122
PIO yang efektif pada pasien dapat mengurangi ketidapatuhan pasien dalam menggunakan obat. Pasien membutuhkan informasi, petunjuk dan
peringatan agar mereka memiliki pengetahuan untuk menerima dan mengikuti pengobatan serta mendapat keterampilan yang diperlukan untuk
menggunkaa obat dengan tepat. Dalam beberapa studi, kurang dari 60 pasien telah memahami bagaimana menggunakan obat yang mereka
terima. Informasi harus diberikan yang jelas, menggunakan bahasa umum dan meminta pasien untuk mengulang kata-kata yang diucapkan petugas
oleh dirinya sendiri terkait beberapa informasi inti, untuk memastikan bahwa infromasi terlah dipahami WHO, 1994.
6.3.4 Analisis Konseling di RS X
Konseling pada PMK No. 58 Tahun 2014 obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker konselor
kepada pasien danatau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
danatau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang
tidak dikehendaki ROTD, dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien
patient safety.
123
Secara khusus konseling juga dapat mengurangi jumlah pasien yang tidak patuh dalam terapi obat. Rata-rata, 50 pasien tidak menggunakan
obat yang diresepkan dengan benar, membawa meminumnya secara tidak teratur, atau tidak sama sekali. Alasan yang paling umum adalah karena
gejala telah berhenti, efek samping yang terjadi, obat dianggap tidak efektif, atau jadwal dosis rumit bagi pasien, terutama orang tua. Pasien
yang tidak patuh terhadap pengobatan mungkin tidak memiliki konsekuensi serius. Misalnya, dosis teratur thiazide masih memberikan
hasil yang sama, sebagai obat memiliki paruh panjang dan kurva dosis- respons yang datar. Tetapi obat dengan waktu paruh pendek misalnya
fenytoin atau margin terapeutik yang sempit misalnya teofilin dapat menjadi tidak efektif atau beracun jika diminum secara tidak teratur
WHO, 1994. Namun, sayangnya konseling belum dilakukan dengan maksimal di
RS X hal ini disebabkan SDM yang kurang. Apoteker di RS X tak cukup untuk memenuhi tugas jika harus ada konseling rutin. Maka, konseling
dilakukan hanya berdasarkan permintaan. Sedangkan, permintaan dari pasien sendiri jarang terjadi karena pasien banyak yang tak mengetahui
akan harus adanya konseling dengan apoteker terkait terapi obat yang sedang digunakan.
Pada penelitian sebelumnya dari 4 rumah sakit yang diteiti 3 di antarnya melakukan konseling dengan cara apoteker memberikan
penejelasan bagaimana cara penggunaan obat. Apoteker memberikan
124
konsultasi kepada pasien dan didokumentasikan pada buku konsultasi obat, tanpa blanko tertulis dari pasien. Sesuai PMK No.58 Tahun 2014
hasil konseling sebaiknya didokumentasikan pada buku konsultasi obat agar tidak terjadi kesalahan pada pengobatan berikutnya. Konseling di
satu rumah lainnya belum dilakukan secara baik, konseling yang dilakukan hanya memberikan informasi singkat mengenai cara penggunaan obat,
efek samping obat dan fungsi dari obat itu sendir dikarenakan jumlah dari tenaga kerja di rumah sakit yang masih kurang. Indah dan Utami 2016.
Kegiatan konseling memang seharusnya penting dilakukan terutama untuk pasien dnegan penggunaaan obat berkelanjutan dan jangka panjang,
Hal ini tercantum pada PMK No.58 Tahun 2014. Konseling juga penting untuk mengurangi angka risiko kesalahan pengobatan WHO, 2014 dan
ASHP 2013. Hal ini disebabkan karena konseling dapat meningkatn kepatuhan pasien dalam penggunaan obat Muliawan, 2008.
6.3.5 Analisis Visite di RS X