Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan

Perilaku merupakan suatu tidakan nyata action yang dapat dilihat atau diamati Rogers dan Shoemaker,1989. Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap atau bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Pola perilaku seseorang bisa saja berbeda satu sama lain, tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditujukkan pada sasaran. Kast dan Rosenzweig Suparta, 2001. Hal ini berarti bahwa perilaku itu tidak bisa secara spontan dan tanpa tujuan, melainkan harus ada sasaran baik ekplisit maupun inplisit

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut para ahli perilaku individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Suparta 2001 menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Hasil penelitinya menunjukan bahwa kondisi situsional luar mempengaruhi sikap dalam dan selanjutnya sikap ini dapat mempengruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat didalam diri sendiri karakteristik individu dan faktor luar faktor eksternal proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang Sarwono, 2002. Menurut Rukminto 2001 dalam Setiana, 2005 merencanakan perubahan perilaku pada individu atau pada sekelompok masyarakat melalui intervensi komunitas tidak mudah. Pada kenyataan di lapangan, ada beberapa kendala yang sering ditemui, kendala tersebut meliputi kendala yang bersal dari kepribadian individu dan kendala yang berasal dari sistem sosial yang berkembang dilingkungan kelompok masyarakat tersebut. Kendala individu antara lain adalah kestabilan, kebiasaan, hal-hal utama yang diyakini, seleksi ingatan dan persepsi, ketergantungan, superego, rasa tidak percaya, serta rasa tidak aman. Kendala sistem sosial antara lain meliputi kesepakatan terhadap norma tertentu, kesatuan dan kepatuhan terhadap sistem dan budaya, hal-hal yang bersifat sakral, kelompok kepentingan, penolakan terhadap ’orang luar yang’ datang ke dalam komunitas tersebut.

2.8. Hubungan antara Faktor Karakteristik dan Faktor Lingkungan

Menurut Sunyoto 2004 dinyatakan bahwa ada hubungan timbal balik antara pola perilaku sosial dan kondisi lingkungan. Pola perilaku sosial dipengaruhi oleh karakteristik dan kualitas lingkungan, dan sebaliknya pola perilaku sosial juga mempengaruhi karakteristik dan kualitas lingkungan. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan dengan keterangan sebagai berikut. Manusia, dalam upaya memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup dasarnya teruma sandang, pangan, dan papan, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan. Secara umum, lingkungan alam dapat dipilah ke dalam dua kategori: lingkungan fisik the physical environment dan lingkungan biologis the biological environment. Lingkungan fisik, antara lain, mencakup tanah, topografi, cuaca dan sumber- sumber alam mineral dan minyak. Di samping itu, juga termasuk dalam kategori tersebut adalah apa yang lazim disebut dengan istilah natural physical-agencies seperti angin, air yang bergerak, dan natural physical forces seperti gravitasi dan radiasi. Tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan, melainkan juga sebagai tempat sandaran hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sudah banyak bukti memperlihatkan kecenderungan bahwa daerah-daerah yang tanahnya tergolong tandus dan tidak subur, tidak banyak dihuni manusia karena tidak dapat memproduksi pangan. Sebaliknya daerah- daerah yang tanahnya subur cenderung dipadati manusia. Berbagai macam tanaman tumbuh subur dan hasilnya sangat memuaskan. Karena itu, didaerah- daerah semacam itu berkembang sistem pertanian. Manusia melakukan budidaya tanaman, mengarahkan segala macam kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk melipatgandakan hasil produksinya. Lahirlah kemudian institusi pertanian yang dilengkapi dengan organisasi-organisasi sosial yang sistem kerjanya amat berbeda dengan organisasi-organisasi sosial yang tumbuh atau berkembang di daerah-daerah tandus. Sunyoto 2004 selanjutnya menambahkan bahwa sedangkan dalam hubungannya dengan topografi, bahwa daerah yang berbukit-bukit pegunungan atau daerah-daerah yang berawa-rawa tidak banyak dihuni manusia. Sebaliknya, banyak daerah datar yang menjadi tempat konsentrasi pemukiman manusia. Kebanyakan kota juga tumbuh di daerah-daerah semacam itu, terutama karena memiliki kemudahan akses pada dunia luar. Memang ada pula kota di daerah pegungnan, tetapi jumlahnya tidak begitu banyak dan biasanya juga lamban perkembangannya. Topografi seperti itu juga mempengaruhi sikap dan tindakan sosial. Bentuk perkampungan di daerah pegunungan biasanya tersebar scattered. Banyak rumah tangga yang terisolasi satu sama lain. Maka mudah dimengerti apabila kemudian interaksi sosial yang terjalin diantara sesama anggota masyarakat kurang intense. Meskipun tidak berarti terjadi antagonisme sikap permusuhan. Mereka melakukan kontak dengan tetangganya hanya tatkala ada kebutuhan tertentu yang tidak dapat dikerjakan sendiri, dan selebihnya semua masalah diusahakan untuk diselesaikan di antara anggota keluarganya sendiri. Dibeberapa daerah bahkan terbentuk the individualistic family, yang hanya mementingkan kecukupan anggota keluarganya sendiri. Faktor berikutnya yang juga berpengaruh terhadap kehiddupan manusia adalah cuaca. Cuaca adalah kondisi yang antara lain ditentukan oleh temperatur, curah hujan dan arah angin. Cuaca sangat sulit dimodifikasi atau diubah, manusia hanya dapat menyesuaikan diri terhadapnya. Manusia membangun berbagai bentuk rumah dan ruangan tempat kerja yang sesuai dengan keadaan cuaca. Yang tampak kemudian adalah perbedaan arsitektur rumah di daerah-daerah bercuaca panas dengan yang terdapat di daerah-daerah bercuaca dingin. Bentuk-bentuk penyesuaian tersebut kemudian mempengaruhi ritme interaksi sosial yang terjalin diantara para penghuninya.

2.9. Pengaruh