Alat Peraga Berbasis Metode Montessori

dewasa yang mengintervensi hal-hal yang dilakukan anak. Hal tersebut dikarenakan setiap alat sudah mempunyai pengendali kesalahan Montessori, 2002:172-173. Selain keempat ciri tersebut, penelitian ini juga mengembangkan ciri tambahan yaitu kontekstual. Berdasarkan beberapa prinsip pendidikan Montessori yang telah dipaparkan, belajar hendaknya juga disesuaikan dengan konteks Lillard, 2005:32. Salah satu hal yang dilakukan Montessori adalah merancang lingkungan belajar bagi siswa. Montessori menyediakan beberapa peralatan di kelas dengan memanfaatkan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar anak. Hal ini bertujuan agar anak mengalami dengan sendirinya tentang lingkungan di sekitarnya, bukan karena orang lain Hainstock, 1997:83. Oleh sebab itu, ciri alat peraga yang selanjutnya adalah kontekstual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontekstual berarti berhubungan dengan konteks 2005:522, sedangkan konteks merupakan pola hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang Johnson, 2010:34. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi nyata siswa. Selain itu, pembelajaran kontekstual dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari Trianto, 2010:107. Oleh karena itu, kontekstual dalam pembelajaran memungkinkan terbentuknya pengalaman sosial, budaya, fisika, dan psikologi. Melalui penggunaan alat peraga, siswa mengalami pembelajaran yang kontekstual karena alat peraga memberikan pengalaman yang relevan bagi siswa. Tambahan ciri kontekstual dalam penelitian ini bermaksud menggunakan bahan-bahan atau potensi lokal yang tersedia di lingkungan sekitar siswa. Hal ini bertujuan memunculkan maknahubungan antara isi pembelajaran dan konteks yang ada di lingkungan siswa. Selain itu, siswa juga mulai tertarik dan termotivasi untuk menggunakan beragam alat peraga tersebut karena sesuai fakta dan konteks yang saling berhubungan Lillard, 1996:81. Penggunaan alat peraga yang sesuai dengan konteks dapat membantu siswa selama proses belajar. Selama kegiatan belajar, siswa dapat berperan aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelima ciri-ciri tersebut menjadi pertimbangan bagi peneliti dapat mengembangan alat peraga. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga Montessori adalah alat peraga yang memiliki ciri gradasi, menarik, auto-education, dan auto-correction. Oleh sebab itu, alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan bahan-bahan yang sering dijumpai siswa, seperti kayu dan manik-manik.

5. Pembelajaran Matematika

Uraian tentang pembelajaran matematika memaparkan beberapa hal yaitu pengertian dan hakikat matematika, pembelajaran matematika di Sekolah Dasar, dan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500. a. Hakikat Matematika Menurut Holt 2002:1, “Mathematics is the study of numbers”. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Marshall Walker. Menurut Walker dalam Sundayana, 2014:3, matematika dapat didefinisikan sebagai studi tentang struktur-struktur abstrak dengan berbagai hubungannya. Pendapat yang semakin memperkuat disampaikan oleh Ruseffendi. Menurut Ruseffendi dalam Heruman, 2008:1 menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan, struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Selain itu, pendapat lain mengatakan bahwa kata matematika berasal dari bahasa Latin, mathanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran Susanto dalam Depdiknas, 2013:184. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari bilangan, pola dan keteraturan, serta strukturobjek abstrak dengan berbagai hubungan yang membutuhkan penalaran. Pendapat tersebut seperti yang disampaikan oleh Mathematical Science Education Board. Menurut MSEB dalam Walle, 2008:12, matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan, bilangan, kemungkinan, bentuk, algoritma, serta perubahan, yang bergantung pada logika sebagai standar kebenaran. Selain itu, matematika menurut Soedjadi dalam Heruman, 2008:1 adalah hal yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sebagai objek yang bersifat abstrak, matematika merupakan salah satu displin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari, serta mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Susanto, 2013:185. Oleh karena itu, matematika merupakan ilmu dasar yang perlu dikuasai oleh siswa sejak Sekolah Dasar. Aspek pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar dibatasi pada materi meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data BSNP, 2006:106. Pembelajaran matematika di sekolah Montessori diawali dengan kemampuan berhitung yang dimiliki anak usia tiga tahun Gutek, 2013:363. Anak usia tiga tahun mudah belajar berhitung dengan menggunakan benda-benda. Montessori menggunakan berbagai macam material dalam pembelajaran matematika sebagai alat bantu bagi siswa untuk mempelajari aritmatika yang abstrak Hainstock, 1997:97. Pemikiran matematis dalam pembelajaran Montessori menekankan pengembangan pemikiran pada pemahaman urutan, rangkaian, dan abstraksi Lillard, 1997:137. Objek matematika yang bersifat abstrak merupakan salah satu kesulitan yang harus dihadapi oleh siswa selama pembelajaran. Tidak hanya siswa, guru pun juga mengalami kesulitan dalam mengajar konsep matematika yang abstrak. Konsep tersebut perlu diajarkan secara bertahap yang dimulai dari tahapan konkret, semi konkret, dan diarahkan pada pemikiran yang bersifat abstrak Susanto, 2013:185. Hal tersebut dalam dilakukan dengan memanfaatkan alat peraga seperti halnya yang dilakukan oleh Maria Montessori. b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar