Faktor pemicu kemiskinan bisa timbul karena faktor alam maupun faktor manusianya human error. Namun sebagian besar timbulnya kemiskinan lebih karena faktor
manusianya yaitu lemahnya motivasi, kreatifitas, etos kerja masyarakat serta mentalitas korup dari para pemegang jabatan publik. Sehingga untuk mengatasi kemiskinan faktor sentral yang
harus dibenahi adalah faktor manusianya dengan menumbuhkan jiwa mandiri, etos kerja, semangat bekerja, rasa malu menjadi beban orang lain dan rasa tanggung jawab dalam
mengemban amanah jabatan yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
Kebijakan untuk mengatasi kemiskinan harus fokus pada pembinaan kualitas sumber daya manusianya serta diikuti dengan langkah-langkah pembinaan dan reformasi birokrasi
untuk menekan praktek korupsi serta manipulasi dana pembangunan. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan langkah dan kebijakan simultan baik dari aspek individual, kultural
maupun struktural. Dari aspek individual perlu ditingkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya insani dengan membangun semangat bekerja, etos kerja, kreatifitas, rasa malu menjadi
beban orang lain. Secara kultural dengan memupuk budaya kerja dan semangat berkreasi di tengah masyarakat. Menghilangkan budaya santai, ingin cepat kaya tanpa bekerja, budaya
santai, berfoya-foya, dsb. Membangun kultur dan budaya kerja dan budaya membaca di kalangan generasi muda sehingga akan memupuk semangat berkreasi.
Kebijakan pengentasan kemiskinan menjadi tanggung jawab pemerintah disamping juga masyarakat. Pemerintah melalui mekanisme kebijakan fiskal dan moneter dapat
mengalokasikan anggaran untuk membantu masyarakat yang tidak mampu sehingga mereka meningkat kesejahteraannya. Kebijakan fiskal yang dilakukan melalui intensitas kebijakan
perpajakan sehingga pendapatan pajak dapat meningkat seiring dengan perkembangan dunia usaha sebagai obyek pajak. Upaya peningkatan pendapatan pajak diimbangi dengan
kebijakan pembinaan aparatur pajak untuk menghindari praktek manipulasi pajak. Peningkatan pendapatan pemerintah disamping melalui pajak juga diperoleh dari luar pajak
seperti pendapatan royalti hasil tambang, pendapatan devidan BUMN serta hibah dari negara donatur luar negeri. Peran penting pemerintah dalam mengatur perekonomian secara makro
juga merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi kemiskinan. Berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ekonomi disebabkan adanya distorsi
ekonomi yang berakibat meningkatnya angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Perlunya kebijakan ekonomi pemeritah karena beberapa alasan berikut ini :
1. Mencegah praktek monopoli oleh perusahaan besar yang berpotensi merugikan
masyarakat luas 2.
Penyediaan barang publik yang penting bagi masyarakat yang tidak mungkin dilakukan pihak swasta karena biaya marginal lebih rendah dari pada keuntungan
marginalnya 3.
Informasi pasar yang tidak sempurna sehingga berpotensi hanya menguntungkan sebagian kecil pelaku ekonomi namun merugikan masyarakat luas
4. Untuk menstabilkan perekonomian misalnya pada saat ekonomi mengalami kelesuan
diperlukan injeksi melalui kebijakan fiskal yang ekspansif untuk menggerakkan perekonomian sehingga dapat mengatasi kemiskinan.
Dalam kondisi banyak terjadi kemiskinan dan pengangguran, maka kebijakan fiskal yang diterapkan adalah kebijakan fiskal ekspansif atau kebijakan defisit anggaran dimana
pengeluaran pemerintah lebih besar dari pada pendapatannya misalnya pemerintah meningkatkan jumlah anggaran untuk pemberian subsidi bagi masyarakat miskin,
pembangunan infrastruktur, peningkatan tunjangan dan gaji pegawai negeri. Penerapan kebijakan fiskal ekspansif atau kebijakan defisit anggaran akan meningkatkan pendapatan
masyarakat sehingga konsumsi juga meningkat sehingga pengangguran dan kemiskinan bisa diatasi. Kebijakan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan juga bisa dilakukan misalnya
dengan meningkatkan anggaran pada setiap kementrian atau lembaga yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan misalnya anggaran untuk UMKM, bantuan modal bagi petani dan
nelayan, pembangunan pasar tradisional, pemberian bea siswa pendidikan bagi keluarga tidak mampu, pemberian santuan bagi masyarakat terpencil, dsb.
8.5. Kebijakan Fiskal Islam dalam Pengentasan Kemiskinan
Masalah kemiskinan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk mengatasinya baik individu, keluarga, masyarakat maupun negara. Seorang muslim wajib bekerja untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak boleh menggantungkan kepada orang lain dengan meminta-minta. Sikap hidup penuh optimisme, kreatif, semangat, etos kerja, profesional dan
produktif menjadi terminologi seorang muslim dalam bekerja di segala lini kehidupan. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah yang ditekankan
dalam Islam. Dengan bekerja disamping mendapatkan pendapatan juga menjadi bagian untuk mengharapkan ampunan atas segala dosanya dan mendapatkan pahala yang berlipat. Jadi
bekerja untuk menghidupi diri dan keluarga mengandung keutamaan yang berdimensi duniawi dan ukhrowi. Sehingga dengan semangat bekerja sebagai bagian dari kesempurnaian
agama akan menjadi solusi fundamental dalam mengatasi.
