3. Intensitas Komunikasi Petani Y

3.9. 3. Intensitas Komunikasi Petani Y

1 : Intensitas komunikasi adalah aktivitas responden dalam mencari atau menerima informasi melalui saluran interpersonal, media cetak dan media elektronik. Dinyatakan dengan responden mencari dan menerima informasi, kemudian dikategorikan ke dalam tingkat intensitas rendah, sedang dan tinggi, adapun yang termasuk dalam faktor intensitas komunikasi petani yaitu: 1. Y 1.1 . Intensitas komunikasi petani dengan sesama petani yaitu frekuensi responden dalam mencari dan menerima informasi antar sesama petani tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman nasional antara sesama petani 2. Y 1.2 . Intensitas komunikasi petani dengan pengelola taman nasional yaitu frekuensi responden dalam mencari dan menerima informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga taman nasional melalui kontak personal dengan pembinapengelola, petugaspegawai taman nasional dan lembaga swadaya lainnya. 3. Y 1.3 . Intensitas komunikasi petani dengan media massa keterdedahan media massa yaitu frekuensi dan aktivitas responden dalam memproleh informasi tentang usahatani koservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan taman nasional melalui media massa baik media cetak majalah, koran, brosur dan media elektronik televisi, internet dan radio untuk memproleh informasi tentang usahatani konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. 4. Y 1.4 . Intensitas penyuluhan yaitu jumlah dan frekuensi kegiatan penyuluhan yang diikuti oleh responden dalam satu tahun terakhir pada saat penelitian dilaksanakan. 3.9.4. Perilaku Petani dalam Melakukan Usahatani Konservasi Tanah dan Air di daerah penyangga kawasan taman nasional Y . 2 Perilaku petani yang dimaksud dalam definisi operasional penelitian ini adalah segala bentuk pemahaman, pengetahuan, sikap dan tindakan tentang usahatani konservasi tanah dan air yang meliputi: 1. Y 2.1 . Pengetahuan petani tentang teknik konservasi tanah dan air secara berkelanjutan yaitu, proses terbentuknya kesadaran petani terhadap pengolahan lahan yang bermakna konservasi tanah dan air. Pengetahuan petani tentang konservasi tanah dan air diukur dari pengetahuan dan pengalaman petani terhadap teknik konservasi dengan indikator keberhasilan sebagai berikut. a Indikator teknikfisik meliputi teknik vegetatifbiologi dan teknik kimia, b. Indikator sosial budaya yang meliputi perubahan kelembagaan, kebiasaantradisi, nilai dan kualitas hidup petani yang diukur dengan menggunakan skor. 2. Y 2.2 . Sikap petani tentang teknik konservasi tanah dan air yaitu, merupakan reaksi atau tanggapan petani tentang konservasi yang berkecenderungan untuk bersikap setuju, netral, dan tidak setuju, terhadap teknik konservasi tanah dan air. Pengukuranya dengan menggunakan skor dari pernyataan yang ditelusuri melalui jawaban petani yang mencerminkan tingkat pengetahuan terhadap teknik konservasi tanah dan air. 3. Y 2.3 . Tindakan adalah wujud respons petani berupa aktivitas yang dilakukan oleh petani dalam mengolah lahan yang bermakna konservasi tanah dan air. Tindakan konservasi petani diukur dari wujud tindakan yang dilakukan sehari-hari sesuai dengan teknik-teknik konservasi baik secara vegetatifbiologis, teknikfisik dan kimia. Pengukuranya menggunakan skor dari pertanyaan-pertanyaan yang ditelusuri melalui jawaban petani yang mencerminkan tingkat pengetahuan terhadap tindakan konservasi tanah dan air.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangarango TNGP mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani di Indonesia, karena kawasan inilah yang pertama kali ditetapkan sebagai cagar alam di Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti Jamuju Dacrycarpus imbricatus, dan Puspa Schima walliichii. Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Eidelweis Anaphalis javanica, Violet Viola pilosa, dan Cantigi Vaccinium varingiaefolium. Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGP yaitu Owa Hylobates moloch, Surili Presbytis comata comata, dan Lutung Budeng Trachypithecus auratus auratus; dan satwa langka lainnya seperti Macan Tutul Panthera pardus melas, Landak Jawa Hystrix brachyura brachyura, Kijang Muntiacus muntjak muntjak, dan Musang Tenggorokan Kuning Martes flavigula. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango TNGP terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis di antaranya burung langka yaitu Elang Jawa Spizaetus bartelsi dan Burung Hantu Otus angelinae. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.