53 pengelolaan kawasan tidak searah dengan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Akibatnya terjadi ketidakstabilan yang ditandai dengan terjadinya konflik kepentingan antara pihak BTNKL dengan komunitas lokal yang bermukim
di sekitar kawasan. Sasaran yang tidak sejalan inilah yang membutuhkan suatu pendekatan agar kepentingan dan kebutuhan stakeholders dapat disinergikan
untuk menghindari terjadinya konflik yang dapat berimplikasi negatif terhadap kelestarian taman nasional. Oleh sebab itu untuk menjaga kelestarian ekosistem
TNKL dan sekitarnya maka pengakuan terhadap hak masyarakat yang bermukim di Desa Saga seyogyanya diberikan oleh pihak BTNKL. Hal ini sesuai dengan
pendapat Borrini-Feyerabend et al. 2000 yang menyebutkan bahwa salah satu penerapan co-management adalah masing-masing pihak membagi dengan adil
fungsi manajemen, kepemilikan dan tanggung jawab atas suatu wilayah tertentu atau seperangkat sumberdaya alam.
5.1.3. Proses negosiasi
Prinsip dasar co-management lainnya yang dianalisis adalah sejauhmana proses-proses negosiasi diterapkan. Negosiasi merupakan salah satu faktor
kunci untuk mencapai kompromi atau kesepakatan atas konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan terkait dengan fungsi ekosistem dan sumberdaya
alam. Gambar 13 menunjukkan bahwa di dalam pengelolaan TNKL, pelaksanaan negosiasi di Desa Wologai Tengah cukup
tinggi, sementara di Desa Saga sedang. Keberhasilan proses negosiasi di Desa Wologai Tengah dikarenakan
keterlibatan aktif ketua adatmosalaki Wologai dan kepala desa. Proses
negosiasi di
Desa Wologai
Tengah untuk
membentuk kesepakatan dilakukan dengan cara melibatkan tokoh-tokoh adat dan kepala
desa, terkait hak-hak yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Dalam proses ini terjadi keseimbangan kepentingan para stakeholders, dimana
masing-masing pihak mencoba untuk memahami kepentingan dan kebutuhan pihak lainnya, sehingga diperoleh kesepakatan mengenai pengelolaan TNKL.
Mosalaki dan kepala desa memahami kepentingan BTNKL dalam menjaga kelestarian fungsi ekosistem TNKL. BTNKL memahami kepentingan masyarakat
lokal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak BTNKL disebutkan bahwa dalam hal ini pihaknya lebih mementingkan
proses ketimbang hasil jangka pendek, walaupun hal itu ditempuh dengan proses yang cukup lama. Berdasarkan proses tersebut di atas maka dapat
dikatakan bahwa proses negosiasi telah memenuhi syarat dari prinsip dasar co-
54 management, dimana stakeholders duduk bersama untuk membicarakan konflik
kepentingan diantara stakeholders dengan satu pemahaman saling memberi dan menerima untuk mencapai kesepakatan.
87 3
10
37 20
43
telah dilaksanakan tidak memberikan pendapat
belum dilaksanakan
Proses Negosiasi
Desa Wologai Tengah Desa Saga
Gambar 13 Persentase pendapat responden tentang proses negosiasi dalam pengelolaan TNKL.
Sementara itu, sebanyak 37 responden masyarakat Saga mengatakan bahwa telah dilakukan negosiasi dengan pihak BTNKL, sedangkan sebanyak
43 belum. Jumlah yang cukup berimbang antara yang merasa telah dilakukan negosiasi dan yang belum menunjukkan bahwa penerapan co-management
masih pada tahap awal dari keseluruhan proses co-management. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pihak BTNKL telah berupaya untuk menjalin komunikasi
dengan stakeholders namun hasilnya belum menyentuh substansi kepentingan dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat Desa Saga. Beberapa responden
mengemukakan bahwa sebagian masyarakat belum dilibatkan dalam proses negosiasi pada kegiatan pengelolaan. Sementara itu untuk menerapkan
pengelolaan co-management, perlu memperhatikan keterwakilan bermacam- macam suara dan kepentingan stakeholders Borrini-Feyerabend et al. 2004.
Selain itu, masing-masing pihak hendaknya bersedia untuk bernegosiasi, saling percaya Borrini-Feyerabend et al. 2000; Zachrisson 2008, dan prosesnya lebih
difokuskan pada bagaimana tugas-tugas pengelolaan diorganisasikan pada fungsi, dibanding pada struktur formal dalam sistem Carlsson Berkes 2005.
5.1.4. Kejelasan hak dan tangggung jawab komunitas lokal dengan BTNKL