Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

disajikan mengenai hasil survei terkait dengan mata pelajaran matematika yang dilakukan oleh PISA. Tabel 1.1 Hasil Survei PISA terkait dengan Mata Pelajaran Matematika Tahun Studi Skor Rata-Rata Indonesia Skor Rata-Rata Internasional Peringkat Indonesia Jumlah Negara Peserta Studi 2000 367 500 39 41 2003 360 500 38 40 2006 391 500 50 57 2009 371 500 61 65 2012 375 500 64 65 Sumber: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud 15 Agustus 2011 Kompas, 5 Desember 2013 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia mengalami permasalahan terkait dengan pembelajaran matematika. Hal tersebut terbukti dari hasil skor rata-rata nilai yang diperoleh. Indonesia memperoleh peringkat ke-39 pada tahun 2000 dari 41 negara peserta, sedangkan pada tahun 2003 Indonesia memperoleh peringkat ke-38 dari 40 negara peserta. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada tahun 2006 dan 2009. Tahun 2006 Indonesia memperoleh peringkat ke-50 dari 57 negara peserta, sedangkan Indonesia memperoleh peringkat ke-61 pada tahun 2009 dari 65 negara. Hasil survei yang terakhir pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa Indonesia memperoleh skor rata-rata di bawah skor rata-rata internasional dengan peringkat ke-64 dari 65 negara. Oleh karena itu, kelima hasil survei tersebut menunjukkan bahwa skor rata-rata matematika Indonesia berada di bawah skor rata-rata internasional. Selain berkaitan dengan prestasi belajar, permasalahan dalam bidang matematika juga dialami oleh siswa kelas II. Hal tersebut tersaji dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa siswa memiliki kesulitan dalam menyelesaikan soal penjumlahan bilangan sampai 500 tanpa dan dengan teknik menyimpan Darmawaty, 2012. Permasalahan tersebut juga ditemukan pada siswa kelas II SDN Bedoro 2, Sambung Macan, Sragen. Hal tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang terjadi kurang kondusif karena guru sering mengalami kesulitan dalam menanamkan konsep terutama penjumlahan maupun pengurangan bilangan Sawiningsih, 2009. Berdasarkan paparan dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500 merupakan salah satu permasalahan yang dialami oleh siswa. Berdasarkan paparan di atas, salah satu penyebab dari permasalahan tersebut adalah kurangnya keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran. Pada umumnya, guru masih menggunakan pembelajaran konvensional yang bersifat verbalistik dan proses pembelajaran sangat terpusat pada guru Dikti dalam Asyhar, 2012:14. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 9-12 September 2014. Hasil yang diperoleh dari kegiatan observasi tersebut adalah guru menggunakan metode ceramah pada saat menjelaskan materi pembelajaran matematika dan hanya menggunakan spidol dan white board sebagai media pendukung. Hal tersebut berdampak pada beberapa siswa bertanya tentang cara pengerjaan soal penjumlahan dan pengurangan karena kesulitan untuk mengerjakan soal latihan. Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa keterampilan guru yang kurang dalam mengelola pembelajaran berdampak pada hasil belajar siswa. Penelitian dari Tennessee Value Added Assesment System TVAAS yang dilakukan oleh Sanders dan Rivers juga mengemukakan hal yang sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan guru yang rendah dapat menghasilkan rendahnya prestasi belajar siswa. Sebaliknya, guru yang mempunyai kemampuan tinggi dapat menghasilkan tingginya prestasi belajar siswa The World Bank, 2011:17. Oleh karena itu, kualitas kemampuan yang dimiliki oleh guru memiliki dampak pada hasil belajar siswa. Beberapa fakta tersebut dapat memberikan gambaran bahwa prestasi belajar siswa di Indonesia perlu dibenahi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperbaiki proses pembelajaran bagi siswa. Salah satu proses belajar yang sesuai adalah siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami secara langsung dengan memanfaatkan alat peraga atau benda- benda konkret. Beberapa alat peraga atau benda konkret yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran antara lain biji-bijian, batu, lidi, daun, dan sebagainya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Felton, Keesee, Mattox, McCloskey, dan Medley menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar Asyhar, 2012:15. Oleh karena itu, pemanfaatan alat peraga atau benda-benda konkret dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan alat peraga atau benda-benda konkret, salah satunya dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran yang abstrak. