SEKI LAS TENTANG SASTRA WARNA LOKAL MI NANGKABAU

102 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 dipandang sebagai suatu gejala sosial. Berbagai fenomena sosial masyarakat disajikan dalam karya sastra melalui imajinasi dan kreativitas pengarang. Karya sastra merupakan potret kehidupan yang mengangkat persoalan sosial tertentu, sehingga berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat terekspresi di dalam karya sastra. Swingewood 1972: 43 mengemukakan bahwa karya sastra adalah refleksi sosial, sehingga lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari aspek sosial budaya masyarakat. Sastra sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dinamika kebudayaan sebuah bangsa yang lahir, tumbuh, dan berkembang mengikuti dinamika yang terjadi dalam masyarakatnya. Sastra lahir mengungkapkan berbagai fenomena sosial, kultural, politik dan ideologi serta ketidakpuasan rasa intelektual. Mahayana 2007: 5 menjelaskan bahwa sastra juga memberikan gambaran yang khas atas situasi sosial, ideologi, dan harapan-harapan individu yang sesungguhnya merepresentasikan kebudayaan bangsanya. Sastra warna lokal local colour memberi warna baru dalam perkembangan kesusastraan I ndonesia Modern. Karya sastra warna lokal hadir dengan mengetengahkan berbagai fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakatnya yang kemudian dapat dijadikan sebagai pembentuk identitias dan karakteristik dari masyarakat tersebut. Keunikan, kekhasan, dan keberagaman budaya suatu masyarakat terrefleksi di dalam karya sastra, khususnya dalam karya sastra warna lokal. Begitu juga dengan karya sastra warna lokal Minangkabau yang memberikan gambaran yang khas tentang berbagai fenomena sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau yang sekaligus dapat menjadi idenditas, ciri khas, dan karakteristik dari kebudayaan Minangkabau. Makalah ini berisi pembahasaan tentang berbagai fenomena sosial dalam masyarakat Minangkabau yang terungkap dalam karya sastra warna lokal Minangkabau sebagai sebuah identitas kebudayaan Minangkabau.

B. SEKI LAS TENTANG SASTRA WARNA LOKAL MI NANGKABAU

Dalam sejarah perkembangan sastra I ndonesia modern, karya sastra warna lokal Minangkabau dengan kekhasan sistem adatnya selalu menjadi perhatian oleh banyak kalangan kritikus sastra. Hal itu dimungkinkan karena permasalahan yang terungkap di dalamnya merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji dan diteliti. Fenomena sosial masyarakat Minangkabau dengan sistem adatnya tersebut terungkap dalam beberapa karya warna lokal Minangkabau, di antaranya adalah Siti Nurbaya Karya Marah Rusli, Salah Asuhan Karya Abdul Moeis, Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis, Di bawah Lindungan Ka’bah Karya Hamka, Warisan Karya Chairul Harun, Bako Karya Darman Munir, Tamu Karya Wisran Hadi, Bulan Susut Karya I smet Fanany dan sederet karya sastra warna lokal Minangkabau Lainnya. Warna lokal local color dalam A Glossary of Literary Terms Abrams, 1971 adalah “The detailed representation in fiction of the setting, dialect, customs, dress, and ways of thinking and feeling which are characteristic of a particular region. Dari pendapat Abrams tersebut tergambar bahwa karya sastra warna lokal merupakan sebuah karya yang merepresentasikan dengan jelas latar, dialek, adat istiadat budaya, kebiasaan, pakaian, dan cara berpikir yang menjadi karakteristik dan ciri khas dari sebuah wilayah atau daerah tertentu. 103 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Dalam kaitan ini, novel-novel warna lokal Minangkabau memberikan gambaran yang khas tentang kondisi sosial masyarakat Minangkabau, terutama berkaitan dengan sistem adat yang dianut oleh masyarakatnya. Navis 1999: 195 mengemukakan bahwa persoalan adat yang diungkapkan dalam novel-novel warna lokal Minangkabau merupakan konfrontasi masyarakat Minangkabau terhadap sistem adatnya. Kekhasan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengarang untuk mengekspresikannya ke dalam karya sastra. Warna lokal mengacu kepada bentuk kehidupan dan alam pikiran etnik yang khas yang membedakannya dari kelompok budaya lain. Hal ini tampak melalui latar cerita, sikap mental, alam pikiran dan sistem sosial para pelaku cerita serta penggunaan bahasa dalam dialog yang menjadi identitas dan simbol dari etnik tersebut. Karya sastra warna lokal Minangkabau berkaitan erat dengan kultur Minangkabau sebagai latar penceritaan. Latar dalam sebuah karya sastra berperan sangat menentukan sebagai ruang lingkup tempat dan waktu bagi tokoh-tokoh cerita dengan berbagai macam pengalaman hidup di dalamnya Abrams, 1971: 157. Sebagai sebuah karya, karya sastra warna lokal Minangkabau memiliki keterkaitan dengan masyarakat yang telah melahirkannya. Kondisi sosial budaya masyarakat yang dikemas sedemikian rupa berdasarkan imajinasi dan kreativitas pengarang kemudian diwujudkan dalam sebuah teks sastra. Pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat. Wolff 1981: 1 mengemukakan bahwa seni termasuk sastra adalah produk sosial. Hal ini berarti bahwa masyarakat berperan dalam penciptaan karya sastra, sehingga lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari aspek sosial budaya masyarakat. Sejalan dengan Wolff, Levin dalam Elizabeth and Tom Burns, 1973: 31 menjelaskan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat bersifat timbal balik. Karya sastra hadir bukan hanya efek dari masyarakat, tetapi sastra juga hadir karena sebab dari masyarakat. Novel merupakan produk sosial budaya karena di dalamnya tercermin hal-hal yang bersifat kemasyarakatan sebagai wujud hubungan timbal balik antara karya sastra dan masyarakat. Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

C. SASTRA WARNA LOKAL MI NANGKABAU: SEBUAH I DENTI TAS