119
melakukan rekonsiliasi obat sesuai dengan aturan yang ada Setiawan, et al. 2015
Rekonsiliasi di RS X pun sudah berjalan cukup baik. Semua catatan pasien didokumentasikan dan dicocokan, sehingga mudah ketika terjadi
pertukaran ruangan dan pertukaran RS.
6.3.3 Analisis Pelayanan Informasi Obat di RS X
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat PIO menurut PMK No.58 Tahun 2014 adalah kegiatan yang meliputi tanya jawab mengenai
informasi obat tidak hanya kepada pasien tetapi terhadap tenaga kesehatan lainnya, menerbitkan bulletin, melakukan penelitian, memberikan
pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kerja kefarmasian ataupun tenaga kesehatan lainnya.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sekurang-
kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi Dirjen Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan, 2006.
Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat ditingkatkan dengan tiga cara yaitu, pemilihan terapi obat yang baik. menciptakan hubungan
dokter-pasien yang baik, atau meluangkan waktu untuk memberikan
120
informasi yang diperlukan, seperti petunjuk dan peringatan. Terapi obat yang baik terdiri dari sedikitnya obat yang diresepkan, dengan tindakan
cepat, sedikit efek samping sesedikit mungkin, dalam bentuk sediaan yang tepat, jadwal dosis sederhana satu atau dua kali sehari, dan durasi
pengobatan sesingkat mungkin WHO, 1994. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat PIO yang dilakukan di RS X
meliputi menjawab setiap pertanyaan pasien terkait obat, pemberian informasi obat pada pasien pulang untuk rawat inap, penjelasan informasi
obat pada pasien rawat jalan saat peyerahan obat, pembuatan leaflet, dan pembuatan buku saku fomalium.
Namun, RS X belum sepenuhnya melaksanakan PIO untuk tenaga kesehatannya. Informasi obat di RS X hanya diberikan lewat formularium
dan beberapa tambahan dari kemasan obat. Apoteker belum secara berkala melakukan PIO kepada tenaga kesehatan lain seperti perawat dan dokter.
Ruang lingkup penelitian dan memberikan pendidikan berkelanjutan bagi tenaganya dalam PIO yang seharusnya dilakukan untuk menambah
informasi pun belum dilakukan oleh RS X. Pengetahuan tenaga kesehatan hanya dilakukan jika RS X membutuhkan orang untuk dikirim ke sebuah
pelatihan tertentu untuk menguasai suatu skill. Hal itu tak sesuai dengan kegiatan PIO yang seharusnya pada PMK
No. 58 Tahun 2014 serta ruang lingkup PIO pada Pedoman Informasi Obat di Rumah Sakit yang telah terbit tahun 2006.
121
Pada penelitian sebelumnya beberapa rumah skait melakukan PIO dengan beberapa cara, yang pertama yaitu pelayanan informasi obat yang
diberikan kepada pasien seperti KIE, yang kedua pelaksanaan informasi kesehatan bagi masyarakat seperti penyulahan kepada masyarakat, di mana
apoteker terlibat dalam kegiatan penyuluhan Indah dan Utami, 2016 PIO di dua rumah sakit yang diteliti di lakukan pada saat penyerahan
obat kepada pasien, seperti cara penggunaan obat, lama penggunaan obat serta penyimpanan obat. Dari keempat rumah sakit yang termasuk
kedalam penelitian, yang medekati dengan teori yang ada hanya satu rumah sakit. Hal ini rata-rata disebabkan karena kurangnya SDM dalam
melakukan PIO Indah dan Utami 2016. Begitu juga di RS X tidak memiliki petugas PIO khusus serta sarana PIO seperti ruangan khusus pun
tidak ada. Selama dilakukan PIO pada pasein di RS X komunikasi apoteker di
ruang rawat inap sudah cukup baik. Apoteker menjalesakan secara rinci semua hal terkait obat kepada pasien. Pasien juga diberi lembar informasi
obat yang bisa dibaca ulang di rumah. Sedangkan untuk rawat jalan waktu pemberitahuan tentang obat hanya sebentar, apalagi ketika sedang antri.
Pasien tidak sempat bertanya dan petugas menjadi terburu-buru memberikan penjelasan. Hal ini karena yang melakukan PIO adalah
petugas yang menyerahkan obat kepada pasien.
122
PIO yang efektif pada pasien dapat mengurangi ketidapatuhan pasien dalam menggunakan obat. Pasien membutuhkan informasi, petunjuk dan
peringatan agar mereka memiliki pengetahuan untuk menerima dan mengikuti pengobatan serta mendapat keterampilan yang diperlukan untuk
menggunkaa obat dengan tepat. Dalam beberapa studi, kurang dari 60 pasien telah memahami bagaimana menggunakan obat yang mereka
terima. Informasi harus diberikan yang jelas, menggunakan bahasa umum dan meminta pasien untuk mengulang kata-kata yang diucapkan petugas
oleh dirinya sendiri terkait beberapa informasi inti, untuk memastikan bahwa infromasi terlah dipahami WHO, 1994.
6.3.4 Analisis Konseling di RS X