Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

commit to user 154

B. PEMBAHASAN

Berangkat dari hasil penelitian terhadap kajian semiotik Serat Dewa Ruci dan kajian nilai pendidikan karakter pada bagian sebelumnya, akan dibahas lebih lanjut melalui pembahasan yang dilakukan untuk mencerna masalah: Sistem tanda, makna hermeneutik, nilai pendidikan karakter, dan relevansi dengan pembelajaran. Langkah-langkah dalam bagian pembahasan ini adalah dengan menilai berkas hasil penelitiantemuan penelitian terhadap tanda dalam serat Dewa Ruci dengan menggunakan perspektif teori tertentu dan penelitian yang relevan. Digunakan artikel untuk menjustifikasikan temuan penelitian tanda dan atau mengungkapkan persamaan, perbedaan dengan penelitian terdahulu.

1. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap Serat Dewa Ruci yang dihubungkan dengan nilai pendidikan seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga metode pembelajaran laku sebagai salah satu metode pembelajaran dalam budaya tidak pernah diangkat dalam penelitian terhadap serat Dewa Ruci oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya, sebagai contoh, Simuh 1988 setelah uraiannya mengenai konsep monisme, penyatuan manusia dengan Tuhan menyimpulkan serat Dewa Ruci melalui metafor masuknya Bima ke tubuh Dewa Ruci sebagai bagian ajaran mistik kejawen. Soetarno 2004:21 menyimpulkan bahwa Serat Bimasuci sebagai mistisisme Jawa dalam rangka manunggaling Kawula-Gusti. Wahyudi dalam desertasinya hanya melihat secara struktural relasi oposisi berpasangan Bima-Drona sebagai transformasi relasi oposisi berpasangan Vayu-vata dalam kapasitasnya sebagai relasi nafas halus- nafas kasar yang menghasilkan inti nafas atau prana 2013: 605. Laku dalam pemahaman umum masyarakat Jawa dianggap sebagai cara atau metode untuk memperoleh kesaktian atau pusaka, atau dihubungkan sebagai perilaku mistis. Hal ini commit to user 155 menjadikan laku sebagai metode pembelajaran khas Jawa mengalami pembelokan atau setidak- tidaknya pendangkalan arti. Berbeda dengan pemahaman umum, tahapan pembelajaran Jawa yang justru diawali dari laku untuk mengenali diri sendiri sesuai dengan ajaran agama dan bukan merupakan perilaku mistis. Seperti disampaikan dalam analisa data kata-kata mutiara dalam komunitas Islam “ man arafa nafsahu faqad „arafa rabbahu” yang artinya barang siapa mengenal dirinya maka mengenal Tuhannya bisa menjadi pijakan nilai yang sama dengan apa yang menjadi inti ajaran dalam serat Dewa Ruci. Kebudayaan Jawa mengenal istilah „ laku ‟ sebagai konsep yang hampir sama dengan konsep puasa pada agama, dengan perbedaan „ laku ‟ tidak mengenal aturan baku atau aturannya cenderung longgar, misalnya dalam nasihat laku cegah dahar lawan guling „mengurangi makan dan tidur‟, batasannya tidak jelas harus seberapa mengurangi makan dan tidur. Pokok dari laku dalam konsep kebudayaan Jawa adalah sikap prihatin yang batasannya bisa ditentukan sendiri oleh niat pelaku. Laku bisa dikatakan sebagai strategi kebudayaan Jawa menghindari jebakan formalitas agama dan keyakinan. Setiap nilai dan tindakan yang dibakukan pada akhirnya memang seringkali akan menjadi sekedar formalitas atau terasing dari substansi asalnya. Kesimpulan ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Santosa bahwa konsep laku Jawa tercermin juga dalam istilah tapa ngrame „bertapa di dalam kehidupan nyata‟, bukan bertapa dengan menjauhi kehidupan itu sendiri. Tapa ngrame tidak memiliki panduan tertentu namun hanya menekankan pada sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan kebenaran dan kebaikan, bener tur pener dalam kehidupan sehari-hari. Manjing ajur ajer „masuk mencair‟ menyatukan diri dengan lingkungan 2012: 14. Sepi ing pamrih rame ing gawe „Jauh dari pamrih keduniawian bersungguh- sungguh dalam bekerja‟. commit to user 156 Hasil penelitian ini merevisi kesimpulan Anderson yang mengatakan bahwa bagi orang Jawa kekuasaan bersifat adikodrati, berasal dari Tuhan sehingga barang siapa yang mendapatkan kekuasaan tersebut tak perlu dipertanyakan keabsahannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa kekuasaan tersebut bersifat kongkrit karena kekuasaan tersebut ada dan berasal