Kurikulum Peranan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid

penyerahan siswa baru di tahun ajaran baru tersebut biasanya semua siswa, pengurus dan para guru dikumpulkan untuk menyaksikan penyerahan tersebut. Penyerahan dari seorang wali murid pada pengurus yayasan dan guru-guru dengan hati yang ikhlas serta mempercayakan anaknya agar dididik sehingga mendapatkan ilmu yang barokah dan bermannfaat bagi agama Nusa dan Bangsa. Selain itu, tradisi-tradisi yang di lestarikan di Jakarta ialah tradisi lumrah yang biasanya ada di setiap Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan baik di Lombok sebagai pusat Nahdlatul Wathan ataupun di luar Lombok. Diantaranya ialah membac a Hizib, Sholawat Nahdlatain, do’a Nurul Hayat, do’a Pusaka, dan lain sebagainya. Hizib di baca setiap malam jum’at bagi santri yang berada di pondok pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta, dimulai setelah shalat magrib sampai kurang lebih pukul 21.00 WIT. Bagi siswa dan siswi lembaga pendidikan membacanya pada seriap hari Jum’at pagi biasanya dimulai dari pukul 7.00 sampai dengan pukul 09.00 WIT. Shalawat Nahdlatain dan do’a Nurul Hayat, asmaul husna dan do’a-do’a lainnya biasanya dibaca pada awal memulai pelajaran di setiap lembaga pendidikan yang ada di Nahdlatul Wathan Jakarta, baik TK, SD, SMP dan SMA, biasanya siswa dan siswi tersebut berbaris di depan halaman lembaga pendidikan masing-masing dan membacanya dengan bersama- sama. Do’a Pusaka biasanya dibaca oleh siswa dan siswi pada akhir pembelajaran yang berlangsung di setiap lembaga pendidikan yang ada di Nahdlatul Wathan Jakarta, biasanya membacanya di setiap kelas masing-masing dengan bersama-sama dan diawasi pleh guru yang mengajar di jam terakhir. Tradisi-tradisi semacam ini ditanamkan dengan tujuan agar nilai-nilai perjuangan yang ada pada TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid tetap tertanam dan terpelihara. Baik bagi santri yang berada di Pondok pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta maupun bagi para pelajar yang belajar di setiap lembaga pendidikan yang ada di Nahdlatul Wathan Jakarta.

b. Metode Pembelajaran yang Diterapkan di Nahdlatul Wathan Jakarta

Metode yang diterapkan di Nahdlatul Wathan Jakarta tidak terlepas dari kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah baik TK, SD, SMP dan SMA. Akan tetapi selain dari kurikulum yang berasal dari pemerintah, Nahdlatul Wathan Jakarta juga menerapkan pelajaran muatan local yang berisikan pelajaran Bahasa Arab, Keorganisasian dan juga penerapan tradisi-tradisi yang ada di Nahdlatul Wathan. Penerapan kurikulum memang tidak dapat terlepas dari pengawasan pemerintah dalam proses dan pengevaliasiannya, namun Nahdlatul Wathan juga senantiasa menerapkan kurikulum keorganisasian dalam lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya, seperti pelajaran keNWan yang memiliki kurikulum tersendiri dalam pengajaran dan penerapan pembelajarannya. Kurikulum keNWan ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah para siswa dan siswi juga para santri untuk memahami Nahdlatul Wahtan secara mendalam. Dalam kurikulum keNWan termasuk juga didalamnya pemanfaatan jam nol, yaitu pembelajaran yang dilakukan sebelum jam pelajaran formal dimulai kurang lebih satu jam sebelum jam pelajaran dimulai, bila jam formal bagi lembaga pendidikan dimulai jam 07.00 maka jam nol dimulai pekul 06.00, pada jam nol ini biasa di isi dengan pelajaran akhlak yang di ajarkan oleh para assatiz dari pondok pesantren di tujukan pada siswa dan siswi yang bersekolah di lembaga pendidikan yang berada di Nahdlatul Wathan Jakarta, namun jam nol ini belum merata pada setiap lembaga pendidikan yang berada di Nahdlatul Wathan, jam nol ini baru diterapkan pada dua lembaga pendidikan saja yaitu SMP Nahdlatul Wathan Jakarta dan SMA Nahdlatul Wathan Jakarta. Pengadaan pelajaran akhlak ini bertujuan agar membentuk karakter siswa dan siswi pelajar Nahdlatul Wathan yang berakhlak karimah baik dalam lingkungan pendidikan dan di luar lembaga pendidikan, disamping itu juga di Nahdlatul Wathan Jakarta adalah sekolah yang berbasiskan pondok pesantren sehingga siswa dan siswinya diharapkan memiliki sikap dan sifat layaknya seorang santri, dan dalam diri mereka tertanam nilai-nilai kebaikan dan akhlakul karimah. Dalam hal ini mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa Nahdlatul Wathan Jakarta mendirikan lembaga pendidikan yang bersifat umum sedangkan lingkungannya bernuansa pondok pesantren?. Dalam hal ini Nahdlatul Wathan Jakarta memiliki banyak pertimbangan sehingga terlahirlah lembaga-lembaga pendidikan formal yang bersifat umum, semua ini tidak terlepas dari pengaruh dan dukungan lingkungan sekitar yang mendorong Nahdlatul Wathan Jakarta untuk