V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian yang dibahas pada bab ini dimulai dengan bagaimana penerapan prinsip co-management dalam pengelolaan TNKL saat ini. Bahasan selanjutnya
yaitu hasil identifikasi stakeholders serta bagaimana kepentingan interest dan aspirasi stakeholders terkait dengan fungsi ekosistem TNKL dan program
pengelolaan TNKL, kemudian bagaimana nilai penting importance dan pengaruh
stakeholders berperan
dalam pengelolaan
TNKL. Selanjutnya
diuraikan juga
tentang penyusunan
strategi pengelolaan
TNKL melalui
pendekatan co-management.
5.1. Penerapan Prinsip Co-management dalam Pengelolaan TNKL pada Saat Ini
Dalam rangka menyusun strategi pengelolaan TNKL, perlu diketahui terlebih dahulu sejauh mana penerapan prinsip co-management dijalankan
dalam pengelolaan TNKL. Pengelolaan kawasan konservasi terutama taman nasional melalui pendekatan co-management ditentukan oleh beberapa faktor
penting yang sangat bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing taman nasional. Untuk penelitian ini khusus mengkaji sejauhmana prinsip dasar co-
management telah diterapkan dalam pengelolaan TNKL pada saat ini. Prinsip dasar yang dimaksud yaitu partisipasi komunitas lokal, pengakuan terhadap hak
masyarakat adat, ada proses negosiasi, kejelasan hak dan tangggung jawab komunitas lokal dengan BTNKL, serta ada konsensus yang disepakati
stakeholders inti. Penerapan prinsip dasar co-management di Desa Saga dan Wologai Tengah dalam pengelolaan TNKL pada saat ini dijelaskan seperti uraian
di bawah ini.
5.1.1. Partisipasi komunitas lokal
Partisipasi komunitas lokal sebagai salah satu prinsip dasar co- management dianalisis penerapannya dalam pengelolaan TNKL pada kondisi
sekarang. Gambar 11 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKL di Desa Wologai Tengah tergolong tinggi, sedangkan di Desa
Saga memperlihatkan partisipasi yang sedang. Partisipasi masyarakat yang tinggi di Desa Wologai Tengah mengindikasikan bahwa penerapan prinsip co-
management dalam pengelolaan TNKL pada saat ini baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Wologai Tengah
merasa turut dilibatkan dalam pengelolaan TNKL terutama pada program
50 pembinaan partisipasi masyarakat. Masyarakat Wologai Tengah terlibat dalam
kegiatan antara lain pembangunan camping ground dan areal pemancingan, pemanfaatan air bersih, pengembangan lebah madu, serta pembangunan hutan
adat. Mereka ikut terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan camping ground. Pengelolaan areal perkemahan tersebut dapat meningkatkan pendapatan
mereka dengan berjualan dan menyewakan tenda. Pengembangan lebah madu yang difasilitasi oleh BTNKL telah menunjukkan hasil yang menguntungkan bagi
masyarakat. Menurut masyarakat Desa Wologai Tengah, kegiatan yang merusak taman nasional akan merugikan masyarakat sendiri terkait dengan fungsi
ekosistem alam sebagai penyangga kehidupan dari kemungkinan bencana tanah longsor, erosi ataupun hilangnya sumber air masyarakat.
63 27
10
27 13
60
telah dilibatkan tidak memberikan pendapat
belum dilibatkan
Partisipasi Komunitas Lokal
Desa Wologai Tengah Desa Saga
Gambar 11 Persentase pendapat responden tentang partisipasi komunitas lokal dalam pengelolaan TNKL.
Sementara itu, hanya sebagian masyarakat Desa Saga yang merasa telah dilibatkan dalam pengelolaan TNKL. Mereka beranggapan bahwa hak
masyarakat adat belum sepenuhnya diakui oleh pihak BTNKL, terutama terkait pengakuan hak kelola lahan nenek moyangnya yang terdapat dalam kawasan
TNKL. Namun, sebagian masyarakat merasa ikut dilibatkan dalam kegiatan pengamanan bersama dan kegiatan pelatihan. Tingginya persentase masyarakat
Desa Saga yang berpendapat bahwa pengelolaan TNKL saat ini belum melibatkan masyarakat di sekitar kawasan, memberikan indikator bahwa
partisipasi masyarakat setempat masih rendah. Alasan yang dikemukakan oleh masyarakat Saga yang merasa belum dilibatkan diantaranya bahwa keberadaan
TNKL menyebabkan masyarakat kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan hak kelola lahan yang diwariskan turun temurun, serta akan terjadi kelangkaan
51 lahan untuk anak cucu mereka di masa yang akan datang. Hal tersebut di atas
memberikan gambaran bahwa partisipasi masyarakat Saga masih pada tahap dialog dan dapat dikatakan sebagai proses menuju co-management sebab masih
berpeluang untuk menimbulkan konflik sebagai akibat dari kepentingan dan kebutuhan masyarakat yang belum terakomodir.
Jumbe and
Angelson 2007
menyebutkan bahwa
tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan, seperti yang terjadi di Desa Wologai Tengah. Namun pada situasi yang kompleks, seperti di Desa Saga, maka ketergantungan
terhadap hutan belum tentu menyebabkan tingginya partisipasi. Hal ini mungkin disebabkan proses pembuatan keputusan dalam pengelolaan tersebut masih
bersifat top down. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pengelolaan secara
co-management harus
dapat memenuhi
kebutuhan aktual
bagi masyarakat serta memberikan insentif Jumbe Angelson 2007; Nuggehalli
Prokopy 2009, seperti pengembangan lebah madu dan pengelolaan camping ground. Terkait hal tersebut maka dapat disebutkan bahwa penerapan prinsip co-
management berdasarkan partisipasi masyarakat di Desa Wologai Tengah sudah pada kategori tinggi, sedangkan di Desa Saga masih dalam kategori
sedang.
5.1.2. Pengakuan terhadap hak masyarakat adat