Identifikasi stakeholders Stakeholders, Kepentingan interest dan Aspirasi

58

5.2.1. Identifikasi stakeholders

Hasil identifikasi stakeholders menggunakan wawancara mendalam dengan teknik snowball menunjukkan bahwa stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan TNKL pada lokasi penelitian sebanyak 15 stakeholders Tabel 8. Keterlibatan stakeholders tersebut dikarenakan dapat mempengaruhi danatau dipengaruhi suatu kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan TNKL. Tabel 8 Stakeholders pengelolaan TNKL No Stakeholders Keterangan 1 Petani kopi dalam kawasan Dipengaruhi 2 Masyarakat Saga Dipengaruhi 3 Lembaga Adat Saga Mempengaruhidipengaruhi 4 Kepala Desa Saga Mempengaruhidipengaruhi 5 Masyarakat Wologai Tengah Dipengaruhi 6 Lembaga Adat Wologai Mempengaruhidipengaruhi 7 Kepala Desa Wologai Tengah Mempengaruhidipengaruhi 8 BTNKL Mempengaruhi 9 BAPPEDA Mempengaruhi 10 Dishutbun Mempengaruhi 11 Disbudpar Mempengaruhi 12 Unflor Mempengaruhi dipengaruhi 13 Yayasan Tani Membangun Yastim Dipengaruhi 14 Swisscontact Dipengaruhi 15 Tananua Flores Mempengaruhidipengaruhi Masyarakat sebagai stakeholders terdiri dari penduduk lokal desa penelitian yang berdomisili di sekitar TNKL yaitu masyarakat Desa Saga dan Wologai Tengah, serta petani kopi yang memiliki kebun di dalam kawasan TNKL. Sebagai stakeholders, masyarakat dan petani kopi akan dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan TNKL. Disamping itu, tempat tinggalnya berdekatan dengan kawasan hutan dan secara emosional, baik dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan nilai-nilai budaya yang dimiliki, sangat bergantung dan dipengaruhi oleh keberadaan TNKL. Data statistik BPS 2009b menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat bermata pencaharian petani yaitu di Desa Saga sejumlah 135 dari total 166 rumah tangga, serta Desa Wologai Tengah sejumlah 132 dari total 150 rumah tangga. Ketergantungan masyarakat yang tinggi kepada hutan, disebabkan penduduk di sekitar hutan adalah miskin, yaitu pendapatan per kapita bervariasi antara 150-250 kg beraskapita BTNK 2008b. Widada et al. 2006 menyebutkan bahwa indikator 59 kemiskinan secara kualitatif dapat dilihat antara lain dari aspek kebutuhan masyarakat sekitar hutan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, sekedar untuk bisa mempertahankan hidup; tidak adanya jaminan masa depan, karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga; serta ketrampilan berusaha dan berwiraswasta sangat rendah dan tidak memiliki akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. Oleh karena itu, masyarakat yang merupakan stakeholders inti dalam pengelolaan kawasan TNKL sangat bergantung pada sumberdaya kawasan TNKL dan berkepentingan untuk menambah penghasilan dan meningkatkan kesejahteraannya dengan bergantung pada kawasan. Data sekunder menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan lahan oleh masyarakat di sekitar TNKL adalah 3,94 haKK, namun lahan tergarap hanya 2 haKK atau setengahnya dari luas penguasaan lahan BTNK 2008b. Hasil wawancara mendalam dengan informan di lokasi penelitian menyebutkan bahwa petani kopi dalam kawasan memiliki lahan di desa, sekitar tempat tinggalnya. Namun, mereka membutuhkan lahan yang sesuai untuk tanaman kopi. Letak lokasi yang sesuai untuk tanaman kopi biasanya di sekitar cekunganlembah yang lembab dan subur di dalam kawasan TNKL. Kepala desa dan lembaga adat juga berkepentingan dalam pengelolaan TNKL yaitu menjaga stabilitas sosial dan peningkatan kesejahteraan warganya. Peran dan posisi tersebut menyebabkan stakeholders ini dapat mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan TNKL. Kepala desa dan lembaga adat, yang secara emosional merasa dekat dengan keberadaan TNKL, juga memiliki pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang tinggi terhadap TNKL. Selain itu, lembaga adat juga berkepentingan dalam