Kemiskinan juga menjadi bagian dari tanggung jawab keluarga. Ada tanggung jawab kolektif dalam suatu keluarga manakala ada bagian dari anggota keluarga yang mengalami
kesulitan ekonomi. Seorang anak berhak mendapat penghidupan dan pengayoman yang layakdari ke dua orang tuanya. Demikian juga sebaliknya anak berkewajiban membantu dan
menyantuni orang tuanya yang sudah tua, sehingga ada mekanisme preventif untuk mencegah terjadinya kemiskinan dalam suatu keluarga. Lingkup tanggung jawab dalam keluarga dapat
melebar secara vertikal dari mulai kakek sampai ke cucu. Demikian juga dapat melebar ke samping yaitu saudara kandung, sepupu, dst sehingga ada perlindungan yang otomatis
terhadap kehidupan dalam suatu keluarga. Namun prinsip umum dalam Islam bahwa „tangan
di atas lebih baik dari pada tangan di bawah‟ artinya jangan mempunyai cita-cita untuk selalu mendapat bantuan dan jadi tanggungan saudara lainnya namun harus punya cita-cita
bagaimana dapat membantu saudara lainnya. Sehingga menjadi tanggung jawab dalam asetiap keluarga bagaiman membina dan menyiapkan semua anggota keluarganya agar
menjadi manusia yang berilmu, berakhlak, berketrampilan, punya semangat dan cita-cita yang tinggi agar hidupnya menjadi manusia yang utama di dunia dan akhirat.
Pengentasan kemiskinan juga menjadi tanggung jawab dalam masyarakat dimana masyarakat harus memberi kesempatan, dukungan moral dan spiritual, dan fasilitas bagi
tumbuhnya semangat kewirausahaan di kalangan remaja dan pemuda. Memberi kesempatan dan dukungan positif bagi munculnya ide-ide kreatif dan positif dari kalangan generasi muda
apapun bentuknya. Dan sebaliknya harus mengingatkan, menegur, memberi sanksi sosial pada setiap kegiatan, aksi, perilaku negatif dan menyimpang yang menimbulkan kerusakan
dan keresahan di tengah masyarakat seperti narkoba, pergaulan bebas, vandalisme, perkelahian pelajar, dsb. Fasilitas untuk menyalurkan energi dan minat bakat dapat
disediakan misalnya di kampung, di masjid, taman kota, dalam bentuk sanggar belajar, kelompok pecinta alam, kelompok bina usaha, dsb.
Peran dan tanggung jawab negara dalam pengentasan kemiskinan dilakukan melalui beberapa kebijakan yaitu :
1. Kepatuhan kepada aturan Islam baik dalam skala individu maupun sosial untuk
mewujudkan sistem sosial yang berkeadilan 2.
Menjaga sistem dan mekanisme pasar agar berjalan secara sehat dan fair sehinggga penentuan tingkat keseimbangan harga dan jumlah barang berjalan dengan baik.
3. Melakukan intervensi dalam alokasi sumber daya dan distribusi pendapatan untuk
mencegah timbulnya distorsi ekonomi dan inefisiensi ekonomi sebagai u hapaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
4. Mendorong partisipasi masyarakat secara maksimal melalui kebijakan yang memberi
insentif untuk terciptanya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan
5. Mengoptimalkan peran baitul maal dalam menggali dan memanfaatkan dana ZIS
zakat infak dan shadaqah sebagai instrumen stabilisasi perekonomian Kebijakan fiskal Islami merupakan bagian dari tanggung jawab moral negara
khilafah dalam menegakkan risalah Islam, sehingga format sumber penerimaan dan belanja juga berdasarkan pada Al-
Qur‟an dan Assunnah. Format anggaran pendapatan dan belanja negara pada kebijakan fiskal Islami sebagai berikut :
Penerimaan Belanja
1. Kharaj
2. Zakat
3. Khoms
4. Jizyah
5. Penerimaan lain-lain
1. Dakwah Islam
2. Pendidikan dan kebudayaan
3. Pengembangan ilmu pengetahuan
4. Pembangunan infrastruktur
5. Pembangunan bidang hankamnas
6. Penyediaan layanan kesejahteraan sosial
Sumber : Adiwarman Karim, 2012,
Ekonomi Makro Islami
, PT RajaGrafindo Persada Penerimaan negara tidak hanya bertumpu pada zakat saja tetapi juga diperoleh dari
penerimaan dana kharaj, khoms, jizyah dan penerimaan lainnya yang dibenarkan Islam. Zakat merupakan instrumen yang sentral dalam mewu judkan tatanan perekonomian yang
berkeadilan. Zakat diambilkan dari anggota masyarakat yang memiliki kelebihan pendapatan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Islam kemudian disalurkan melalui
mekanisme dan aturan yang ada oleh baitul maal.