Strategi pengelolaan Pengolahan Elemen-elemen Strategi Pengelolaan TNKL dengan Teknik ISM

99 5 Sosialisasi program Program yang telah disepakati perlu disosialisasikan. Sosialisasi program dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan penafsiran stakeholders atas program yang telah disepakati bersama berdasarkan kepentingan dan aspirasinya, agar tetap pada kesepakatan. Oleh karena itu sosialisasi program perlu dilakukan dengan hati-hati karena kegiatan ini dapat mensukseskan atau bahkan menggagalkan program pengelolaan. Seiring berjalannya kegiatan pengelolaan TNKL pada Level 7 sampai 4 sebagaimana tersebut di atas, juga memungkinkan dilaksanakan jenis kegiatan lainnya. Jenis kegiatan tersebut akan berkembang seiring dengan interaksi antar stakeholders, pelaksanaan komunikasi dan pembelajaran antar stakeholders, serta tindakan bersama yang menghasilkan perubahan atau penyesuaian kegiatan pengelolaan sebagaimana prinsip-prinsip co-management yang adaptif.

5.4.6. Strategi pengelolaan

Hasil identifikasi elemen kunci dari masing-masing elemen strategi pengelolaan secara keseluruhan disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan hasil pengolahan teknik ISM terhadap kelima elemen yang mempengaruhi pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management dapat disimpulkan bahwa lembaga dan pelaku yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan TNKL adalah masyarakat sekitar TNKL dan pihak BTNKL. Petani kopi dalam kawasan, masyarakat Saga dan masyarakat Wologai Tengah bertempat tinggal berdekatan dengan kawasan TNKL serta memiliki ketergantungan terhadap keberadaan TNKL. Oleh karena itu mereka menjadi prioritas bermitra dengan BTNKL untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaan sesuai dengan kesepakatan yang disusun bersama. Disamping itu, untuk mencapai pengelolaan bersama maka BTNKL sebagai stakeholders inti juga perlu mengubah struktur, budaya organisasi, sikap, keahlian dan program kerja, demi pengelolaan kawasan bersama. Kebutuhan dari program pengelolaan TNKL melalui pendekatan co- management yaitu perlunya koordinasi rencana antar lembagastakeholders dalam pengelolaan. Kebutuhan terhadap koordinasi antar lembagastakeholders dirasa sangat penting. Hal ini dikarenakan koordinasi merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai pihakstakeholders. Perubahan situasilingkungan yang begitu cepat, menuntut interaksi antar stakeholders yang 100 semakin cepat pula. Terkait dengan perencanaan kegiatan pengelolaan TNKL, koordinasi membutuhkan pertukaran informasi yang intensif antar lembagastakeholders untuk mengkonfirmasi sejumlah data detail sumberdaya untuk mencapai tujuan pengelolaan TNKL. Perencanaan yang tidak sinergi dengan kepentingan pelaku dan lembaga lainnya akan menyebabkan kegagalan program. Tabel 16. Elemen kunci strategi pengelolaan TNKL melaui pendekatan co- management No Elemen Elemen Kunci 1 Lembaga dan pelaku yang terlibat dalam pengelolaan TNKL Masyarakat sekitar TNKL, petani kopi dalam kawasan dan BTNKL 2 Kebutuhan dari program pengelolaan TNKL Koordinasi rencana antar lembagastakeholders dalam pengelolaan 3 Kendala utama dalam pengelolaan TNKL secara co-management Kurangnya komitmen internal pengelola dan kurangnya koordinasi antar stakeholders dalam pelaksanaan rencana pengelolaan TNKL 4 Tujuan dari pengelolaan dengan pendekatan co- management Menciptakan mekanisme pembelajaran dialogis, meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar stakeholders inti, meningkatkan potensi kemitraan dan partisipasi masyarakat 5 Kegiatan yang diperlukan Pertemuan antar stakeholders inti Kendala utama yang perlu diantisipasi dalam pengelolaan TNKL dengan pendekatan co-management yaitu kurangnya komitmen internal pengelola dan kurangnya koordinasi antar stakeholders dalam implementasi rencana pengelolaan TNKL. Berdasarkan hasil penelitian ini, pelaksanaan koordinasi oleh pengelola telah sering dilakukan. Dalam rangka koordinasi internal, pelaksanaan rapat rutin bulanan maupun pertemuan dalam rangka pemantapan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, telah diakomodir oleh pengelola. Begitu juga dengan rapat-rapat koordinasi dengan stakeholders terkait, yang dimulai dengan penyusunan rencana kegiatan di tingkat desa hingga di kabupaten. Namun, nampaknya koordinasi tersebut belum menyentuh substansi dari tujuan kegiatannya. Pemahaman yang muncul mengganggap bahwa power sharing yang diterapkan merupakan hasil akhir dari suatu pengelolaan kawasan, padahal mestinya