pengetahuan tentang pengolahan pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan, ini agar dapat meningkatkan produktivitasnya.
Menurut Soekartawi 1988 telah dikenal baik bahwa pemilik-pemilik tanah mempunyai pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya,
bila dibandingkan dengan para penyewa. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya tetapi penyewa harus
sering mendapatkan persetujuan dari para pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang ia praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi
biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang-orang yang menyewa. Tetapi perbedaan-perbedaan antara para pemilik mungkin sangat
bervariasi secara lokal ataupun regional karena perbedaan-perbedaan dalam pengaturan penyewaan dan kebebasan yang menyetujui paara penyewa dalam
pengambilan keputusan.
2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Usahatani Konservasi
Menurut Sumahadi 1993 Usahatani konservasi pada hakekatnya merupakan pendekatan usahatani terpadu yang menekankan pengembangan
kombinasi teknik budidayausahatani lahan kering dengan teknik konservasi tanah vegetatif, sipil teknik dan kimiawi secara efektif untuk menjamin pemanfaatan
lahan, air, vegetasi secara lestari dan menguntungkan. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi usahatani konservasi baik secara pisik maupun sosial
yaitu:
2.2.1. Teknologi Usahatani Konservasi
Menurut Saragih 1993 Pada dasarnya usaha konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan di samping meningkatkan produksi dan
pendapatan petani juga melestarikan sumberdaya tanah dan air pada DAS-DAS kritis. Namun penyebaran teknologi tersebut masih relatif lambat, yang antara lain
disebabkan 1 besarnya modal yang diperlukan untuk penerapannya khususnya untuk investasi bangunan konservasi, 2 kurangnya tenaga penyuluh untuk
mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada petani, 3 masih lemahnya kemampuan pemahaman petani untuk menerapakan teknologi usahatani
konservasi sesuai yang diintroduksikan, 4 keragaman komoditas yang
diusahakan di DAS-DAS kritis, dan 5 terbatasnya saranaprasarana pendukung penerapan teknologi konservasi.
Hal tersebut mensyaratkan bahwa teknologi usahatani konservasi yang ada sekarang masih belum memadai, hingga perlu diupayakan penemuan-
pnemuan teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai, baik melalui kegiatan: 1 penelitian komponen-komponen teknologi yang dapat mendukung paket
teknologi usahatani konservasi, maupun 2 penelitian pengembangan teknologi yang sudah ada guna memodifikasi teknologi tersebut sesuai dengan kondisi agro-
fisik dan sosial ekonomi wilayah setempat. Kegiatan pencarian teknologi usahatani konservasi yang lebih sesuai di atas memang mutlak diperlukan, tetapi
umumnya memerlukan waktu yang relatif lama.
2.2.2. Permodalan Usahatani Konservasi
Seperti sudah diketahui secara luas bahwa keterbatasan modal petani merupakan kendala penting pengembangan usahatani konservasi. Untuk
mengatasi hal tersebut petani perlu diberikan kredit usahatani konservasi. Menurut Saragih 1993 masalahnya adalah bagaimana mekanisme pengadaan dana kredit
dan lembaga keuangan yang bagaimana yang tepat untuk menyalurkan kredit tersebut.
Selanjutnya Saragih 1993 mengatakan bahwa untuk itu perlu dikemukakan ciri-ciri yang melekat pada kredit usahatani konservasi, yaitu: 1
kredit usahatani konservasi diperlukan oleh masyarakat pedesaan yang mengusahakan lahan pertanian marjinal dan berisiko tinggi, 2 kredit usahatani
konservasi hanya dapat menjadi kegiatan yang produktif bagi lembaga keuangan, apabila lembaga yang mengelolanya berorientasi pedesaan, mengetahui seluk
beluk pedesaan, mengenal perilaku petani dan berkepentingan dalam memajukan derajat hidup petani, 3 kredit usahatani konservasi memerlukan tenaga keuangan
yang selalu dapat berhubungan dengan instansi pemerintah baik karena status pemilikkan, hubungan kerja maupun hubungan pembinaan, 4 kredit usahatani
konservasi memerlukan lembaga keuangan yang selalu siap melayani petani, dengan kata lain lembaga keuangan tersebut harus mampu menjangkau dan
dijangkau petani.
Atas dasar keterangan diatas, maka lembaga-lembaga yang mungkin dapat dikembangkan untuk menjadi lembaga keuangan pedesaan yang menangani
kredit usahatani konservasi adalah Bank Perkreditan Rakyat BPR, Lembaga Dana dan Keuangan Pedasaan LDKP dan Koperasi dimana lembaga tersebut
baik karena status kepemilikan maupun motivasi pendirian ditujukan untuk melayani masyarakat miskin di pedesaan.
2.2.3. Lembaga Sosial