Matriks i. Pertentangan Antara „Kesucian‟ dengan „Keduniawian‟ Sebagai Kodrat

commit to user 129 Dewa Ruci macapat dengan Dewa Ruci tembang gedhe pada dasarnya sama yaitu mengisahkan perjalanan Bima dalam mencari air yang bisa membersihkan dirinya atas perintah guru Drona. Berdasar angka tahunnya varian yang berupa cetakan ini diterbitkan sebelum penerbitan Serat Dewa Ruci terbitan Tan Gun Swi Kediri yang menjadi objek dalam penelitian ini.

c. Matriks i. Pertentangan Antara „Kesucian‟ dengan „Keduniawian‟ Sebagai Kodrat

Negara Astina yang menjadi awal munculnya konflik dalam Mahabharata dalam pedalangan biasa dikenal dengan empat nama: ngastina, gajahoya, Limanbenawi, dan Kurujanggala. Nama Ngastina merujuk kepada nama Prabu Hastin pendiri kerajaan. Nama gajahoya karena dialah yang membangun istana kerajaan. Kurujanggala karena yang berkuasa adalah keturunan bangsa Kuru. Liman benawi dimaksudkan kerajaan yang menghadap samodra. Konflik yang menjadi pusat kisahan Mahabharata dimulai dari ketika Wiyasa turun tahta secara aturan umumnya yang seharusnya menjadi pengganti adalah Destarasta karena dia sebagai putra sulung. Namun karena Destarasta buta maka tahta dialihkan kepada adiknya ialah Pandu yang kemudian meninggal di saat anak-anaknya masih terlalu kecil. Karenanya tahta dititipkan kepada Destarasta sampai putra Pandu yaitu Pandawa cukup dewasa. Sengkuni yang adalah adik ipar dari Destarasta memiliki keinginan lain, ia menghendaki keponakannyalah yang berkuasa di Astina. Anak-anak Destarasta dididik dalam kebencian kepada Pandawa. Kurawa berhasil membawa Duryudana naik tahta, sedangkan Pandawa sudah memiliki negara sendiri. Prabu Duryudana selalu khawatir bahwa sewaktu-waktu Pandawa akan merebut kembali Astinapura, karenanya ia selalu ingin melenyapkan Pandawa. Hal ini menunjukkan kesadarannya sebagai pihak yang tidak berhak atas tahta Ngastina. commit to user 130 Pertentangan korawa dengan Pandawa diasosiasikan sebagai pertentangan raksasa dengan Dewa, yang dalam mitologi Wayang dianggap sebagai kodrating jagad „takdir Hidup‟. Keduanya merupakan simbol nilai utopis antara kebaikan dan keburukan yang harus berhadapan dan bergesekan karena keduanya tidak mungkin mengada bersama tanpa ada pertentangan. Dalam beberapa cerita wayang, Bima Bungkus, Lakon Bale Sigala-Gala, diceritakan usaha Korawa membunuh Pandawa. Perang Bharatayuda tidak terhindarkan dan dalam cerita wayang dianggap sebagai kodrat yang harus dijalani. Artinya pertentangan antara nafsu dan laku merupakan kodrat yang tak terhindarkan lagi. ii . Mulai Dikenalnya Konsep „Diri‟ Bersamaan dengan masuknya agama Islam, dalam bahasa Melayu yang dipakai pada jaman itu mulai terdapat dua kata yang menyatakan arti kon sep “individu” atau pribadi ialah kata nafs yang diambil dari bahasa Arab yang berarti „roh orang per orang dalam bahasa Indonesia dikenal bentuk turunannya: nafas dan nafsu. Istilah-istilah itu sudah tampil pada karangan Hamzah Pansuri yang dikenal pada akhir abad ke-16. Perkembangan itu merupakan suatu revolusi berpikir, dimana diri itu dikeluarkan dari konteks tempat diri itu telah dicabut dari kungkungan jaringan sosial untuk ditampilkan sebagai kesatuan yang otonom. Kenali dirimu itulah yang berkali-kali diulangi oleh Hamzah Loombard, 2008: 180. Konsep diri Hamzah Pansuri sama sekali tidak menuju ke suatu penonjolan kepribadian bahkan sebaliknya ingin mengutamakan keutuhan dasar manusia. Dalam Asrar ul- Arifin „rahasia orang-orang arif‟ Hamzah menulis: Ambillah contoh tanah liat yang sama, dapat dijadikan apa saja: piring