Pandangan Islam bahwa uang mengandung makna flow concept selaras dengan pandangan kaum klasik moneteris yang dipelopori oleh Milton
Friedman. Uang dalam makna flow concept dapat diturunkan dari formula yang dikemukakan oleh Irving Fisher sebagai berikut :
M.V = P.T Dimana :
M = Jumlah uang beredar V = Kecepatan perputaran uang
P = Tingkat harga barang T = Jumlah barang yang diperdagangkan
Formulasi moneter di atas mengungkapkan bahwa sisi sebelah kiri yang mencerminkan aktifitas di sektor moneter sama nilainya dengan sisi sebelah
kanan yang mencerminkan aktifitas di sektor riil. Formulasi tersebut juga mengungkapkan bahwa uang mengandung makna flow concept artinya jumlah
uang beredar dan kecepatan perputaran uang akan langsung mempengaruhi dinamika ekonomi di sektor riil. Konsep ekonomi moneter seperti inilah yang
ideal dimana peran dan fungsi uang sebagai alat transaksi akan benar-benar dapat menggerakkan potensi ekonomi sektor riil yang dapat meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Uang dalam pandang Islam merupakan barang publik artinya menjadi
milik seluruh masyarakat. Sedangkan kapital modal merupakan barang pribadi private goods artinya merupakan hak milik individu yang memiliki modal
tersebut. Konsekuensi uang sebagai public goods yaitu harus benar-benar memberi manfaat kepada seluruh masyarakat dan tidak boleh ada orang yang
memonopoli kepemilikan uang. Pandangan uang dalam Islam mengalami perkembangan dan variasi yang
cukup besar antara satu ahli ekonomi dengan ahli ekonomi lainnya. Ada beberapa ahli ekonomi Islam ternama yang telah mengemukakan pandangan
ekonominya tentang uang dan peranannya dalam perekonomian antara lain Al-
Ghazal i, Ibn Khaldun, Mas‟udul Alam Choudhury, dan Muhammad Umer
Chapra. Pengertian uang dalam Islam memiliki makna yang beragam tergantung bahan pembuatnya dan kebutuhan dalam kegiatan transaksi ekonomi. Ada
istilah nuqud yang artinya uang untuk menunjukkan harga suatu barang. Dinar menunjukkan uang yang terbuat dari emas sedangkan dirham merupakan uang
yang terbuat dari perak. Juga ada istilah wariq dan „ain untuk menunjukkan dirham perak dan dinar emas sebagai mata uang yang digunakan dalam
transaksi ekonomi pada masa Nabi dan Shahabat. Imam Al-Ghazali dan Ibn Khaldun secara umum menyatakan definisi uang adalah alat yang digunakan
masyarakat sebagai alat untuk media bertransaksi, mengukur harga dan media penyimpan nilai.
1. Uang sebagai Media Transaksi
Uang sebagai media transaksi yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang. Berbeda dengan media transaksi lainnya seperti bilyet, cek, kartu kredit, kartu
debit, dsb. Penjual atau pembeli berhak menolak alat transaksi tersebut dalam proses pembayaran transaksinya, namun tidak demikian halnya untuk uang.
Semua orang harus bersedia menerima uang sebagai alat untuk media transaksi perdagangan yang sah. Untuk dapat menjadi media yang sah untuk
transaksi maka ditandai dengan adanya logo atau simbol yang disahkan oleh negara melalui peraturan pemerintah atau undang-undang.
2. Uang sebagai Media Penyimpan Nilai
Al-Ghazali mengisyaratkan perlu media untuk mengukur nilai suatu barang dan bisa membandingkan nilai satu barang dengan barang lainnya. Dengan
uang, maka dapat dibandingkan nilai antara sehelai baju dengan sepasang sepatu, antara satu mangkok bakso dengan satu gelas es jeruk, dsb. Dikatakan
oleh Al- Ghazali bahwa uang ibarat „hakim‟ yang dapat menentukan dan
membandingkan nilai diantara berbagai jenis barang dan jasa. Uang sebagai media penyimpan nilai juga ditegaskan oleh Ibn Khaldun dimana uang yang
terbuat dari emas dan perak tetap bernilai kapanpun dan dimanapun digunakan karena uang mengandung nilai yang dapat diterima semua orang.
3. Uang sebagai Ukuran Harga
Untuk membandingkan nilai satu barang dengan barang yang lain memerlukan standar yang stabil nilainya yaitu dinar dan dirham. Karena
secara intrinsit dinar yang terbuat dari emas dan dirham dari perak mampu menjadi standar penilaian harga atas suatu barang. Al-Ghazali menegaskan
bahwa Allah SWT menciptakan dinar dan dirham untuk menjadi standar atas semua nilai barang yang ada karena stabilitas nilai dari dinar dan dirham itu
sendiri.
13.4. Kebijakan Moneter Islam menurut Masu’udul Alam Choudhury
Pand angan uang dan kebijakan moneter menurut Masu‟udul Alam
Choudhury berpijak pada prinsip dasar uang sebagai alat transaksi dan tidak dimasukkannya instrumen bunga interest dalam analisis moneternya.
