Tradisi Merantau SASTRA WARNA LOKAL MI NANGKABAU: SEBUAH I DENTI TAS

103 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Dalam kaitan ini, novel-novel warna lokal Minangkabau memberikan gambaran yang khas tentang kondisi sosial masyarakat Minangkabau, terutama berkaitan dengan sistem adat yang dianut oleh masyarakatnya. Navis 1999: 195 mengemukakan bahwa persoalan adat yang diungkapkan dalam novel-novel warna lokal Minangkabau merupakan konfrontasi masyarakat Minangkabau terhadap sistem adatnya. Kekhasan sistem adat yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengarang untuk mengekspresikannya ke dalam karya sastra. Warna lokal mengacu kepada bentuk kehidupan dan alam pikiran etnik yang khas yang membedakannya dari kelompok budaya lain. Hal ini tampak melalui latar cerita, sikap mental, alam pikiran dan sistem sosial para pelaku cerita serta penggunaan bahasa dalam dialog yang menjadi identitas dan simbol dari etnik tersebut. Karya sastra warna lokal Minangkabau berkaitan erat dengan kultur Minangkabau sebagai latar penceritaan. Latar dalam sebuah karya sastra berperan sangat menentukan sebagai ruang lingkup tempat dan waktu bagi tokoh-tokoh cerita dengan berbagai macam pengalaman hidup di dalamnya Abrams, 1971: 157. Sebagai sebuah karya, karya sastra warna lokal Minangkabau memiliki keterkaitan dengan masyarakat yang telah melahirkannya. Kondisi sosial budaya masyarakat yang dikemas sedemikian rupa berdasarkan imajinasi dan kreativitas pengarang kemudian diwujudkan dalam sebuah teks sastra. Pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat. Wolff 1981: 1 mengemukakan bahwa seni termasuk sastra adalah produk sosial. Hal ini berarti bahwa masyarakat berperan dalam penciptaan karya sastra, sehingga lahirnya sebuah karya sastra tidak terlepas dari aspek sosial budaya masyarakat. Sejalan dengan Wolff, Levin dalam Elizabeth and Tom Burns, 1973: 31 menjelaskan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat bersifat timbal balik. Karya sastra hadir bukan hanya efek dari masyarakat, tetapi sastra juga hadir karena sebab dari masyarakat. Novel merupakan produk sosial budaya karena di dalamnya tercermin hal-hal yang bersifat kemasyarakatan sebagai wujud hubungan timbal balik antara karya sastra dan masyarakat. Karya sastra bukan semata-mata kualitas otonom, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

C. SASTRA WARNA LOKAL MI NANGKABAU: SEBUAH I DENTI TAS

Karya sastra warna lokal Minangkabau memperlihatkan kekhasannya yang berkaitan erat dengan kultur, sikap hidup, pola pikir, perilaku, dan sistem sosial kemasyarakatan yang menjadi pembentuk identitas kebudayaan Minangkabau. Dalam beberapa karya sastra novel warna lokal Minangkabau tergambar beberapa fenomena sosial masyarakat Minangkabau yang sekaligus menjadi identitas dari masyarakat Minangkabau.

1. Tradisi Merantau

Sepanjang perjalanan sejarah Minangkabau, merantau telah menjadi bagian terpenting dalam kebudayaan Minangkabau Mansoer, 1970: 3. Merantau merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Rantau adalah tempat berusaha untuk mencari berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, yang hasilnya untuk menambah kesejahteraan dan kebahagiaan diri sendiri, 104 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 sanak saudara, keluarga dan kampung halaman. Pergi merantau mempunyai arti dan efek sosial-ekonomis dan sosial-kultural bagi masyarakat Minangkabau. I stilah merantau menurut Naim 1984: 3 mengandung enam unsur pokok, yaitu 1 meninggalkan kampung halaman; 2 dengan kemauan sendiri; 3 untuk jangka waktu yang lama atau tidak; 4 dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman; 5 biasanya dengan maksud kembali pulang; dan 6 merantau adalah lembaga sosial yang membudaya. Dalam beberapa novel warna lokal Minangkabau, tradisi merantau menjadi salah satu bahagian yang dilakukan oleh tokoh cerita, terutama tokoh laki-laki. Hal ini tampak dalam beberapa novel warna lokal Minangkabau, di antaranya adalah tokoh Samsul Bahri dalam Siti Nurbaya pergi merantau untuk menuntut ilmu, tokoh Hamid dalam Di Bawah Lindugan Ka’bah, tokoh Ridwan dalam Bulan Susut. Tokoh Masri dalam Datangnya dan Perginya. Begitu juga dalam beberapa karya sastra warna lokal Minangkabau lainnya. Tradisi merantau juga terlihat dalam legenda Malin Kundang sebagaiikon dari kebudayaan Minangkabau. Merantau sebagai produk kebudayaan Minangkabau merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan diri baik secara ekonomi maupun secara sosial kultural. Banyak faktor yang dapat dikemukakan mengapa sebagian besar masyarakat Minangkabau pergi merantau. Faktor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat Minangkabau untuk merantau.

2. Hubungan Mamak- Kemenakan