Seguin melakukan penelitian lebih lanjut dari teori Itard dengan mencetuskan “pedagogia ortofrencia” yaitu pendidikan bagi anak tunagrahita. Menurut Seguin,
cacat mental adalah akibat dari kelemahan sistem saraf yang berdampak pada tidak berfungsinya saraf sebagai semestinya. Hal tersebut membuat Seguin
melakukan pendekatan mekanis untuk melatih otot-otot tubuh dan sensorial melalui latihan hidup sehari-hari Magini, 2013:26. Berdasarkan kedua penelitian
di atas, Montessori mengembangkan dua prinsip dalam pendekatannya yaitu 1 keterbelakangan mental membutuhkan suatu jenis pendidikan khusus dan tidak
hanya melalui penanganan medis dan 2 jenis pendidikan khusus tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan dan alat peraga pembelajaran Gutek,
2013:12. Berbagai hal yang dipelajari Montessori dari Itard dan Seguin membuatnya
tertarik menjadi direktur penanganan anak atas tawaran Insinyur Edorado Talamo, seorang penanggung jawab proyek pengelolaan lingkungan San Lorenzo. Saat itu
Montessori membuat keputusan untuk membuat tempat penampungan anak-anak miskin yang ditinggal orang tuanya untuk bekerja yang dikenal dengan nama
Casa dei Bambini C hildren’s houses. Tawaran ini dimaksudkan Talamo agar
anak-anak mendapat sebuah kegiatan dan tidak menjadi liar. Melalui Casa dei Bambini inilah Montessori menerapkan metode hasil eksperimennya yang sudah
dimodifikasi dan uji coba di sekolah anak-anak tunagrahita Magini, 2013:45-48. Maria Montessori terus menerus mengembangkan beberapa sekolah
berdasarkan metode penelitiannya. Montessori mulai menjalankan perannya sebagai pendidik. Lingkungan sekolah diciptakan selayaknya lingkungan rumah
anak. Montessori juga menyiapkan beberapa perabotan yang ukurannya disesuaikan dengan anak-anak. Selain itu, Montessori juga menyiapkan beberapa
alat peraga yang bisa digunakan oleh anak-anak seperti balok silinder. Ia mengamati anak-anak dengan aktivitasnya. Salah satunya, Montessori mengamati
anak yang sedang mencoba memasangkan balok silinder ke tempatnya. Walaupun anak tersebut berulang kali tidak berhasil untuk memasangkannya, tetapi anak
tersebut tetap mencoba hingga berhasil. Hal lain yang dilakukan Montessori adalah mencoba menganggu dengan beberapa keramaian, namun anak tersebut
tetap berkonsentrasi memasangkan balok. Pengalaman tersebut menarik minat Montessori bahwa konsentrasi akan membuahkan kepuasan batin yang tidak
ternilai ketika ia berhasil Magini, 2013:48-49. Keberhasilannya dalam mendidik anak-anak menggunakan alat peraga dan
observasinya mengembangkan
ide-ide mengenai
pendidikan membawa
Montessori menjadi tokoh terkenal kala itu. Selain itu, penelitian dan pengembangannya dalam dunia pendidikan membawanya pada sebuah
penghargaan. Montessori juga menjadi nominasi Nobel Perdamaian sebanyak tiga kali. Montessori terus mengembangkan metode pendidikannya ini dengan
beberapa seminar yang diselenggarakan. Montessori pun juga mendemostrasikan penggunaan alat peraganya hingga menjelaskan perubahan sikap anak dan
lingkungan masyarakat sekitar melalui pendekatannya Magini, 2013:63. Beberapa hal terus Montessori kembangkan hingga pada bulan Mei 1952.
Kongres kesembilan di London merupakan kongres yang terakhir Montessori
laksanakan. Montessori meninggal di usia ke-82 pada tanggal 6 Mei 1952 di Noordwijk, Belanda Magini, 2013:97.
b. Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori
Metode Montessori menekankan bahwa proses belajar yang diselenggarakan kepada anak paling baik terjadi di lingkungan yang tertata dan terstruktur Gutek,
2013:25. Selain itu, persiapan lingkungan menjadi hal yang penting karena dapat mendorong anak melakukan hal-hal spontan untuk belajar. Menurut Montessori
dalam Magini, 2013:33 mengatakan, “Suatu kelas yang anak-anaknya bisa bergerak bebas secara cerdas dan sukarela tanpa adanya perilaku kasar dan tidak
sopan, menurutku, merupakan kelas yang sangat disp lin”. Senada dengan hal
tersebut Montessori dalam Gutek, 2013:77 berpendapat bahwa mengkreasikan kembali lingkungan pembelajaran merupakan salah satu upaya agar anak dapat
mendapatkan lingkungan yang tepat untuk belajar. Montessori juga memastikan bahwa lingkungan belajar yang dipersiapkan dapat menuntut anak untuk belajar
menjadi mandiri. Oleh karena itu, persiapan lingkungan merupakan hal penting yang perlu dilakukan karena anak diberikan kebebebasan untuk mencapai
kemandiriannya dalam belajar. Aktivitas anak dipandu oleh seorang direktris yang bertugas untuk memandu
proses pembelajaran tanpa campur tangan lebih jauh tentang aktivitas yang dilakukan oleh anak. Peran direktris dalam kelas adalah menyiapkan lingkungan
belajar untuk anak dengan beberapa alat peraga serta mengobservasi aktivitas dan perkembangan yang telah dicapai oleh masing-masing anak Lillard, 1997:18.
Oleh karena itu, fokus dari metode Montessori adalah anak sebagai individu yang melakukan setiap aktivitas belajarnya secara mandiri.
Senada dengan pernyataan di atas hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Paula Lillard dan Lynn Jessen.
“Kini, kami memberikan sebuah misi dalam kehidupan: yaitu untuk memahami masa kecil dan tujuannya, dan untuk berbagi pemahaman ini
dengan orang tua sehingga mereka dapat membantu anak mereka melewati dengan baik masa kecilnya dan mencapai tujuan dari masa kanak-
kanak …” Lillard dan Jessen, 2003:23.
Pernyataan di atas dapat menggambarkan bahwa tujuan dari metode Montessori adalah memahami anak sebagai individu dan membantunya dalam mencapai masa
kanak-kanak dengan baik melalui lingkungan yang telah dipersiapkan. Menurut Lillard 2005:29-33, metode Montessori memiliki delapan prinsip
dalam pendidikannya, yaitu 1 keleluasaan dalam bergerak, 2 kebebasan dalam memilih material apa yang akan digunakan, 3 adanya ketertarikan minat, 4
pentingnya minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal berupa hadiah dan hukuman, 5 belajar bersama dengan teman sebaya, 6 belajar sesuai
konteks, 7 pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, dan 8 pentingnya keteraturan lingkungan dan pikiran. Hal ini pun juga menegaskan bahwa aktivitas
belajar anak merupakan aktivitas belajar sambil bermain yang dapat mengoptimalkan perkembangannya. Berdasarkan dari paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa metode Montessori adalah metode yang menekankan prinsip dasar pembelajaran pada kebebasan dan kemandirian dengan persiapan
lingkungan sebagai faktor pendukungnya.
3. Perkembangan Anak
Pada umumnya, perkembangan meliputi proses perubahan secara sistematis tentang fungsi fisik dan psikis. Menurut Yusuf dan Sugandhi 2011:1-2
mendefinisikan perkembangan sebagai proses perubahan dalam diri manusia baik fisik maupun psikis menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Proses perkembangan juga terjadi pada anak-anak. Menurut Meggit 2013:1,
perkembangan anak merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh seorang anak sepanjang hidupnya. Senada dengan Meggit, Somantri
2007:3, perkembangan anak merupakan proses pematangan dan perubahan hasil belajar sebagai hasil dari pertumbuhan yang dialami anak. Berdasarkan pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak adalah proses perubahan dalam diri anak baik fisik maupun psikis yang terjadi secara sistematis, progresif,
dan berkesinambungan. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa perkembangan anak meliputi
sebuah proses yang bersifat progresif dan berkelanjutan. Beberapa ahli pun juga memaparkan tentang tahap perkembangan anak, salah satunya adalah Maria
Montessori. Montessori dalam Holt 2013:xii memaparkan bahwa fase perkembangan anak dibagi menjadi 3 tahapan yaitu 1 fase pertama 0-6 tahun,
fase kedua 6-12 tahun, dan fase ketiga 12-18 tahun. Fase pertama terjadi pada usia nol hingga enam tahun. Tahap ini, anak
mengalami pembentukan inteligensi yang sangat penting dan merupakan penentu bagi tahap perkembangan selanjutnya. Selain itu, pada tahap ini anak mengalami