Pandangan uang menurut Masu‟udul Alam Choudhury dikemukakan melalui konsep ekonomi moneter yaitu endogenous money yang memberi tekanan
tentang pentingnya menjaga stabilitas nilai uang baik secara internal maupun eksternal yaitu keseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil. Pandangan
Masu‟udul Alam Choudhury tentang endogenous money ini sebenarnya ada keselarasan dengan analisis IS-LM dimana perekonomian akan mencapai
kondisi ideal manakala tercapai keseimbangan antara pasar barang IS dan pasar uang LM. Namun sesungguhnya ada prinsip dasar yang berbeda antara
analisis IS-LM dengan endogenous money. Kurva IS adalah suatu kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi tingkat bunga dan pendapatan
nasional dimana tercapai keseimbangan pada pasar barang. Sedangkan kurva LM adalah suatu kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi
tingkat bunga dan pendapatan nasional dimana tercapai keseimbangan pada pasar uang. Keseimbangan pasar barang tercapai manakala dipenuhinya
keseimbangan dalam formulasi Y = C + I + G + X – M dimana masuknya
P.Q P-P
P-C
Q.2 Q.1
Q.3 Q.4
π-P π-C
peranan uang dalam pasar barang melalui investasi dimana dalam teori investasi konvensional besarnya merupakan fungsi dari tingkat bunga interest.
Sedangkan keseimbangan pasar uang tercapai manakala terpenuhinya keseimbangan antara permintaan uang money demand = Md dengan
penawaran uang Money supply = MS dimana permintaan uang dipengaruhi oleh tingkat bunga karena adanya motif spekulasi. Berbeda halnya dengan
gagasan endogenous money dari Masu‟udul Alam Choudhury yang tidak memasukkan unsur bunga interest dalam analisisnya. Berikut gambar kurva
yang menjelaskan tentang gagasan endogenous money tersebut :
P C
π
Sumber : Adiwarman Azwar Karim,
Ekonomi Makro Islami
, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 99, dengan modifikasi
Gambar di atas terdiri dari empat kuadran dan masing-masing kuadran menjelaskan tentang kondisi pada sektor riil, sektor moneter dan hubungan
antara sektor riil dan sektor moneter
.
Pada kuadran satu Q.1 menjelaskan kaitan antara currency value of spending C yang menunjukkan jumlah uang
untuk dibelanjakan dengan real value spending P.Q yang menunjukkan nilai pengeluaran riil dari masyarakat. Jadi pada kuadran pertama ini menjelaskan
keterkaitan antara sektor moneter dengan sektor riil. Pada kuadran dua Q.2 menjelaskan hubungan antara real value
spending P.Q dengan rate of profit P. Pada kuadran dua ini mengandung informasi yang menarik dimana besarnya real value spending P.Q berkorelasi
positif dengan rate of profit P artinya jika tingkat keuntungan rate of profit naik maka real value spending juga meningkat. Pandangan ini membawa
implikasi bahwa jumlah uang yang diminta untuk kegiatan transaksi ditentukan oleh bagaimana kondisi di sektor riil yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat
keuntungan. Semakin besar tingkat keuntungan rate of profit maka akan semakin besar produksi yang dihasilkan dunia usaha dan semakin besar
permintaan uang untuk transaksi. Hal ini berbeda dengan pandangan ekonomi moneter konvensional yang menjelaskan hubungan berkebalikan antara tingkat
bunga interest dan real value spending artinya jika tingkat bunga interest naik maka real value spending akan menurun dan sebaliknya. Dalam kondisi
perekonomian lesu masyarakat justru lebih memilih memasukkan uangnya di bank yang memberikan imbalan bunga yang tinggi. Kebijakan meningkatkan
suku bunga justru akan mengurangi laju investasi dan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi.
Kuadran tiga Q.3 menjelaskan hubungan antara besarnya tingkat keuntungan rate of profit = π dengan tingkat harga P. Pada diagram tiga ini
dijelaskan kurva π-P berlereng positif artinya kenaikan tingkat harga akan
menyebabkan produsen memperoleh tingkat keuntungan rate of profit yang
semakin meningkat dan implikasinya mereka akan meningkatkan jumlah output.
Pada kuadran empat Q.4 menjelaskan hubungan antara jumlah uang yang dibelanjakan currency value of spending = C dengan tingkat harga P.
Dalam teorinya ini Choudhury menjelaskan bahwa pergerakan tingkat harga inflasi semata-mata karena adanya perkembangan di sektor riil yang
ditunjukkan oleh besarnya currency value of spending C. Jadi perubahan kurva π-C semata-mata karena adanya perubahan dan gejala di sektor riil bukan
di sektor riil. Sementara perubahan harga P disebabkan adanya perubahan pada real value of spending P.Q sementara besarnya tingkat keuntungan rate
of profit selaras dengan perkembangan real value of spending P.Q. Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan tingkat harga disebabkan karena adanya
perubahan tingkat keuntungan rate of profit. Pandangan uang dan kebijakan moneter menurut Choudhury secara
sederhana dapat dirumuskan bahwa uang dan kebijakan moneter dalam Islam harus bertumpu pada dinamika di sektor riil underlying transactions bukan di
sektor moneter. Hal ini berpandangan bahwa esensinya uang dan instrumen moneter hanyalah „instrumen ekonomi‟ untuk menggerakkan sektor riil dan
kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat terwujud dari perkembangan pada sektor riil buka pada sektor moneter.