Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri

serta morfologi ikan yang tertangkap. Dengan memperhatikan adanya karakteristik serta morfologi ikan yang tertangkap dengan trawl demersal skala industri yang didominasi oleh jenis compressed. Serta hasil pengamatan pada skala flume tank menunjukkan bahwa square mesh window dan fish eye mempunyai persentase rata-rata meloloskan ikan-ikan dengan bentuk compressed lebih tinggi dibandingkan dengan TED super shooter. Berdasarkan adanya kesamaan karakteristik hasil tangkapan sampingan untuk trawl demersal skala industry dan skala kecil maka BRD jenis soft BRD memungkinkan untuk digunakan. Penggunaan jenis soft BRD ini dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan : 1 perlu adanya modifikasi bentuk square mesh window dan fish eye yang sesuai dengan ukuran codend yang digunakan; 2 mudah dalam pemasangan nya serta material yang mudah untuk didapatkan; 3 pemeliharaan nya yang tidak rumit.

8.2 Pengelolaan Perikanan Trawl Demersal dalam Mengurangi Hasil

Tangkapan Sampingan bycatch Hasil tangkapan sampingan bycatch merupakan isu yang sangat penting dalam pengelolaan perikanan saat ini. Kebijakan hasil tangkapan sampingan bycatch sebagai isu pengelolaan karena semakin meningkatnya kesadaran perlunya keberlanjutan sumberdaya yang disebabkan oleh dampak perkembangan perikanan komersial Northridge, 1991; Alverson et al. 1994. Pembuangan ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan ini akan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman hayati laut melalui dampak terhadap rantai makanan seperti predator dan pemindahan individu beberapa spesies. Dampak lainnya adalah dapat menimbulkan konflik antar perikanan karena akan menimbulkan pengurangan sumberdaya untuk perikanan yang lain melalui kematian dari ikan-ikan yang berukuran kecil dan dikategorikan masih juvenile Sainsbury, 1991. Menurut Clucas 1997 menyebutkan beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya pembuangan hasil tangkapan kelaut diantaranya : 1. Ikan yang tertangkap bukan spesies yang diinginkan atau karena kondisi rusak; 2. Karena faktor keterbatasan tempat penyimpenan; 3. Karena ikan tersebut mengandung racun; 4. Karena mudah rusak sebelum mencapai dek kapal; 5. High grading; 6. Telah mencapai kuota; 7. Hasil tangkapan merupakan kategori hewan yang tidak boleh ditangkap, karena musim, daerah penangkapan ikan atau karena alat tangkap. Pengelolaan perikanan demersal trawl sangat diperlukan terutama untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan bycatch baik untuk perikanan demersal trawl skala kecil maupun demersal trawl skala industri. Beberapa alternatif untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan bycatch telah di implementasikan baik itu melalui input kontrol dan output kontrol Hall, 2002. Input kontrol dapat dilakukan dengan penutupan wilayah penangkapan atau penutupan musim penangkapan. Selain dengan menerapkan pengelolaan perikanan melalui input kontrol dan output kontrol cara lain yang dapat dijadikan solusi dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan adalah melalui pemanfaatan bycatch dan perbaikan teknologi penangkapan ikan Matsuoka, 2008. Pelarangan pengoperasian trawl di wilayah perairan Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Penghapusan tersebut dilakukan secara bertahap dimana pada tahun 1982 melalui Instruksi Presiden no 11 tahun 1982, dinyatakan bahwa pada satu januari 1983 tidak boleh ada lagi kapal penangkap ikan yang menggunakan trawl di Indonesia. Pertimbangan dikeluarkannya instruksi Presiden tersebut dilakukan untuk melindungi sumberdaya perikanan, untuk mendukung pertambahan pendapatan nelayan tradisional dan mencegah ketegangan sosial. Namun demikian pada tahun 1982 telah dikeluarkan pengecualian terhadap penggunaan trawl. Penggunaan trawl dapat dilakukan dengan memasang satu alat pemisah ikan bycatch excluder device pada bagian kantong sehingga namanya menjadi pukat udang. Selain pemasangan bycatch excluder device juga adanya pembatasan lokasi pengoperasian pukat udang yang hanya diperbolehkan pada koordinat 130 BT ke Timur yaitu Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura dengan garis isobath 10 m.