetahui kebenaran sejati, sumbernya orang pintar, asal mula tumbuhnya, disusun dengan simbol, disampaikan oleh Dewa Ruci dalam bahasa Kawi, disertai dengan penjelasan. 2. Arya Sena ketika berguru kepada, Dhang Hyang Druna ia disuruh mencari, air yang mensucikan kepada badannya, Arya Sena alias Wrekudara pun pulang memberi kabar, ke commit to user 181 negara Amarta, mohon pamit kepada saudara tua, beliau Prabu Yudhistira, dan adik- adiknya semua, ketika kebetulan mereka di hadapan kakaknya. 3. Arya Sena berkata kepada kakak tertua, bahwa ia akan pergi mencari air suci, atas petunjuk dari gurunya, Sri Darmaputra heran, mendengar kata-kata adiknya, memikirkan marabahaya yg akan di hadapi, Sang Raja menjadi berduka, lalu Raden Satriya Dananjaya, berkata sambil meyembah kepada Kanda Raja, bahwa membiarkan arya sena pergi itu tidak baik. 4. Sudahlah jangan diizinkan, adinda Wrekudara itu pergi, rasanya itu tidak baik, Nakula dan Sadewa juga menyetujui kata-kata Dananjaya, iya jangan diijinkan, sifat kakanda tuanku, Ngastina pukulun, hanya ingin menjerumuskan kita ke dalam kesengsaraan, tentu dhang hyang Druna dibujuk agar medustai,demi musnahnya Pandawa. 5. Arya Sena mendengar itu lalu menjawab,aku tak mungkin dapat ditipu, matipun sudah jatahku, karena ingin mencari kesempurnaan, menyatu dengan Hyang Maha Suci, setelah berkata begitu, Sena lalu segera pergi, Sang Prabu Darmaputra, dan ketiga adiknya sangat heran melihat sikap bima mereka merasa bagaikan akan kehilangan sesuatu. 6. Tak terkisahkan keadaan yang ditinggalkan dalam kesedihan,diceritakanlah perjalanan Sena, tanpa kawan hanya sendirian, hanyalah sang petir yang mengikutinya dari belakang, ia berjalan lurus menentang jalannya, angin topan yang menghadang di depan, terdengar gemuruh riuh, orang-orang desa bingung, yang bertemu di tengah jalan gemetar katakutan, menepi sambil menyembah. 7. banyak hidangan mereka berikan tak ditolehnya, lebih kuat tekadnya untuk menuju hutan Kurusetra, jalan besar yang dilaluinya sungguh cepat ia berjalan, pintu gerbang sudah tampak dari kejauhan, puncaknya seperti mutiara berbinar-binar, dari jauh seperti pelangi, bagaikan matahari kembar, sampai di sini dulu kisah Arya Sena Wrekudara yang masih di jalan, sekarang dikisahkan keadaan di negeri Ngastina. 8. Prabu Suyudana memanggil, Resi Durna telah tiba di dalam istana, bersama Raja Mandaraka, Adipati Karna pun ikut, sentanapembesar andalan menumpas bahaya, semua commit to user 182 dipanggil, masuk ke istana, Adipati dari Sindusena, Jayajatra dan Sang Patih Sangkuni, Bisma juga Dursasana. 9. Raden Suwirya Kurawa yang sakti,dan Raden Jayasusena, Raden Rikadurjaya, tiba di hadapan Raja, yang disembah oleh prajurit kuat, mengalahkan dan menghilangkan para Pandawa, yang menjadi pembicaraan, juga jangan sampai terjadi perang Baratayuda, kalau bisa dengan cara ditipu secara halus, yaitu memusnahkan sang Pandawa. 10. Mereka begitu sepakat, Raden Sumarma Suranggakara, menyetujui semua pembicaraan, demikianlah sifat Sang Prabu, Suyudana dalam hatinya, tidak begitu mempedulikan, tentang kecurangannya, bahkan terhadap saudara dekat sekalipun Pandawa, ketika sedang asyiknya mereka bercakap-cakap Wrekudara datang, terburu- buru masuk ke dalam istana. 11. Terkejutlah semua yang hadir, lalu Prabu suyudana berkata, hai adikku marilah kesini, Raden Wrekudara langsung menghadap, kepada Dhang Hyang Druna segera meyembah, dirangkul dan dipeluknya leher wrekudara, dan berkata wahai anakku, kau jadi pergi mencari, air jernih untuk menyucikan diri, niscaya jika itu kau temukan. 12. Air suci penghidupan, sudah berarti kau mencapai kesempurnaan, menonjol di antara sesama makhluk, dilindungi ayah ibu, mulia darimu anakku, berada dalam triloka, adanya kekal, Arya Sena berkata sembah, ya dimanakah tempatnya sang air jernih itu, mohon aku ditunjukkan. 13. Tempatnya air suci jernih, Resi Druna lirih kata-katanya kepada Sena, aduh anakku tercinta, air suci itu letaknya, berada di hutan Tikbrasarareki, ikutilah petunjukku, harus diperhatikan, air itu akan menyucikan dirimu, carilah itu di bawah Gandamadaneki, di gunung Candramuka. 14. Carilah di gunung-gunung, di dalam gua-gua di situlah letaknya, air suci yang sesungguhnya, di masa lalu belum, ada yang tahu tempatnya, Arya Bima gembira hatinya, ia pun mohon diri sambil meyembah, kepada Druna dan Suyudana, Prabu di Ngastina suyudana berkata pelan, berhati-hatilah adikku commit to user 183 15. Jangan sampai engkau tersesat, tempatnya bahaya tak diragukan, Arya Sena menjawab pelan, aku tidak akan mengalami kesulitan, dalam menjalankan petunjuk sang guru, Bima keluar dari istana, segera mohon diri keluar, yang masih tinggal di dalam istana, semua terseyum Raja Mandaraka berkata lirih, bagaimana caranya ia memperoleh air itu. 16. Gunung Candramuka dan guanya, yang ditinggali dua raksasa yang sangat menakutkan, segunung anakan besarnya, tentu akan hancur lebur, dua raksasa yang sebesar gunung, tidak ada yang berani mendatangi, semua tertawa, merasa berhasil dengan tipu muslihatnya, Lalu mereka pun bersuka ria pesta makan-minum sepuas-puasnya, berganti yang dikisahkan.

2. Pangkur. 1. Jalannya Arya Sena, lalu sampai di hutan gunung, hatinya sangat gembira,