Pengendalian Haw a Nafsu

53 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Ketika berbuat, ia harus dapat memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Ketika belajar, ia dapat membedakan yang baik atau yang salah dengan akal pikirannya. Dengan alat atau panca indera yang Allah berikan, manusia harus berpikir dan berusaha. Dengan mempergunakan akal pikiran, hati dan panca indera, manusia telah berikhtiar atau berusaha. Walaupun demikian Allah tidak membiarkan manusia menggunakan akal dan pikirannya tanpa ada rambu-rambu yang benar dan yang salah. Allah sangat sayang terhadap hamba-Nya sehingga diturunkanlah kitab suci Al-Quran sebagai pembimbing manusia menuju kebaikan dan kebahagiaan. Melalui SyairNasihat, Raja Ali Haji mencoba menasehati pembaca agar jangan bertindak ceroboh. Jika seseorang memiliki masalah yang harus diselesaikan, penyelesaiannya haruslah dengan mempertimbangkan baik dan buruknya. Semua harus dinilai dengan akal sehat. Penyelesaian masalah juga harus dipertimbangkan kesesuaiannya dengan ajaran I slam dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat setempat. Jika melakukan tindakan haruslah dengan bijaksana. Janganlah bertindak dengan ceroboh karena akan merugikan orang lain. Dalam syairnya, Raja Ali Haji menegaskan: Ke sana ke mari langgar dan rempuh apa yang terkena habislah roboh sedikit marah hendak memelupuh inilah perbuatan sangat ceroboh. Bait ke-68 Dari kutipan syair di atas, penyair menyatakan bahwa orang yang berbuat dengan ceroboh akan merugikan sesamanya. Orang tersebut tidak berbuat dengan cara yang benar karena tidak mempertimbangkan dengan akal pikirannya. Agama dan adat juga tidak dijadikan dasar pemikirannya. Hal ini juga didukung oleh petikan syair pada bait yang keenampuluh tujuh berikut: Setengah yang kurang akal dan bahasa tingkah dan laku bagai raksasa syarak dan adat kurang periksa seperti harimau mengejar rusa. Oleh sebab itu, sebagai manusia hendaklah selalu menggunakan akal dan pikiran, dalam memutuskan suatu perkara. Jika akal dan pikiran tidak dipergunakan, manusia tersebut tak ubahnya seperti binatang. Manusia berpikir dengan menggunakan akal dan pikirannya agar tidak salah dalam memahami makna suatu kebenaran.

