Suhu perairan Parameter Kualitas Perairan

Hatta 2009 di permukaan Perairan Barru yang jauh dari pantai yaitu 30,0-35,0 ppm dengan rata-rata 31,30 ppm dan pada kedalaman 25 m didapatkan 30,0-35,0 ppm dengan rata-rata 31,70 ppm. Sementara Poppo et al. 2009 mendapatkan kisaran salinitas yang lebih rendah antara 29,0-32,0 ppm di perairan pantai kawasan industri perikanan Kabupaten Jembrana Bali pada bulan Mei-Juni 2008. Bervariasinya sebaran salinitas disetiap daerah tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti topografi perairan, masukan air tawar, curah hujan, pasang surut dan lain-lain. Perubahan salinitas di perairan bebas relatip lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di perairan pantai. Salah satu faktor yang menyebabkan demikian, karena disebabkan perairan pantai banyak dimasuki oleh air tawar dari muara-muara sungai terutama pada musim hujan Laevastu dan Hela 1981. Hadikusumah et al. 2001 bahwa di dalam perairan estuari seringkali didominasi oleh proses percampuran dan penyebaran air tawar ke arah lepas pantai dan masukan air tawar. Kondisi demikian akan menyebabkan terjadinya interaksi antara air tawar dan air laut. Interaksi antara air tawar dan air laut di perairan estuari perlu difahami karena dapat memepengaruhi penyebaran suhu, salinitas, kekeruhan dan sebagainya. Adanya perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap distribusi air. Wenno 2003 menyatakan bahwa adanya interaksi antara daratan dengan Selat Makassar menyebabkan nilai rata- rata salinitas pada lapisan permukaan sedikit berfluktuasi yaitu berkisar antara 30,4-33,7 psu dan mengalami penambahan dengan bertambahnya kedalaman dan mencapai maksimum pada kedalaman 100 m 34,6 ±0,11 psu, kemudian sedikit menurun sampai pada lapisan 300 m. Sementara Azis 2007 menyatakan bahwa salinitas rata-rata di bagian permukaan lebih rendah jika dibandingkan dengan salinitas rata-rata di bagian dasar pada kondisi pasut menuju pasang. Rendahnya salinitas tersebut disebabkan karena adanya pengaruh dari daratan dan intrusi air tawar dari sungai Binuangeun yang menuju laut. Hal ini berarti bahwa aliran sungai sangat mempengaruhi salinitas di perairan estuaria.

2.5.3 Derajat keasaman pH

Derajat keasaman pH merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Romimohtarto dan Juwana 2001 menyatakan bahwa perubahan pH sedikit saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan maupun pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas yang diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota. Nilai derajat keasaman pH di perairan pesisir umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air tawar dari sistem sungai yang bermuara. Rata-rata pH normal air laut adalah 7,8-8,2 dan bahkan perairan tropis dapat meningkat hingga 9,4 selama fotosintesa berlangsung Phillips dan Menes 1988. Swingle 1968 berpendapat bahwa batas toleransi pH bagi ikan umumnya berkisar antara pH 4 dan pH 11, dan untuk mendukung kehidupan ikan secara wajar diperlukan perairan dengan pH yang berkisar antara 5-9. Di lingkungan perairan laut pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7-8,4 Nybakken 1988. Batas toleransi organisme air terhadap pH bervariasi, tergantung pada suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation, serta jenis dan stadium hidup organisme. Baku mutu pH air laut untuk biota laut budidaya perikanan yang ditetapkan dalam Kep.No. 02MENKLH Tahun 1988 adalah 6-9.

2.5.4 Oksigen terlarut DO

Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan organisme. Oksigen oleh organisme akuatik dipergunakan dalam proses-proses biologi, khususnya dalam proses respirasi dan penguraian zat organik oleh mikroorganisme. Dalam ekosistem perairan oksigen terlarut sangat penting untuk mendukung eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, hal ini terlihat dari peranan oksigen selain digunakan untuk aktivitas respirasi organisme air juga dipakai oleh organisme dekomposer dalam proses bahan organik di perairan.