atau panci; akan tetapi semua benda itu pada dasarnya dibuat dari tanah liat yang sama. Sama halnya dengan dunia; bentuk-bentuknya tak terbilang banyaknya, namun tercetaknya dari cahaya yang commit to user 131 sama. Tema itu terdapat juga di kalangan tasawuf Jawa dan mengilhami sejumlah suluknya, yang disebut oleh Romo Zetmulder sebagai panteisme. Pada masa abad 16 akhir sejumlah teks mengangkat tema tentang diri yang menyatu ke dalam Alam Semesta. Perlu dicatat bahwa tema itu ditentang keras dan penganutnya tidak lebih dari satu minoritas kecil. Misalnya dalam kisah Syekh Siti Jenar, salah satu wali yang konon dihukum mati oleh rekan-rekannya melihat ide yang menyimpang dari garis ortodoksi. Jadi sekalipun konsep diri yang tidak langgeng yang hanya berupa pantulan sesaat telah memperoleh sukses di lingkungan-lingkungan tertentu yang sedikit banyak diperkaya dengan filsafat India, perenungan-perenungan itu bersifat marjinal. J.P Zoetmulder telah memberi bayangan tertentu dari syair- syair tasawuf dalam disertasinya yang menarik mengenai “Panteisme dan Monisme dalam Kesusastraan Suluk- Suluk Jawa”. Konsep demikian sama seperti apa yang diungkapkan Sokrates tentang “penyadaran” tentang apakah keadaan kita di dunia ini: kita harus menyadari bahwa dunia ini bersifat sementara dan bahwa kehidupan kita tidak seberapa dibandingkan dengan keabadian. Menurut “Tulisan Tentang Moral” yang disunting G.W.J. Drewes, orang harus mengontrol baik selera makannya, maupun lirikan matanya dan nada ujarnya arep amamesa ing weteng, ing pandeleng, ing pangucap , karena jika orang menyadari sifat buruk dorongan nafsunya alane ing nafsune iku , orang itu tidak mungkin lagi mengumbar nafsu birahi dan keinginannya tan den itung tresnane lan karepe . iii. Ngudi Kasampurnan Godaan hasrat manusia sebenarnya bisa bermacam-macam. Selain godaan feminitas bidadari, animalitas berupa ketakutan, bisa juga berupa harta benda atau godaan terhadap commit to user 132 makanan namun ini jarang ada dalam cerita wayang. Usaha ngudi kasampurnan dilakukan dengan mengalahkan godaan. Godaan selalu berupaya mengubah dan membinasakan kekuatan. Konsep manusia yang berfungsi dalam level yang berbeda, level yang lebih tinggi daripada orang biasa, adalah teori usang karena sudah banyak penulis dari latar belakang lain yang berbeda dengan psikologi membicarakan topik ini. Ide ini dapat ditemui dalam Budhisme, Hinduisme, Yudaisme, Kristiani, dan Islam. Tokoh-tokoh kontemporer lain yang dihubungkan dengan psikolog juga telah mulai mendiskripsikan visi mereka tentang orang yang paling sehat, manusia yang paling tinggi tingkat perkembangannya. Teori Maslow tidak komplit dan tidak benar, meskipun sangat menarik. Dia tidak pernah sepenuhnya mempersepsikan pusat esensial dalam alam spiritual. Dia mendasarkan teorinya pada dasar fisik, bukan metafisik. Terapis-terapis sekarang mendekatkan diri pada kebenaran dengan menggunakan analogi satu siung bawang yang memiliki jiwa atau Tuhan pada pusatnya. Hazrat Pir mengajarkan bahwa tiap orang memiliki potensi kesempurnaan dalam dirinya. Dia menyatakan: “kamu sempurna, yang harus kamu lakukan adalah menemukannya”. Maka mereka yang benar-benar ingin mendapatkan kedamaian, menemukan kebenaran, mengetahui Tuhan, akan dapat melakukannya sesuai keinginan Tuhan. Ketika seorang salik mempelajari dan bertambah maju, dia secara bertahap mendapatkan nilai dan aspek yang tergambar pada orang- orang yang telah menjadi self-actualizer . Dia juga akan mengembangkan aspek tambahan lain dalam alam dirinya, karakteristik yang