33
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
yang besar, rindang dan berbuah lebat, sehingga mampu memberikan manfaat bagi orang lain di sekitarnya hal ini bergantung pendidikan si anak selanjutnya.
F. Performansi Pembacaan Tarsul
Menurut informasi dari adat Kutai bahwa pada masa lalu tarsul disampaikan secara spontan atau improvisasi. Jadi tarsul bersifat lisan atau tanpa naskah teks. Walaupun
bersifat spontan, namun tarsul tetap dibawakan oleh seseorang yang piawai atau memang menguasai kesenian tarsul tersebut. Tarsul disampaikan secara spontan dan
improvisasi sehingga bersifat kompetisi atau semacam uji kelihaian antara pembawa tarsul pihak mempelai laki-laki maupun pihak mempelai wanita. Tapi karena setiap bait
yang disampaikan memiliki criteria, bentuk, dan makna yang jelas sehimgga tidak menyulitkan bagi para penarsul untuk merangkai syair-syair yang diharapkan.
Jika dulu tarsul disampaikan secara spontan tetapi belakangan ini tarsul ditampilkan dengan memakai naskah. Bahkan naskah tarsul untuk penarsul yang mewakili mempelai
laki-laki dan mempelai wanita telah dipersiapkan oleh orang yang memang menguasai tarsul. Dengan demikian lontaran pernyataan dari wakil mempelai laki-laki telah
dipersiapkan jawaban atau balasan pernyataan yang dari perwakilan mempelai wanita, sehingga tarsul menjadi gayung yang bersambut dan berbalas-balasan.
Performansi tarsul bersifat vocal tuturan berirama tanpa disertai dengan instrument musical tertentu. Tetapi belakangan ini performansi tarsul ada yang mencoba melengkapi
dengan instrument music seperti gambus dan gendang.Tarsul yang dilengakpi dengan unsure music terutama dikemas untuk sebuah pertunjukkan atau hiburan, meski pada
awal perkembangan tarsul tidak diiringi musik tertentu.
Jika dulu tarsul ditampilkan pada acara khitanan, khataman Al-Quran, pernikahan dan acara khitanan, namun belakangan ini tarsul dijadikan sebagai bagian kesenian atau
hiburan rakyat khususnya pada acara-acara tetentu. Pada akhir-akhir ini tarsul ditampilkan pada setiap upacara adat Erau di Kota Tenggarong. Pada pelaksanaan Erau
tarsul diperlombakan. Biasanya pasangan untuk lomba ditentukan oleh panitia. Pada tarsul perlombaan, criteria penilaian dan aspek yang dinilai ditetapkan oleh panitia.
Biasanya penilaian ditekankan pada tema, irama, kemerduan suara, cengkok lagu, penampilan fisik penarsul, kostum, improvisasi lagu, dan variasi lagu. Dengan demikian
menggambarkan bahwa seni tarsul sebagai sastra, kultur yang masih hidup khusunya di Kutai, karena selain sebagai hiburan pada acara khitanan, khataman, dan perkawinan
namun juga diperlombakan pada acara hari besar atau acara Erau di Kota Tenggarong. Mengapa hanya di Kota Tenggarong karena tarsul adalah sastra, kultur yang diliki oleh
suku Kutai. Sedangkan kebanyakan suku Kutai tersebut hidup dan berdomisili di Kabupeten Kutai.
G. Pembaw a Tarsul