melaksanakan kewenangan dan aturan-aturan adat pada wilayah ulayatnya. Pelanggaran terhadap aturan adat akan dikenai sanksi adat. Untuk itu pengelolaan TNKL terkait juga dengan pengaruh dan keterlibatan kepala desa dan lembaga adat, baik di Desa Saga maupun di Wologai Tengah. Penanggung jawab pengelolaan TNKL saat ini berada pada institusi BTNKL sehingga pengelolaan secara umum tidak bisa terlepaskan dari stakeholders ini. Walaupun kantor BTNKL terletak cukup jauh dari kawasan TNKL, yaitu di kota Ende, namun sebagaimana tupoksi yang diembannya, maka stakeholders ini memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kelestarian ekosistem TNKL. Selain itu, pengelolaan setiap kegiatan yang berhubungan dengan program pemerintah 60 daerah berada pada instansi terkait, yaitu BAPPEDA, Disbudpar, serta Dishutbun. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki misi antara lain mengembangkan usaha pariwisata dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang kebudayaan dan pariwisata Disbudpar 2009. Dinas Kehutanan dan Perkebunan juga memiliki misi antara lain mewujudkan keamanan hutan secara berkelanjutan dari kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh manusia Dishutbun 2009. Hal di atas menyebabkan stakeholders pemerintah sangat mempengaruhi kebijakan yang diputuskan serta tindakan yang akan dilakukan dalam pengelolaan TNKL. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi antara ketiga intansi kabupaten tersebut di atas dengan BTNKL, selaku pengelola kawasan konservasi di bawah pemerintah pusat. Universitas Flores sebagai wahana pendidikan tinggi di Kabupaten Ende merupakan stakeholders yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan TNKL. Unflor memiliki kepentingan dalam melaksanakan pendidikan lingkungan serta meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat. Pada lingkup penelitian ini, Unflor berkepentingan dalam mengembangkan pengetahuan masyarakat di bidang pertanian, sehingga masyarakat tidak terlalu bergantung pada keberadaan sumberdaya dalam kawasan TNKL. Hal ini telah disebutkan dalam perjanjian kerjasama antara Unflor dengan BTNKL yang bersepakat untuk melakukan kegiatan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta melakukan pengembangan, perencanaan, dan memperkuat kerangka kebijakan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan prosedur operasional yang berkaitan dengan sistem pengelolaan, dengan memperhatikan kebutuhan, aspirasi, dan pengetahuan asli masyarakat setempat melalui keterlibatan lembaga adat dan masyarakat masyarakat lokal dalam kaitannya dengan pengelolaan kawasan konservasi BTNK 2009a. Lembaga swadaya masyarakat LSM yang turut berperan dalam pengelolaan TNKL antara lain Yastim, Swisscontact dan Tananua Flores. Ketiga LSM tersebut melaksanakan kegiatannya di bidang pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan. Secara khusus, Swisscontact berupaya meningkatkan hasil pertanian masyarakat terutama jenis komoditas kakao, sedangkan Yayasan Tananua Flores lebih pada penguatan hak-hak masyarakat terhadap sumberdaya alam dan advokasi kebijakan daerah dalam 61 pengelolaan tanah, air, dan hutan. Pelibatan LSM Yastim dan Swisscontact dalam pengelolaan TNKL yaitu untuk mengupayakan dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan TNKL sekaligus mencarikan alternatif solusi dengan mengembangkan dan mengintensifkan usaha pertanian dan perkebunan di luar kawasan TNKL di sekitar desa. Pelibatan Yayasan Tananua Flores lebih kearah penguatan kapasitas masyarakat serta penyampaian informasi perlindungan dan peningkatan kesadaran fungsi kawasan konservasi. Oleh karena itu Swisscontact dan Yastim merupakan LSM yang dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan TNKL, sedangkan Tananua Flores dapat mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan TNKL.

5.2.2. Kepentingan interest dan aspirasi stakeholders