dari Tuhan dan bukan hasil teoritis. Karena bersifat adikodrati maka kekuasaan tidak memiliki implikasi moral dalam Ansari, 2010: 48. Berdasar data dan analisis semiotik yang dilakukan kekuasaan dalam sistem nilai Jawa tidak hanya bersifat adikodrati namun berdasar sebuah proses. Bima untuk mencapai penguasaan kasampurnan melalui proses yang bertahap dan bukan sebagai given „pemberian‟. Jika yang dimaksud Anderson adalah kekuasaan politik maka di dalam serat Dewa Ruci, kekuasaan politik tidak sepenuhnya sebagai pemberian namun juga adalah akibat dari kualitas-kualitas yang dimiliki oleh sang penguasa, misalnya dicontohkan Pandawa yang mendapatkan keberuntungan karena perilaku yang memang benar dan baik sesuai nilai-nilai yang ada. Revisi ini meluruskan kenyataan bahwa masyarakat Jawa mendasarkan nilai-nilai hidupnya kepada sebuah hubungan yang logis dan bukan sebuah hubungan yang tak terjangkau akal atau irasional. Hasil penelitian ini menguatkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kesimpulan Yousof dalam artikel ilmiahnya 2010: 83 bahwa cerita Ramayana dan Mahabharata banyak yang ditafsirkan kembali untuk memberi ruang bagi masuknya ide-ide Islam dan Sufi, dikuatkan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan dimana beberapa ide yang ada di dalam serat Dewa Ruci tidak hanya berkesesuaian dengan ide-ide Islam namun bahkan hanya ada di Islam dan Sufi, misalnya tidak adanya hierarki dalam sistem religi. Demikian pula pernyataan Woodward 1989: 193 bahwa serat Dewa Ruci telah mulai ditulis selama periode transisi dari Hindu ke Islam, dengan menggunakan mitologi Hindu-Jawa untuk menyajikan teori commit to user 157 sufi juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan karena ditemukan perpaduan nilai dan simbol dari kedua agama tersebut di dalam serat Dewa Ruci. Kolman, etc. dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa pengalaman pribadi menentukan faktor-faktor motivasi individu. Hal ini sangat jelas, bahwa pada tingkat biologis proses motivasi harus sama di semua manusia. Namun, rangsangan atau kondisi di mana proses motivasi yang terjadi mungkin disebabkan oleh pribadi pengalaman individu yang bersangkutan 2012: 92. Penelitian tentang pengaruh motivasi terhadap perkembangan seseorang telah banyak dilakukan dan menyimpulkan bahwa motivasi berbanding lurus dengan capaian prestasinya. Hal ini sesuai dengan apa yang digambarkan di dalam serat Dewa Ruci dimana Bima didorong oleh kondisi- kondisi pribadi yang sebagai panengah Pandawa dan pelindung bagi saudara-saudaranya memiliki motivasi untuk mencapai kesempurnaan. Motivasi yang besar itu pulalah yang menjadi sumber tenaga bagi Bima dalam menembuh setiap tantangan. Utami dalam jurnal internasionalnya menyatakan bahwa sebuah tujuan pendidikan yang penting di sekolah menengah adalah untuk memberikan melek sastra yang cukup untuk memastikan bahwa siswa mampu memahami dan mencerminkan teks-teks sastra, seperti lirik, epos, atau drama 1999: 16. Hal ini menguatkan tujuan dari penelitian yang dilakukan dimana berdasar data dan analisa yang dilakukan pemahaman terhadap sastra adalah sesuatu yang diperlukan untuk menumbuhkan sisi humanisme dari siswa terutama dalam masyarakat modern saat ini dimana menurut Gibson tempat dan ruang kematian sangat dikelola dan diatur dalam masyarakat modern, bersikap seolah-olah kematian hampir tidak ada dan terlihat di sebagian besar lingkungan sehari-hari. Subjek modern dinampakkan makmur, aman, dan politik dimaknai secara geografik terlindung dari adegan kematian. Serangan di pusat perbelanjaan atau supermarket adalah gangguan dari tatanan sosial dan menjadi awal kesadaran akan kematian commit to user 158 dalam kehidupan sehari-hari 2011, 146. Pembongkaran dunia artifisial bisa dilakukan oleh sastra dengan menghadirkan kenyataan tentang kematian dalam pikiran manusia modern termasuk siswa, salah satunya melalui cerita Dewa Ruci dimana kematian tidak dihindari namun diakui kehadirannya dan dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan tanpa menempelkan konotasi negatif terhadapanya. Hal ini menjadikan manusia modern mengada dengan cara lebih sehat dan wajar.

2. Kelemahan Serat Dewa Ruci