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget yang menyatakan bahwa siswa Sekolah Dasar masih berada pada tahap operasional konkret Sumantri Syaodih, 2009:212. Pada tahap ini, siswa mampu berpikir logis dan membangun konsep pengetahuan dengan cara memanfaatkan benda-benda konkret di sekitar. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian tentang penggunaan alat peraga kantong bilangan untuk mengatasi permasalahan terkait dengan materi penjumlahan. Penggunaan alat peraga tersebut dapat membantu siswa dalam memahami materi penjumlahan yang terbukti dari hasil belajar yang meningkat sebesar 56 Darmawaty, 2012. Oleh karena itu, penggunaan alat peraga atau benda-benda konkret tersebut dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang abstrak. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada saat program pengakraban lingkungan Probaling I dan II serta program praktik pengalaman lapangan PPL menunjukkan bahwa ketersediaan dan penggunaan alat peraga di beberapa Sekolah Dasar daerah Yogyakarta masih sangat rendah. Hal tersebut terbukti dari beberapa alat peraga yang masih terbungkus rapi dan tidak digunakan guru selama pembelajaran. Selain itu, beberapa guru pun tidak mau menggunakan karena takut rusak. Hal lain yang menjadi hasil temuan peneliti adalah alat peraga yang dimiliki oleh sekolah merupakan alat peraga bukan untuk mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan alat peraga di Sekolah Dasar masih kurang terutama untuk mata pelajaran matematika. Salah satu metode yang menekankan penggunaan alat peraga adalah metode Montessori. Melalui metodenya, Montessori berhasil mengatasi anak-anak tunagrahita feeble-minded children. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar yang diperoleh anak tunagrahita. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar yang diperoleh lebih unggul dibandingkan dengan anak yang belajar tradisional Magini, 2013:7-11. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lillard dan Else- Quest 2006 menunjukkan bahwa anak dari sekolah Montessori memiliki kecepatan belajar yang lebih dalam memahami konsep abstrak dibandingkan dengan anak dari sekolah tradisional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wahyuningsih 2011 juga menunjukkan hal yang sama bahwa penggunaan metode Montessori dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam bidang matematika. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan metode Montessori dalam pembelajaran dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, metode tersebut juga menekankan pada penggunaan alat peraga yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa Sekolah Dasar. Alat peraga menjadi salah satu hal yang penting dalam penerapan metode Montessori. Berdasarkan observasi dan eksperimen yang dilakukan oleh Maria Montessori menunjukkan bahwa penggunaan berbagai material atau alat peraga yang diberikan pada anak mampu mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan kreatif. Montessori percaya bahwa kemampuan dasar dalam ilmu pengetahuan dapat dipahami anak-anak Sekolah Dasar dengan mudah jika mereka diperlihatkan alat-alat peraga yang nyata untuk membantu mereka melakukan imajinasi Lillard, 1997:80. Demikian juga dalam pengajaran matematika, guru pun mengalami kesulitan mengajarkan matematika yang bersifat abstrak. Konsep- konsep matematika dapat dipahami dengan mudah apabila siswa memulai pembelajaran dari hal-hal yang konkret Sundayana, 2014:3. Oleh karena itu, siswa dapat belajar mengembangkan pengetahuannya dari hal-hal yang bersifat konkret sebagai dasar dari konsep pemikirannya. Berdasarkan hal tersebut, Montessori menekankan pentingnya penggunaan alat peraga atau benda-benda konkret yang membantu siswa selama proses belajar. Alat peraga menjadi bagian yang penting dalam lingkungan belajar bagi siswa. Alat peraga yang ada di lingkungan Montessori memiliki 4 ciri yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education Montessori, 2002:171- 174. