211
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Tetapi cara pandang seperti ini akan berbeda untuk seorang pecinta sastra. Seorang penyair akan mampu menggali potensi laut sebagai bahan mentah estetika puisi
untuk membangun negeri dan mewujudkan kemanusiaan bangsa. Oleh karena itu, jika seorang pembaca mampu membaca karya sastra puisi dengan benar, otomatis
perasaannya akan tergugah,serta termotivasi untuk memikirkan problematika laut dan lingkungannya yang disoroti dari cara pemanfaatan laut sebagai bahan kreativitas cipta
puisi. Metafora Birahi Laut karya Dino Umahuk, terdiri atas 128 puisi yang terbagi dalam
beberapa bagian menurut tema tertentu. Hampir seluruh puisinya menggunakan laut dan segala fenomenanya bahkan aktivitas manusia di laut dan pesisir terlukis dalam puisinya
untuk menggambarkan kehidupan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan lingkungan, serta seluruh harapan dan takdir manusia.
Secara konkret, penyair memilih kata-kata yang berhubungan dengan laut, seperti ombak, laut, ikan, jaring, perahu, layar, ganggang, kulit bia, dayung, gelombang, pantai
dan lainnya untuk menggantikan realitas keinginan penyair. Bagi Dino Umahuk, “Laut” adalah rumahnya, sebagai gambaran kedekatan penyair dengan laut sebagai lingkungan
yang membesarkannya di Maluku Utara, sekaligus sebagai objek penyalurannya puisinya..
Gambaran Kehidupan Manusia dalam Puisi Dino Umahuk
Puisi-puisi dalam Antologi “Metafora Birahi Laut” ditulis dalam berbagai tema, yang oleh penyair kemudian dipilah dalam sub-subjudul. Puisinya melukiskan berbagai
peristiwa yang berlatar alam baharinya dengan penuh imaji.
1. Puisi “Pulang”
Ke ceruk manapun kau akan melemparkan jaring Lautanmu dan ikan-ikan nya telah menggelepar mati
dan Terlanjur menjadi basi saat Mencari ke bagian hulu
Sungai-sungai telah menjelma rasa menjadi asin dan Akar-Akar telah menjadi kering
serta Tunas-tunas menjadi layu dan mati jika Ke langit malam
maka Kau hanya akan menuai sebuah kehampaan dan Ke arah manapun kau akan mendayung
Pelayaranmu hanya akan menelan buih dan Perahu mu akan merapuh
serta Layar-layar nya sobek Nasibmu akan karam digerus sang waktu
Maka segera pulanglah ke rumah cahaya sebuah Rumah yang darinya kau telah lama pergi melarikan diri
Sebelum ajal menikammu dengan diam-diam hanya Dalam satu kedipan mata
212
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Puisi ini termasuk puisi Kematian. Penyair menggambarkan sebuah pelarian dari ajal yang akan menimpah. Ke manapun manusia melarikan diri untuk mengindar dari
kematian, tetapi jika ajalnya telah tiba, dalam satu kedipan mata saja, manusia akan lenyap. Hal ini digambarkan dengan jelas oleh penyair pada bait pertama sampai
terakhir. Pelarian yang dilakukan untuk menghindari kematian, walau ke lubang paling kecilpun, ke hulu sungai, langit, bahkan ke manapun, semuanya sia-sia. Konsep laut
yang digunakan adalah lautan, ikan-ikan, jaring, mendayung, layar, dan perahu. Semuanya ini digunakan oleh penyair untuk menjelaskan bahwa setiap manusia, pada
dasarnya akan meninggal. Jadi, yang telah menjadi takdir tidak dapat ditolak. Bagi penyair, kematian bukan soal. Karena siapapun yang hidup akan meninggal apabila telah
sampai ajalnya.
2. Puisi “Dalam Buaian Angin Timur”
Dalam Buaian Angin Timur edelweiss
Akulah lelaki yang telah menikammu dengan cinta di tengah kegelapan laut Ketika ganggang sedang menari dan ikan-ikan sibuk menanam nafsu birahi
sertaTerompet kulit biadanbunyi tetabuhan yang terus menggaung dari dalamdada Ke alamat manakah ombak harus menyampaikan kabar
jikaMalam dan siang hanyamenjadi lintasan kepadawaktu yang memperpendek usia akhirnyaPada garis tangan dantakdir kita saling mendekatkan nasib masing-masing
karena Akulah lelaki yang telahmelamarmu dalam buaian angin timur
Puisi Dalam Buaian Angin Timur, menggambarkan tentang kehidupan seorang lelaki yang mempunyai rasa cinta kepada lawan jenisnya. Namun, perasaan ini belum
berani diungkapkan, sehingga ia harus berpasrah pada takdir. Objek yang digunakan penyair berkaitan dengan laut dan segalanya fenomenanya adalah laut, ganggang, ikan,
kulit bia, dan ombak.
3. Puisi “Jangan Perahu Surut ke Pantai”