Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I dalam penelitian ini memberikan gambaran kepada pembaca mengenai penelitian ini. Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Dahama dan Bhatnagar dalam Ahmadi, 2014:35 mengungkapkan bahwa pendidikan adalah proses pemerolehan pengetahuan dan kebiasaan- kebiasaan melalui pembelajaran dan studi. Melalui pengertian tersebut jelas pendidikan merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran ini, ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa. Salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar SD adalah sains atau yang sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Ilmu Pengetahuan Alam IPA memegang peranan penting karena kehidupan sangat bergantung dari alam, zat yang terkandung di alam, dan segala jenis gejala yang terjadi di alam. Ilmu Pengetahuan Alam IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari KTSP, 2006:161. IPA merupakan rumpun ilmu, yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian dan hubungan sebab-akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, IPA, AstronomiAstrofisika, dan Geologi. Belajar IPA berarti belajar kelima objek atau bidang kajian tersebut Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:22. Agar mewujudkan proses 2 pembelajaran IPA yang ideal maka seorang pendidik perlu mempersiapkan pembelajaran dengan sebaik mungkin. Kenyataan yang terjadi, pembelajaran IPA belum dikuasai oleh siswa terlihat bahwa Indonesia terus mendapat prestasi yang rendah dalam uji berstandar internasional dan masih jauh tertinggal dengan negara-negara lainnya. Hasil prestasi matematika dan sains siswa di seluruh dunia dapat diketahui dari studi internasional yang dipercaya sebagai instrumen untuk menguji kompetensi global, yaitu TIMSS dan PISA. TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study adalah studi internasional untuk kelas IV dan VIII dalam bidang matematika dan sains. Hasil TIMSS pada tahun 2011 menempatkan Indonesia pada posisi 40 di bidang sains dari 42 negara dengan nilai rata-rata 406 sumber: surat kabar Kompas, tanggal 14 Desember 2012. Rendahnya kemampuan siswa-siswi Indonesia dalam mata pelajaran IPA juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA. PISA Programme for International Student Asessment adalah studi internasional yang bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun kelas III SMP dan kelas I SMA dalam membaca reading literacy, matematika mathematics literacy, dan sains scientific literacy. Berdasarkan hasil PISA pada tahun 2012 menempatkan Indonesia pada posisi 64 dari 65 negara dengan skor 382 OCED, 2014:19. Hasil belajar IPA yang dicapai oleh peserta didik di Indonesia tergolong rendah karena peserta didik yang mempelajari IPA relatif belum mampu menggunakan pengetahuan IPA yang mereka peroleh untuk menghadapi tantangan kehidupan nyata. Dalam pembelajaran IPA, pemahaman terhadap konsep merupakan hal yang sangat penting. Konsep IPA merupakan suatu konsep yang memerlukan penalaran. Tanpa mengetahui konsep, semua pembelajaran akan menjadi pembelajaran hafalan dan bukan lagi pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rosalia D. Murdijanie, S.Pd. SD guru kelas V di SD Negeri Ngijon I pada tanggal 8 Mei 2015. Ibu Rosalia mengungkapkan banyak siswa kelas V yang mengalami kesulitan dan 3 kendala pada pembelajaran IPA fisika karena rendahnya pemahaman konsep siswa pada suatu materi yang menyebabkan siswa masih mendapat nilai di bawah KKM yang ditentukan. Beliau juga mengungkapkan bahwa para siswa sering mengalami kesalahan dalam menjawab beberapa soal IPA fisika pada materi gaya dan cahaya karena siswa hanya menghafalkan rumus tanpa memperdulikan konsep yang ada di dalamnya. Kekeliruan atau kesalahan konsep yang dialami siswa disebut juga dengan istilah miskonsepsi. Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu Suparno, 2005:4. Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum dapat disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar, dan buku teks Suparno, 2005:29. Dari segi siswa itu sendiri, miskonsepsi dapat disebabkan oleh prakonsepsi, intuisi yang salah, tahap perkembangan siswa, kemampuan siswa, dan minat belajar siswa Suparno, 2005: 34-42. Mengingat pentingnya penguasaan dan pemahaman konsep yang telah diberikan, maka setiap siswa harus memahami konsep tersebut, agar tidak terjadi miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi dari segi siswa itu sendiri salah satunya adalah kemampuan siswa. Suparno 2005:40 mengungkapkan bahwa siswa yang inteligensi matematis-logis kurang tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep fisika, terlebih abstrak. Sedangkan antara siswa laki-laki dan perempuan dapat dikatakan berbeda secara biologis dan psikologis. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda terlihat jelas dari alat reproduksi. Secara psikologis antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat inteligensi yang berbeda. Hamalik 2007:91 mengungkapkan banyak anak laki-laki yang lemah dalam inteligensi dibandingkan anak perempuan. Namun perbedaan jenis kelamin siswa tersebut tidak menjamin adanya perbedaan miskonsepsi dikarenakan masih terdapat berbagai faktor lain yang menjadi penyebab miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan sebuah kondisi yang perlu ditangani agar tidak menghambat siswa dalam mempelajari pembelajaran IPA. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi miskonsepsi tersebut yaitu mencari atau 4 mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa. Selain itu, mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut dengan mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa dan mencari sebab-sebabnya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik dan bermaksud untuk mengadakan sebuah penelitian mengenai “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Se- Kecamatan Moyudan Kabupaten Sleman”

B. Identifikasi Masalah