hal tersebut baru merupakan titik awal suatu proses co-management 101 dalam sistem pengelolaan TNKL. Disamping itu, terkait lemahnya peran pemda dalam alokasi anggaran untuk kegiatan pemberdayaan desa sekitar TNKL, perlu didukung dengan pendanaan dari pihak BTNKL. Koordinasi yang diterapkan bersama stakeholders termasuk dinas terkait akan menguntungkan sistem pengelolaan TNKL ke depan, termasuk dukungan nyata dari pemerintah daerah dalam hal arahan kebijakan pemberdayaan desa. Tujuan pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management adalah menciptakan mekanisme pembelajaran dialogis, meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar stakeholders inti, meningkatkan potensi kemitraan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Tujuan pengelolaan tersebut perlu diwujudkan dengan kegiatan pertemuan antara komunitas lokal dengan pihak BTNKL yang dilakukan sedini mungkin dan sesering mungkin. Kegiatan pertemuan antar stakleholders inti tersebut bisa dimulai dengan mengintensifkan pertemuan petugas lapangan dengan masyarakat dalam posisi yang seimbang, dimana petugas dapat menyampaikan informasi-informasi terkait pengelolaan TNKL dan masyarakat juga dapat menyampaikan kebutuhan serta upaya yang sedang dan akan dilakukannya. Pada pertemuan tersebut, masyarakat juga dapat mengusulkan bantuan yang betul-betul dibutuhkan dan dirasakan oleh masyarakat. Pemberian bantuan bukan untuk membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program bantuan. Tujuan akhir pemberian bantuan adalah memandirikan masyarakat, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pembentukan wadahforum stakeholders juga turut memberikan pemahaman bahwa pengelolaan dapat dilakukan secara bersama-sama. Forum tersebut secara tegas melibatkan stakeholders, utamanya adalah BTNKL, masyarakat sekitar TNKL dan petani kopi dalam kawasan. Pembentukan wadahforum stakeholders juga merupakan suatu proses menuju kearah perbaikan aturan hubungan antar individu dalam masyarakat, sehingga menjadi kelembagaan yang dikendaki. Tujuan penguatan kelembagaan ini secara umum adalah untuk mencapai derajat pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar TNKL yang lebih tinggi dengan alokasi sumberdaya yang efisien dan efektif serta dapat diterima oleh BTNKL dan semua kelompok masyarakat secara adil.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Penerapan prinsip co-management yaitu partisipasi stakeholders, pengakuan terhadap hak masyarakat adat, pelaksanaan proses negosiasi, kejelasan hak dan tanggung jawab, serta konsensus yang disepakati oleh stakeholders inti di Desa Wologai Tengah berada pada kategori tinggi atau telah dilaksanakan dengan baik; sedangkan untuk Desa Saga penerapan prinsip-prinsip co- management berada pada kategori sedang. 2. Dalam penelitian ini terdapat 15 stakeholders pengelolaan TNKL. Secara umum kepentingan interest dan aspirasi stakeholders sinergi dengan fungsi ekosistem dan program pengelolaan TNKL. Namun, kepentingan dan aspirasi stakeholders, yaitu petani kopi dalam kawasan, masyarakat Saga dan lembaga adat, belum sinergi dengan program pengelolaan TNKL yaitu pengambilan kayu untuk pembangunan rumah adat dari dalam kawasan, klaim kepemilikan lahan dan kebutuhan untuk menanam kopi di dalam kawasan. 3. Stakeholders yang termasuk kategori subjects terdiri dari masyarakat Saga, Wologai Tengah dan petani kopi dalam kawasan, memerlukan pemberdayaan agar terlibat dalam pengambilan keputusan dan tindakan pengelolaan TNKL. Stakeholders yang termasuk kategori key players terdiri dari BTNKL, lembaga adat, kepala desa, Disbudpar dan Tananua Flores perlu dilibatkan sebagai mitra dan perlu untuk mempertahankan komitmennya dalam pengelolaan TNKL. Stakeholders yang termasuk kategori context setters terdiri dari BAPPEDA, Dishutbun, Unflor, serta Swisscontact, perlu dikelola untuk dimintai saran pendapat konsultasi ataupun hanya sekedar penyampaian ijin dan pemberitahuan akan dilaksanakannya suatu kegiatan. 4. Strategi yang dapat dikembangkan sebagai resolusi konflik sekaligus untuk mengakomodir kebutuhan dan kepentingan stakeholders dalam pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management yaitu: a memprioritaskan masyarakat dan BTNKL sebagai lembagapelaku yang menentukan keberhasilan pengelolaan TNKL secara co-management; b mengintegrasikan rencana-rencana pengelolaan TNKL antar lembagastakeholders melalui mekanisme koordinasi sebagai kebutuhan dari program pengelolaan; c mensinkronisasikan pelaksanaan rencana