lebih maju. Pada tiap tahapnya, sufisme memberikan keuntungan, bahkan dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Seorang yang super-sehat dalam jargon psikologi memiliki karakter fisik: tidak mempunyai tingkah laku ketergantungan, kondisi sempurna, lentur dan fleksibel, kontrol fisik luar biasa, butuh sedikit waktu tidur, butuh sedikit makanan, proses penyembuhan yang cepat jika sakit, sangat santai, memiliki rasa humor, commit to user 133 dermawan. Karakter sosial: hubungan interpersonal istimewa, asertif tidak tergantung pada orang lain, bebas dari norma-norma budaya atau harapannya, culture free , pengalaman kesatuan dengan kemanusiaan. Karakter emosi: bebas dari rasa takut, tenang dan tenteram menikmati hidup, ketenangan dalam diri, melampaui ego pribadi, seimbang dan stabil, tidak ego is, penyatuan dengan Tuhan. Karakter spiritual: Baik hati,penuh cinta, sangat rendah hati, hangat, menyerahkan diri pada kekuatan yang lebih besar selaras dengan pengalaman ekstase. Karakter mental: sangat kreatif, persepsi realitas yang efisien, sangat produktif, spontan, aktif, hidup, terlibat, banyak akal, penuh penghargaan, seperti anak kecil yang lugu, intelegensi di atas rata- rata. Agar seorang dapat meraih kesempurnaan harus mengetahui tujuh cahaya yang bersembunyi di angkasa hati yang dengan inspirasi Ilahi dan serapan pesona kasih, hati akan diterangi dan terbebas dalam penerbangannya menuju asalnya. Tujuh cahaya hati termanifestasikan secara tertutup dan memiliki kebenaran yang merupakan hasil dari tindakan murni. Cahaya hati yang pertama sebagai bulan yang bersinar, cahaya pembimbing dari cahaya kehidupan. Cahaya hati yang kedua adalah umah kunyit pada matahari. Cahaya hati yang ketiga adalah pohon inai mukjijat cinta. Cahaya hati yang keempat adalah mekarnya warna kuning. Cahaya hati yang kelima adalah zamrudnya hijau meninggalkan dunia untuk penyatuan dengan Tuhannya. Cahaya hati yang keenam emasnya kesempurnaan sang Salik. Cahaya hati yang ketujuh cahaya rumah Tuhan melampaui cahaya yang tidak dapat berkelana. Ketika seorang manusia berhasil mengatasi kecepatan cahaya, dia akan diberitahu tentang manifestasi kehidupan masa lalu dan masa depan. Menemukan kejadian-kejadian masa depan dan masa lalu dalam penglihatan sangat bergantung pada aktifitas mengamati masa kini. Dengan hilangnya ikatan-ikatan waktu dan tempat, semua kapasitas yang disebut paranormal pun commit to user 134 menjadi ada. Komunikasi dengan kepribadian spiritual orang lain juga dimungkinkan. Komunikasi inilah yang memungkinkan orang yang tingkat spiritualnya lebih tinggi bisa segera mngenali yang lain. Ini hanya bisa terjadi pada orang-orang yang menginginkan pengetahuan tanpa hasrat apapun, apalagi demi keuntungan personal. Orang harus merasa tidak berdaya terlebih dulu sebelum menyadari kekuatan alam raya yang dahsyat: api, banjir, gempa bumi, matahari dan bulan, lautan dan langit, malam dan siang, guntur dan kilat, bahkan peri l aku orang lain. Tujuan sufisme adalah pengetahuan diri, dan melalui pengetahuan diri akan dicapai pengetahuan tentang Sang Pencipta. Inti dari studi sufisme adalah bukan melalui kata maupun pikiran yang menutupi kebenaran. Dalam perjalanan menuju Cahaya, “kata-kata kebenaran, hati yang murni niat yang tulus, penghidupan yang jujur keteguhan dalam melangkah, dan kesetiaan sejati adalah penting. Kisah Dewa Ruci berdasar uraian di atas jadi terasa perlu dan penting untuk dikenalkan kembali kepada masyarakat dan siswa siswi khususnya karena kandungan-kandungan nilainya. Pengenalan cerita Dewa