Hakikat Pembelajaran Bahasa Jawa

commit to user 40 makna dari pola-pola yang terbaca secara hermeneutik berdasarkan konvensi sastra yang ada dalam budaya Jawa. Bersepakat dengan pernyataan Necat Kumral, penelitian menggunakan pendekatan semiotik, selain dituntut adanya kepaduan arti dari tafsir terhadap teks juga dituntut adanya pemahaman terhadap relasi teks dengan latar budaya, kepekaan pada peristiwa kehidupan. Kajian yang demikian akan membumikan teks, salah satunya hubungan serat Dewa Ruci dengan nilai pendidikan karakter.

4. Hakikat Pembelajaran Bahasa Jawa

Istilah pembelajaran seperti diungkapkan oleh Hansen 2000: 23 ialah learning is equated in behavior, yang artinya bahwa pembelajaran memililiki kesamaan arti dengan adanya perubahan tingkah laku. Pembelajaran menurut Handani 2011: 71 diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Klein 1996: 2 mengemukakan pendapat, pembelajaran didefinisikan sebagai proses pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara, kedewasaan, atau kecenderungan respon yang mendalam. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya mengubah tingkah laku siswa. Berdasar surat keputusan gubernur Jawa Tengah yang termuat dalam kurikulum, mata pelajaran Bahasa Jawa disebutkan bahwa perlunya upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan penguasaan Bahasa Jawa bagi siswa. commit to user 41 Berdasarkan pertimbangan ini maka mulai tahun ajaran 2005 2006 mata pelajaran Bahasa Jawa ditetapkan sebagai mata pelajaran yang wajib diajarkan oleh semua jenjang sekolah di provinsi Jawa Tengah, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Mengacu pada kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa untuk jenjang pendidikan SMA tahun 2013, disebutkan bahwa standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa berdasar kepada kompetensi sikap religius, sikap sosial, ketrampilan dan pengetahuan yang kemudian dijabarkan menjadi empat Kompetensi Inti ialah 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli gotong royong, kerjasama, toleran, damai, santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia, 3. Memahami,menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, pro-sedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan commit to user 42 Kurikulum 2013 pembelajaran berbasis teks dengaran maupun teks tulis, seperti misalnya teks percakapan sehari-hari, di kantor, di pasar, di dalam media cetak, audio, maupun video, dongeng, legenda, serat piwulang, babad, cerita wayang, geguritan, cerkak, anekdot, pengalaman pribadi, dialog, berita, kawruh Nugroho, 2014: 3. Cerita wayang tercantum sebagai materi pokok pada silabus mata pelajaran Bahasa Jawa kelas X semester genap, Kompetensi Dasar kedua. 1.2 Menerima, mensyukuri, menghayati, dan mengamalkan anugerah Tuhan berupa bahasa Jawa dalam bentuk petikan teks crita wayang. 2.2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli gotong royong, kerjasama, toleran, damai, santun, responsif, dan proaktif dalam menggunakan bahasa Jawa melalui petikan teks crita wayang. 3.2 Memahami isi teks crita Mahabharata Bima Bungkus. 4.2 Menulis sinopsis teks cerita teks Mahabharata Bima Bungkus dan menyajikannya. Materi pokok terdiri dari: Petikan Crita wayang, dengan uraian 1 unsur pembangun, 2 nilai yang terkandung, 3 relevansi pitutur luhur, 4 cara menginterpretasi isi, 5 teknik menceritakan kembali, dan 6 cara menanggapi. Secara ideal, pembelajaran bahasa Jawa seharusnya meliputi aspek budaya, bahasa dan sastra secara memadai. Aspek budaya antara lain meliputi pengenalan jenis kesenian, permainan tradisional, model rumah, pakaian adat, dan upacara- upacara tradisi. Materi kebahasaan di antaranya mencakup ragam basa ngoko dan basa krama yang masing-masing memiliki varian secara spesifik. Materi kebahasaan diajarkan sebagai dasar sistem kemunikasi masyarakat Jawa. Pemahaman sistem commit to user 43 pemakaian masing-masing ragam bahasa Jawa menggambarkan nilai kejiwaan pemakainya Basir 2010: 