7. Pengendalian Haw a Nafsu

Salah satu potensi yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia adalah adanya nafsu atau keinginan. Dengan kata lain, jika manusia tidak mempunyai nafsu, tidaklah ada dinamika dan keinginan dalam hidup ini. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi semua keinginannya baik dengan cara yang benar atau cara yang salah. Jadi, manusia hendaklah tidak mematikan nafsunya tetapi manusia harus dapat mengendalikan nafsunya. Dengan mengendalikan nafsunya, keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan agama dapat dihindarkan dan dijauhi. 54 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Menurut tabiatnya, kecenderungan nafsu adalah berbuat segala sesuatu untuk tujuan kesenangan semata. Manusia akan lupa diri dan bermalas-malasan. Keinginan untuk mewujudkan segala keinginan di dunia ini tidaklah dapat terpuaskan. I barat orang yang minum air laut, semakin diminum semakin haus. Keinginan demi keinginan baru akan berhenti ketika nyawa manusia telah dicabut ole Tuhan. I tulah akhir dari petualangan manusia di dunia. Untuk mengendalikan hawa nafsu dan dorongan yang tidak baik, agama I slam memperingatkan agar kita berhati-hati. Jangan sampai kita terjerumus dalam hal-hal yang dilarang ajaran agama. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia cenderung untuk mengejar kesenangan duniawi. Orang-orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi dorongan hawa nafsu akan tersesat dan sengsara hidupnya. Bahkan ada orang yang menjadi sakit dan terganggu jiwanya karena kehilangan pegangan hidup. Dalam syairnya, Raja Ali Haji dengan tegas menasehati agar kita jangan memperturutkan hawa nafsu. Hawa nafsulah yang harus dikendalikan. Hal ini dapat kita lihat pada petikan syair berikut ini: Nasihat ayahanda anakanda fikirkan khianat syaitan anakanda jagakan orang berakal anakanda hampirkan orang yang jahat anakanda jauhkan.Bait ke-63 I nilah nasihat ayahanda nan tuan kepada anakanda muda bangsawan nafsu yang jahat hendaklah lawan supaya anakanda jangan tertawan. Bait ke-72 Karena dorongan dan keinginan hawa nafsu begitu kuat, kita harus berusaha untuk mengendalikan diri. Pengendalian diri yang baik adalah pengendalian yang datang dari diri sendiri bukan karena terpaksa atau takut pada seseorang. Mereka yang dapat mengendalikan hawa nafsu inilah yang akan dijamin masuk surga. Simpulan Berdasarkan uraian di atas, Syair Nasihat karya Raja Ali Haji ini memiliki fungsi untuk memberikan nasihat kepada pembacanya. Nasihat-nasihat tersebut, pertama prinsip-prinsip dan kriteria seorang pemimpin. Adapun prinsip-prinsip dan kriteria seorang pemimpin yang terdapat dalam syair ini adalah: memiliki kemampuan sebagai pengawas, kecerdasan, ketegasan, percaya diri, bertanggung jawab, memiliki rasa kemanusiaan, dan inisiatif. Kedua, akhlak seorang muslim. Akhlak seorang muslim pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu akhlak yang mulia atau akhlak yang terpuji dan akhlak yang tercela. Untuk membentuk kepribadian seorang muslim sejati, akhlak yang tercela ini harus dihindari. Ketiga, hormat dan patuh kepada guru. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai peranan ganda yaitu sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Sebagai seorang pendidik, guru memilki tugas untuk membentuk sikap atau budi pekerti anak menjadi baik sedangkan sebagai pengajar guru bertugas mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya. Oleh sebab itulah kita wajib menghormati dan mematuhi seorang guru. Keempat, pandai menempatkan diri. Lingkungan merupakan 55 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa dan ikut menentukan masa depan seseorang. Oleh sebab itu, pandai menempatkan diri dan memilih teman akan membawa kepada kebahagiaan hidup. Kelima, ilmu pengetahuan. I lmu pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Keenam, dalam bertindak harus menggunakan akal dan pikiran. Akal dan pikiran merupakan karunia dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia untuk membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dengan akal dan pikiran, manusia diharapkan mampu menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Orang yang menggunakan akal pikirannya dengan baik akan memperoleh keberhasilan dalam hidupnya. Ketujuh, pengendalian hawa nafsu. Hawa nafsu diciptakan Tuhan untuk manusia bukan untuk dimusnahkan, melainkan untuk dikendalikan. Salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu adalah dengan mengisi rohani kita dengan ajaran agama dan keyakinan serta mendekatkan diri kepada Allah. Amar ma’ruf atau memerintahkan yang baik harus kita tingkatkan untuk mencegah kemungkaran. Nafsu yang jahat harus kita lawan agar kita tidak terjerumus dalam perbuatan yang melanggar agama. Daftar Pustaka Asmaran As. 1992. Pengantar I lmu Sastra. Surabaya : Usaha Nasional. Departemen Agama Republik I ndonesia. 1987. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta. Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa I ndonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai pustaka. Lord, Alberd. 1987. Characteristics of Orality. Oral Tradition Journal 2 1, 54—72. Mar’at. 1982. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Ghalia I ndonesia. Sham, Abu Hasan. 1993. Puisi-Puisi Raja Ali Haji.Kualalumpur : Dewan Bahasa dan pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Teeuw, A. 1994. I ndonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya, Cetakan I . Hal 1—43. 56 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 MERANGKAI SASTRA, MENYEMAI BUDAYA MENELI SI K FENOMENA USI NG, BANYUWANGI Heru S.P. Saputra Fakultas Sastra Universitas Jember Mahasiswa S3 Sastra-KTL UGM heruespegmail.com Abstrak Sikap kultural subjek individual pengarang yang hidup di lingkungan budaya Using tidak terlepas dari implikasi atas pandangan dunia worldview subjek kolektif masyarakat Using. Hasil kajian dalam menelisik “sastra Using” –dari sastra lisan hingga sastra modern– menunjukkan bahwa nilai-nilai, identitas, dan lokalitas Using berimplikasi menjadi embrio dan integral termuat dalam produk “sastra Using”. Pengarang yang notabene menyoal berbagai fenomena sosial budaya yang beragam sesuai repertoir dan proses kreatifnya, memiliki benang merah yang menggayutkan intensi mereka, yang berujung pada tersemainya budaya Using. Kata kunci: pandangan dunia, identitas, lokalitas, sastra Using, budaya Using.

1. Pendahuluan