74 sebagai ana halo fai walu BTNK 2009b. Informan menyebutkan bahwa
lembaga adat Wologai telah memberikan sebidang lahan untuk pengembangan lokasi camping ground dan area pemancingan, disamping kamampuannya
memberikan sanksi adat kepada warganya. Sementara itu, Kepala Desa Wologai Tengah memiliki pengaruh yang tinggi melalui sumber kekuatannya yaitu oleh
karena karisma dan posisinya. Kepala Desa Wologai Tengah pernah menjadi juara pertama kepala desa berprestasi se-propinsi NTT pada tahun 2008.
5.3.3. Klasifikasi stakeholders
Nilai penting importance dan pengaruh stakeholders pada Tabel 12 dan 13, kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk gambar dengan menempatkan
posisi masing-masing stakeholders ke dalam empat kategori. Gambar 16 menunjukkan posisi masing-masing stakeholders tersebut dalam konteks
keberhasilan pengelolaan TNKL.
Petani kopi dlm kaws. Masy.
Wologai Tgh
ti n
g g
i
tinggi rendah
re n
d a
h
PENGARUH N
IL A
I P
E N
T IN
G I
M P
O R
T A
N C
E
Crowd Context setters
Subjects Key players
BTNKL Lembaga
Adat Saga
Yastim Tananua
Flores Disbuspar
Unflor Lembaga
Adat Wologai
Dishutbun
Swisscontact Kades
Saga
BAPPEDA Masy. Saga
Kades Wologai Tgh
Gambar 16 Ilustrasi posisi stakeholders pengelolaan TNKL berdasarkan nilai penting importance dan pengaruh.
Pada Gambar 16 terlihat bahwa posisi kategori I subjects ditempati oleh petani kopi dalam kawasan, masyarakat Saga, dan masyarakat Wologai Tengah.
Pada kategori ini menunjukkan bahwa ketiga stakeholders tersebut memiliki nilai penting importance yang tinggi terhadap keberhasilan pelestarian fungsi
75 ekosistem TNKL, namun memiliki pengaruh yang rendah. Artinya, ketiga
stakeholders ini merupakan stakeholders yang penting namun memerlukan pemberdayaan agar dapat berpartisipasi dalam pengelolaan TNKL.
Pemberdayaan bagi stakeholders pada posisi subjects dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pada setiap tahapan pengelolaan, serta melakukan
penguatan kapasitas SDM. Rishi et al. 2008 menyebutkan bahwa untuk meningkatkan motivasi masyarakat lokal agar terlibat dalam pengelolaan dan
kegiatan konservasi, sebagaimana tingginya tingkat kepentingan stakehoders tersebut,
yaitu dengan
mengupayakan penguatan
pemenuhan prioritas
kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan mempertahankan hidup survival needs dan kebutuhan perasaan aman security needs. Kebutuhan dasar
masyarakat lokal tersebut adalah pangan, papan, dan kesehatan. Petani kopi dalam kawasan dan masyarakat Saga memiliki kepentingan
yang tidak mendukung tujuan pengelolaan TNKL. Petani kopi telah jelas-jelas melakukan perambahan kawasan, sedangkan masyarakat Saga mengklaim
kepemilikan lahan dalam kawasan serta berkeinginan untuk menggarap lahan tersebut untuk kebutuhan berkebun. Hal ini perlu menjadi perhatian pihak
BTNKL, terkait pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Untuk itu upaya pemberian bantuan desa penyangga bisa menjadi alternatif solusi untuk
mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap lahan dalam kawasan. Namun demikian, pemberian bantuan tersebut harus dikomunikasikan secara buttom up
dengan masyarakat sehingga benar-benar menjadi bantuan yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat.
Sementara itu nilai penting importance masyarakat Wologai Tengah yang tinggi, serta kepentingannya yang tidak bertentangan dengan tujuan pengelolaan
TNKL harus diapresiasi. Kepentingan untuk membuka jalur track wisata, selayaknya diakomodir dalam perencanaan pengelolaan BTNKL ke depan, yaitu
dengan melibatkan masyarakat Wologai Tengah dalam tahapan pengelolaan mulai dari pengamatan, perencanaan hingga implementasinya.