Ruci diharapkan akan mengembalikan pengetahuan dan kawruh Jawa sebagai sebuah jalan hidup yang benar, yang tidak memisahkan akal dari batin dan rasa sehingga tercapailah manusia insan kamil seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. iv. Di dalam Keburukan Ada Kebaikan Kedudukan Drona dalam cerita wayang pada umumnya maupun dalam cerita wayang Dewa Ruci diperdebatkan karena keambiguitasannya, maka seringkali nama Drona di cerita wayang sering diubah menjadi Durna yang arti dur adalah buruk. Drona menjadi guru Pandawa dan Kurawa dari masa kecil mereka, sangat menyayangi Arjuna dibanding para Kurawa muncul pada cerita pendadaran Siswa Sokalima, Drona memuji Arjuna dan membanggakannya, begitu juga dalam kisah Palgunadi. Kisah Durna Rangsang menunjukkan betapa Drona sangat commit to user 135 membanggakan dan mencintai Pandawa, namun justru dalam perang Bharatayuda berdiri di pihak para Kurawa. Di sepanjang cerita Ramayana dan Mahabharata hanya ada dua tokoh unik yang berlatar belakang Brahmin namun menguasai perang yang jauh melampaui ksatria manapun, ialah Parasurama dan Drona. Keunggulan Drona yang sedemikian sesuai untuk menduduki posisi guru Bima yang memahami ilmu Kesempurnaan. Meskipun Bima bukan murid terbaik Drona namun Bima memiliki karakter yang sesuai dengan sifat murid yang baik ialah berbakti dan mengikuti petunjuk gurunya tanpa curiga dan ragu. Dalam cerita wayang Dewa Ruci, Bima bertemu dengan Bathara Indra dan Bathara Bayu yang kemudian “memberinya” kesadaran bahwa petunjuk gurunya adalah benar namun tempatnya tidak di gunung Candramuka. Bathara yang dalam kisah pewayangan merupakan tokoh utusan sang Murbeng Jagad merupakan sumber kebenaran yang bisa dipercaya. Pernyataan Bathara Indra dan Bathara Bayu bahwa Drona memberi petunjuk yang benar, bisa diartikan bahwa Drona bukanlah tokoh antagonis. Apabila dicermati sangat mungkin Drona berpihak kepada Bima bukan berpihak kepada Duryudana. Drona adalah guru Pandawa dan Kurawa, tentulah sangat mengenal para muridnya termasuk Bima. Ketika Bima selamat dari mara bahaya di hutan Tibraskara secara interteks sangat mungkin hal ini sudah diperkiarakan oleh Drona karena Bima pernah menaklukkan alas Mertani dalam lakon Babat Alas Wisamarta. Fenomena yang ditemukan pada dua data tersebut di atas memberi implikasi simbolik yang cukup mendasar terhadap kedudukan Drona dalam cerita Dewa Ruci khususnya dan cerita wayang pada umumnya. Drona adalah tokoh luar biasa dengan nilai-nilai baik dan kemampuan berperang namun berada di pihak Kurawa, pihak yang secara simbolik dianggap antagonis. Pola commit to user 136 ini sejajar dengan nilai ajaran Islam bahwa dalam kesulitan terdapat kemudahan, di balik masalah terdapat hikmah. Sesuai juga dengan pola penokohan dalam cerita wayang ialah pola malihan dari Raksasa Rukmuka Rukmakala menjadi Bathara Indra dan Bathara Bayu. Raksasa merupakan karakter antagonis sedangkan Bathara adalah karakter protagonis. Bisa diartikan bahwa tokoh Drona dalam cerita wayang Dewa Ruci adalah simbol dari nilai bahwa dalam keburukan Kurawa terdapat tujuan-tujuan baik yang diwakili oleh tokoh Drona. Pola malihan demikian tidak didapatkan dalam kisah agama Islam misalnya malihan dari setan menjadi malaikat. Ini menunjukkan juga bahwa pola cerita wayang Dewa Ruci bercampur antara tradisi cerita Islam dengan cerita wayang Hindu dimana Drona memiliki posisi sebagai tokoh protagonis, juga pastinya adanya ide asli Jawa karena cerita Dewa Ruci tidak pernah ada dalam cerita asli Mahabharata.

v. Negasi sistem kekuasaan Hierarkis