42
FeOH
3
berupa koloid di dalam air kawah bukan di permukaan air kawah dan residu di dasar kawah. Kawah Tiwu Ata Mbupu berwarna hijau tua kehitaman
diduga merupakan refleksi warna tumbuh-tumbuhancemara gunung yang banyak ditemukan di sekitar bibir kawah. Pada saat tertentu warna Tiwu Ata
Mbupu akan berubah menjadi coklat kemerahan, sebagaimana warna daun kering cemara gunung yang mengapung di permukaan kawah BTNK 2008a.
4.2.4. Daerah Aliran Sungai DAS sekitar TNKL
Daerah Aliran Sungai DAS di sekitar Danau Kelimutu dan TNKL merupakan daerah tangkapan air bagi dua DAS yang penting, yaitu DAS
Loworea dan DAS Wolowona. Kedua DAS tersebut memiliki beberapa anak sungai antara lain Lowo Ai Merah, Lowo Napu, Lowo Made, Lowo Ai Ero, Lowo
Ai Pade, Lowo Mutu, Lowo Ai Ndoe, Lowo Ai Bai, Lowo Ria, Lowo Marru, Lowo Ae Kola. Sungai yang berair sepanjang tahun yaitu Lowo Ae Merah dan Lowo Ae
Bai, merupakan sumber air utama bagi kepentingan budidaya pertanian, pemukiman dan lain-lain baik bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun yang
berada di bagian hilir. Daerah danau tiga warna pada TNKL ditempati oleh rangkaian perbukitan
berelief halus hingga kasar, dengan ketinggian antara 500 hingga 1.700 meter di atas permukaan laut, yang terbentuk oleh aktivitas vulkanik. Kondisi morfologi
yang demikian menghasilkan pola aliran sungai yang bervariasi seperti sub- dendritik dan radier BTNK 2008b. Berdasarkan pola aliran sungai yang ada
menunjukkan bahwa hampir semua kawasan TNKL merupakan zona tangkapan air yang perlu dilindungi agar sumberdaya air terjaga secara berkesinambungan.
4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan
4.3.1. Kependudukan
Kawasan TNKL terletak di 24 desa sebagai daerah penyangga. Jumlah penduduk di sekitarnya 21.811jiwa dengan jumlah rumah tangga 5.437 KK. Luas
desa-desa penyangga TNKL adalah 218,47 km
2
atau 21.847 ha atau berarti empat kali luas TNKL. Keadaan ini bisa berarti bahwa kawasan TNKL didalam
kondisi cukup stabil. Oleh karena itu dengan perbandingan jumlah penduduk dan luasan desa, maka secara rata-rata penguasaan lahan adalah 3,94 haKK.
Apabila kesuburan lahan cukup baik atau produktifitas lahan memadai, maka
43
penguasaan lahan per KK yang hampir 4 ha ini cukup dapat memberikan kesejahteraan bagi petani penggarapnya BTNK 2008b.
Desa Saga dan Desa Wologai Tengah, merupakan desa dengan penduduk yang cenderung homogen. Menurut BPS 2009b sebagian besar
penduduk pada kedua desa adalah petani Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik penduduk di lokasi penelitian
No Uraian
Desa Saga Desa Wologai Tengah
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
1 Jumlah penduduk:
• Laki laki • Perempuan
• Jumlah 337
405 742
45,42 54,58
378 444
822 45,99
54,01 2
Banyaknya angkatan kerja: • Laki laki
• Perempuan • Jumlah
209 232
441 47,39
52,61 290
294 584
49,66 50,34
3 Banyaknya RT menurut pekerjaan
dengan pendapatan terbesar: • Petani:
- Tanaman pangan
- Tanaman perkebunan
• Pedagang • Pengusaha
• Karyawan: -
PNS -
Non PNS • Pensiunan
135 19
116 6
5 10
4 6
81,33 3,61
3,01 6,02
2,41 3,61
132 61
71 3
2 5
6 2
88,00 2,00
1,33 3,33
4,00 1,33
Sumber: Kecamatan Detusoko dalam Angka 2009
4.3.2. Mata pencaharian penduduk
Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar TNKL bermata pencaharian sebagai petani BPS 2009a. Pengamatan di tingkat lapangan, sebagian besar
penduduk memiliki mata pencaharian petani berladang rotasi. Masyarakat membuat ladang setiap tahun untuk kemudian berpindah ke lokasi lain dengan
rotasi 3-5 tahun. Walaupun demikian, petani peladang ini juga sudah memiliki kebun menetap berupa kebun kopi atau kakaocokelat, bahkan sebagian juga
sudah bertani sawah. Ladang yang dibuka setiap tahun seluas 0,5 – 1 ha dengan jenis-jenis tanaman padi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, kemudian juga sayur-
mayur seperti wortel, ketimun, sawi, bayam, kacang-kacangan dan lain-lain. Setelah setahun atau dua tahun dirasakan kesuburan lahan sudah menurun
masyarakat akan berpindah membuat ladang baru. Begitu seterusnya setelah 3- 5 tahun bisa kembali ke tempat semula. Apabila lahan cukup datar, subur, maka
44
sesudah dibuat ladang tidak ditinggalkan bero begitu saja tetapi dibentuk menjadi kebun menetap. Di lahan kebun ini mereka menanam kopi atau
kakaocokelat dengan tanaman inang pada umumnya seperti kemiri, ampupu Eucalyptus urophylla, dadap atau pohon-pohon campuran lainnya.
Pendapatan per kapita Kecamatan Detusoko cukup tinggi yaitu 336 kg beraskapita. Data tersebut menunjukkan bahwa pendapatan per kapita
Kecamatan Detusoko berada di atas garis kemiskinan atau di atas 320 kg beraskapita. Sementara itu pengamatan di tingkat lapangan dan data sekunder
BTNK 2008b, diperoleh informasi bahwa pendapatan per kapita bervariasi antara 150-250 kg beraskapita, yang berarti termasuk miskin dan bahkan sangat
miskin.
4.3.3. Tata guna lahan