Selanjutnya, ketegori II key players merupakan kelompok yang paling kritis karena memilliki nilai penting importance dan pengaruh yang tinggi. Dalam
konteks penelitian, kategori II ditempati oleh stakeholders BTNKL, lembaga adat, kepala desa, Disbudpar dan Tananua Flores. Stakeholders ini memiliki posisi
yang sangat penting sehingga perlu dilibatkan dalam pengelolaan sebagai koalisi dan perlu untuk mempertahankan komitmennya dalam pengelolaan. Lembaga
76 adat Saga mempunyai kepentingan yang kurang sinergi dengan tujuan
pengelolaan TNKL, yaitu keinginan untuk mengambil kayu dari dalam kawasan untuk pembangunan rumah adatkeda kanga. Hal ini jika dibiarkan akan
mengganggu perlindungan kawasan TNKL karena akan berdampak pada keinginan untuk melakukan hal yang sama oleh lembaga adat dari kelompok-
kelompok adat di desa-desa lainnya yang berada di sekitar TNKL. Oleh karena itu perlu menjadi perhatian pihak BTNKL untuk mengupayakan berbagai
alternatif kemungkinan mengurangi ketergantungan terhadap kayu dari TNKL dengan membuat hutan adat yang berada di luar kawasan TNKL. Pada tahap
awal sebelum pohon dalam hutan adat tersebut siap ditebang, BTNKL masih perlu mencari alternatif lainnya, misalnya dengan pemberian bantuan untuk
mencari kayu di luar kawasan TNKL. Kategori III context setters ditempati oleh lembaga Dishutbun, BAPPEDA,
Unflor, serta Swisscontact. Dalam penelitian terlihat stakeholders tersebut memiliki nilai penting importance yang rendah, namun pengaruhnya cukup kuat
dalam mempengaruhi pengelolaan TNKL. Pemerintah daerah melalui dinas terkait, memiliki otoritas yang tinggi sehubungan dengan perumusan kebijakan
dan pengembangan wilayah di Ende. Unflor dan Swisscontact berperan sehubungan dengan kemampuannya dalam memainkan peran intermediasi,
penyebaran informasi dan menjalankan fungsi koordinasi. Hal ini menjadi perhatian karena stakeholders pada kategori III context setters tersebut
berperan dalam
merumuskan kebijakan
dan menjembatani
perumusan keputusan dan opini yang berkembang di kawasan TNKL. Stakeholders tersebut
juga perlu dikelola untuk dimintai saran pendapat konsultasi ataupun hanya sekedar penyampaian ijin dan pemberitahuan akan dilaksanakannya suatu
kegiatan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak menjadi sumber kendala yang dapat menggagalkan pelaksanaan program pengelolaan TNKL.
Kategori IV crowd ditempati oleh Yastim, yaitu stakeholders yang memiliki nilai penting importance dan pengaruh yang rendah. Sebenarnya, stakeholders
pada kategori IV crowd dapat diabaikan dalam pengelolaan TNKL, tetapi oleh karena
LSM ini
berupaya meningkatkan
kesejahteraan dan
kapasitas masyarakat dari sektor pertanian, maka perannya perlu mendapatkan perhatian,
yaitu agar turut membantu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan TNKL. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak menjadi sumber kendala
77 yang dapat menggagalkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan TNKL, mengingat
wilayah kerja LSM ini berada di desa-desa sekitar TNKL. Bentuk dan posisi nilai penting importance dan pengaruh stakeholders
akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu Reed et al. 2009, sehingga hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan pengelolaan TNKL
ke depan. Disamping itu, dimungkinkan juga munculnya stakeholders baru yang belum teridentifikasi pada penelitian ini, terkait dengan dinamika sosial yang
terus berkembang di lokasi penelitian.
5.4. Pengolahan Elemen-elemen Strategi Pengelolaan TNKL dengan Teknik ISM