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menambahkan unsur kontekstual sebagai ciri tambahan yang kelima agar alat peraga yang digunakan dapat sesuai dengan lingkungan siswa di Indonesia. Kontekstual berarti sesuai dengan konteks atau pola hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang Johnson, 2010:34. Lingkungan langsung yang dimaksudkan dalam hal ini adalah lingkungan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, alat peraga yang dikembangkan terbuat dari bahan- bahan yang ada di lingkungan sekitar siswa. Berdasarkan paparan di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan research and development tentang alat peraga pembelajaran matematika khususnya untuk materi penjumlahan dan pengurangan. Alat peraga yang dikembangkan memperhatikan kelima ciri alat peraga yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education serta kontekstual sebagai ciri tambahan. Penelitian ini terbatas pada tahapan menghasilkan prototipe atau bentuk dasar dari produk alat peraga matematika yang telah diujikan secara ilmiah kepada ahli serta melalui uji coba lapangan terbatas. Penelitian ini dilaksanakan di SD BOPKRI Gondolayu, Yogyakarta sebagai sampel uji coba lapangan terbatas dari alat peraga yang dikembangkan. Pemilihan SD tersebut dikarenakan SD BOPKRI menduduki peringkat I pada hasil UUB Ulangan Umum Bersama tahun 2014 se-kota Yogyakarta. Namun, prestasi tersebut kurang sesuai dengan permasalahan terkait dengan pembelajaran matematika yang masih sering ditemukan di tiap kelas. Uji coba lapangan tersebut dilaksanakan di kelas II pada semester ganjil tahun ajaran 2014 2015.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana ciri-ciri spesifik alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas II? 2. Bagaimana kualitas alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori yang dikembangkan untuk siswa kelas II?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengembangkan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori sesuai dengan ciri-ciri spesifik yang ditetapkan untuk siswa kelas II. 2. Mengembangkan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori dengan kualitas baik untuk siswa kelas II.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Mahasiswa a. Penelitian ini membuka wawasan mahasiswa bahwa adanya alat peraga pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami materi penjumlahan dan pengurangan. b. Penelitian ini memberikan pemikiran baru kepada mahasiswa akan pentingnya pengembangan alat peraga pembelajaran SD yang inovatif sehingga dapat membantu kelangsungan proses pembelajaran. c. Penelitian ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa tentang pengembangan alat peraga pembelajaran SD untuk materi penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori. d. Penelitian ini memberi wawasan dan bekal kepada mahasiswa untuk mengembangkan sendiri berbagai alat peraga pembelajaran inovatif yang lain berbasis metode Montessori berdasarkan proses pengembangan dan validasi produk yang telah dilakukan. 2. Untuk Guru a. Guru dapat memiliki pemahaman akan pentingnya alat peraga pembelajaran inovatif yang lain untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dialami oleh siswa pada mata pelajaran matematika. b. Guru dapat memiliki pengalaman tentang cara mengembangkan alat peraga pembelajaran matematika SD yang inovatif berbasis metode Montessori yang memanfaatkan potensi lokal atau sumber daya yang ada di lingkungan sekitar. c. Guru dapat mengembangkan sendiri berbagai alat peraga yang lain dengan menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis metode Montessori. 3. Untuk Siswa a. Siswa memperoleh pengalaman langsung menggunakan alat peraga dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan materi penjumlahan dan pengurangan. b. Siswa mendapatkan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimilikinya. c. Siswa memiliki pengalamanan langsung terhadap pembelajaran matematika yang aktif, kreatif, dan menyenangkan dengan adanya penggunakan alat peraga matematika berbasis Montesssori. 4. Untuk Sekolah a. Sekolah memiliki wawasan yang luas tentang pengembangan alat peraga pembelajaran SD berbasis metode Montessori untuk mata pelajaran matematika. b. Sekolah memiliki pertimbangan untuk melakukan pengembangan alat peraga matematika yang dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. 5. Untuk Prodi PGSD a. Prodi PGSD memiliki berbagai alat peraga matematika berbasis metode Montessori yang teruji, terukur, dan tervalidasi. b. Prodi PGSD memiliki kesempatan untuk memproses HAKI terhadap produk- produk yang dikembangkan dari hasil penelitian. c. Prodi PGSD memiliki pengalaman dalam penelitian kolaboratif dengan menggunakan metode research and development yang melibatkan dosen, mahasiswa, guru, dan siswa di SD mitra.