Metode Pembelajaran yang Diterapkan di Nahdlatul Wathan Jakarta

mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal yang bersifat umum dari TK, SD, SMP dan SMA. Nahdlatul Wathan melihat masyarakat di sekitar lebih cenderung pada lembaga pendidikan yang bersifat umum, sehingga dengan kecendrungan masyarakat tersebut Nahdlatul Wathan akan mewarnai setiap kurikulum yang ada di dalamnya dengan pelajaran keagamaan, sehingga siswa dan siswi Nahdlatul Wathan tidak akan terlepas dari pelajaran dan pendidikan yang bersifat keagamaan walaupun lembaga pendidikan yang bernaung dibawahnya bersifat umum.

C. Pemikiran Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid atau biasa disebut Maulana Syeikh adalah seorang tokoh berpengaruh, ulama besar dan kharismatik di Lombok Nusa Tenggara Barat. Ketokohannya tidak saja kuat mengakar di lingkungan Nusa Tenggara Barat, tetapi juga hingga ke seluruh tanah air. Tak heran apabila banyak umat Islam dari berbagai daerah di tanah air, bahkan ada beberapa pimpinan negara yang datang berkunjung pesantrennya untuk meminta nasehat dan do ’a pada beliau. Bagi banyak kalangan, Maulana syeikh adalah pemimpin yang berhasil mereformasi wajah pulau Lombok menjadi sebuah wilayah dengan identitas ke- Islam-an yang cukup kuat, dari kondisi keberagamaan sebelumnya yang bercorak Islam-Budha-Hindu. Nahdlatul Wathan adalah organisasi keislaman yang dibangun oleh Maulana Syeikh pada tahun 1953 sebagai medium perjuangan. Sekalipun Maulana Syeikh berkiprah memperjuangkan pendidikan agama dengan basis organisasi Nahdlatul Wathan di Pulau Lombok, sebuah daerah yang terpencil dilihat secara geografis nasional. Namun demikian, cita-citanya tidak pernah sederhana. Melalui Nahdlatul Wathan yang dibangunnya ia ingin mempersembahkan kader-kadernya untuk mewarnai kehidupan kebangsaan yang penuh dengan nuansa dan semangat keberagamaan yang tinggi. Dalam salah satu karyanya, Hizb Nahdlatul Wathan, ia menyusun doa yang artinya sebagai berikut: Ya Allah tinggikanlah derajat negara kami dengan Nahdlatul Wathan hingga langit tertinggi, mendapat kebahagiaan, petunjuk dan perlindunganMu, dan sinarilah negara kami dengan bintang-bintang Nahdlatul Wathan, serta Makmurkanlah negara kami dengan air-air Nahdlatul Wathan. 23 Dan dalam banyak do’a yang disusunnya, ia banyak menyisipkan do’a agar panji-panji Nahdlatul Wathan dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia, dengan ungkapannya yang sangat populer, wansyur liwa’a Nahdlatil Wathani fil ’alamin Dan sebarkanlah panji-panji Nahdlatul Wathan ke seluruh penjuru dunia 24 . Manusia merencanakan dan berdoa, Tuhan jualah yang memastikan dan menentukan. Saat ini salah satu cucunya berhasil di percaya, terpilih melalui pemilihan langsung dan demokratis yakni Tuan Guru KH. Muhammad Zainul Majdi, MA sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat.

1. Menempatkan Iman dan Taqwa sebagai visi hidup;

Menurut Maulana Syeikh, iman memiliki posisi strategis dalam pembentukan kualitas individu. Tentang pentingnya Iman – Taqwa sebagai pilar kesuksesan dapat kita lihat dalam true sukses bagindan kita Nabi Muhammad SAW tentang hal ini sudah banyak dibahas, namun yang ingin digaris bawahi tentang pentingnya kecerdasan spiritual ini dalam kesuksesan juga telah di akui pakar barat sekalipun. ” Kecerdasan spritual tidak saja lebih perkasa dari pada jenis kecerdasan lainnya PQ, IQ, EQ tetapi lebih dari itu kecerdasan spritual merupakan pusat dari segala kecerdasan, tegas Stephen R. Covey penulis buku the 7 th Habbits dan The 8 th Habbits. Selanjutnya kecerdasan spiritual Tuan Guru mewarnai derap kegiatannya, sebagaimana terekam dalam syairnya di bawah ini : Ya Subhanallah ajib bin heran Seakan mereka terputus iman Karena lupanya kepada Tuhan Yang telah menjamin di dalam Qur’an Kalau diserahkan kepada mereka Memimpin agama atau negara Maka qiamatlah agama kita Sebelum qiamat nusa dan bangsa 25 23 Muhammad Zainuddin Abdul Mdjid, Hizib Nahdlatul Wathan, hal. 52. 24 Muhammad Zainuddin Abdul Mdjid, Hizib …, hal. 67 25 Muhammad Zainuddin Abdul Mdjid, Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, h. 34. Syair di atas menjelaskan bahwa iman sebagai norma dasar bagi sebuah kepemimpinan, baik kepemimpinan agama maupun negara. Bagaimanapun, fungsi kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan pilihan-pilihan keputusan. Suatu keputusan yang berlandaskan kepada nilai-nilai keimanan diyakini akan memberikan kemaslahatan bagi diri seorang pemimpin maupun masyarakat yang dipimpinnya. Demikian pula sebaliknya, menafikan nilai-nilai keimanan akan berdampak negatif pada sendi-sendi keberagamaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih jauh, ia juga mengajak untuk menumbuhkan semangat keimanan dan ketaqwaan sebagai penunjang dalam membentuk semangat keberagamaan dan kebangsaan. Seseorang yang beriman dan bertaqwa secara benar dan konsisten akan berdampak positif dan berbanding lurus antara aktivitas keberagamaan dan aktivitas kebangsaannya. Singkatnya, seorang dapat menjadi Muslim yang taat di satu sisi, dan pada saat yang bersamaan ia juga dapat menjadi seorang patuh dan berbakti kepada bangsanya. Asumsi ini terefleksikan dari syairnya di bawah ini : Hidupkan iman hidupkan taqwa Agar hiduplah semua jiwa Cinta teguh pada agama… Cinta kokoh pada negara Sangat durhaka seorang hamba Menjual iman melelang taqwa Membuang diri dan ibu bapa Mengejar bayangan kursi dunia Berikan andilmu kepada Islam Di abad bangkitnya seluruh umam Iman taqwa jadikan imam Menghadap Ka’bah Masjidil Haram 26 Akhirnya, menyadari pentingnya iman dan taqwa di dalam setiap lini kehidupan, ia menempatkannya sebagai bekal utama di dalam mengarungi kehidupan. Dalam hal ini ia menyebutkan : Auliyaullah berkata selalu Jaman sekarang maupun dahulu “Iman taqwa hidupkan olehmu Kemudian baru mencari sangu 27 26 Muhammad Zainuddin Abdul Mdjid, Wasiat…, h. 29. 27 Sangu berarti bekal dalam bahasa sasak