6. Podhoretz menyatakan bahwa karya sastra di dalam pendidikan bisa berperan mengembangkan aspek kepribadian dan pribadi sosial, kehalusan adab dan budi. Bahkan menurut Aristoteles, sastra bisa menjadi media katarsis atau pembersih jiwa tidak saja bagi penulis tetapi juga pembaca maupun penikmatnya. Tidak bisa diragukan lagi fungsi sastra dalam memberi pengaruh cara berfikir setiap orang mengenai hidup dan kehidupan, baik dan buruk, benar dan salah, dan cara hidup baik diri sendiri maupun bangsanya dalam Wibowo, 2013: 127. Dengan kesusastraan seseorang diasah kreativitas, perasaan, kepekaan, dan sensitivitas kemanusiaannya. Sastra juga memiliki cakupan yang lebih luas daripada filsafat lantaran jejaring sastra yang bertalian dengan berbagai cabang ilmu kemanusiaan seperti sains, psikologi, biologi, sejarah, sosial politik Wibowo, 2013:166. Pendidikan sebagai usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkungannya mereka memperoleh kemajuan lahir dan batin menuju ke arah adab kemanusiaan Suratman, 1987: 12. Dengan demikian sebaiknya pengajaran sastra diarahkan untuk merangsang terjadinya olah hati, olah rasa, olah olah pikir dan olah raga. Pembelajaran sastra juga diarahkan untuk menumbuhkan sikap apresiatif terhadap karya sastra yaitu sikap menghargai, menilai dan mengkritik, dengan penyampaian pengetahuan, ditumbuhkan kecintaan, dan dilatih ketrampilan untuk menghasilkan karya sastra. Peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa tidak commit to user 44 hanya didasarkan pada nilai yang terkandung didalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya bisa menanamkan karakter tekun, berpikir kritis dan berwawasan luas. Pada saat yang sama dikembangkan kepekaan perasaan sehingga pembaca cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran Wibowo, 2013: 167. Y.B Mangunwijaya dalam bukunya Religositas Sastra banyak memaparkan contoh-contoh karya sastra yang mengandung nilai-nilai pendidikan utamanya religiusitas. Beliau juga mengatakan bahwa religiositas tidak bekerja dalam pengertian-pengertian otak tetapi dalam pengalaman, penghayatan totalitas diri yang mendahului analisis atau konseptualisasi Mangunwijaya, 1988: 17. Begitu bernilainya karya sastra sebagai bahan pendidikan nilai dan mengalami nglakoni sebagai metode yang paling tepat untuk memperolehnya. Bagi masyarakat Jawa, yang disebut sastra merupakan sebuah karya yang tertata apik dalam bahasa yang indah basa rinengga . Sastra Jawa klasik tak hanya mengutamakan isi tetapi juga keindahan bahasa. Karya sastra Jawa seperti pada umumnya karya budaya klasik terlahir dari olah rasa dan laku oleh pujangganya dalam kesempurnaan cipta dan karsa. Wajar jika karya klasik Jawa tidak pernah lapuk dimakan zaman dan disematkan padanya predikat karya adiluhung. Sastra adiluhung dianggap mampu menghaluskan rohaniah, mempertajam visi, misi dan ruang imajinasi, membuat manusia santun jiwanya, bertambah pengetahuannya, berkepribadian mulia, dan luas jiwanya. Hal ini bisa dipahami berdasar isi dan sistem commit to user 45 penulisan karya sastra Jawa klasik, yang merekam nilai masyarakat dan kebudayaan secara detail dan simbolis. Menelusuri karya sastra Jawa klasik layaknya memasuki lautan makna. Pembaca dituntut tidak gegabah menangkap apa yang nampak, tetapi harus mau menggali di balik sebuah tanda atau simbol Wibowo, 2013: 107. Bertolak dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa karya satra Jawa memiliki kekayaan nilai yang potensial menjadi bahan pembelajaran. Pembelajaran karya sastra selain melatih daya apreisasi juga bisa menjadi sarana mengolah rasa, pikir, dan jiwa. Pembelajaran Bahasa Jawa umumnya dan khususnya pembelajaran sastra Jawa di SMA pada hakikatnya merupakan upaya mengubah perilaku siswa melalui kegiatan belajar Bahasa Jawa dan sastra Jawa yang sarat akan nilai-nilai budi pekerti luhur dan beragam kompetensi Bahasa Jawa, salah satunya melalui pembelajaran materi cerita wayang.

4. Hakikat Pendidikan Karakter a. Pendidikan